👑42👑

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Tuan, ada kabar dari pelayan itu," Kwan menyerahkan kertas yang dilipat sekecil mungkin.

Silaa melirik, dan Kwan memberi surat itu pada Silas. Tidak ada kalimat apa-apa di kertas itu, hanya sebuah gambar bunga lotus yang digambar manual dengan pensil. Begitu melihat gambar itu, Silas langsung membakarnya dengan api dari lilin terdekat.

"Keadaan aman, setidaknya itu yang ditunjukkan dari luar," ujar Silas.

Bunga lotus simbol kedamaian, dia nampak indah di atas air dan memberi ketentraman bagi yang melihat. Tanpa mereka sadari, bunga itu belum tentu hidup di air yang jernih. Dan lagi, orang hanya akan mengagumi keindahan bunganya, sehingga melupakan bahwa mungkin ada makhluk mengerikan di dalam airnya. Seperti itulah kondisi yang ingin Dhara sampaikan pada Silas saat ini.

Sejek melepas kepergian Real hari itu, Dhara masuk ke kediaman Marquez dengan menyamar sebagai salah satu pelayan. Mudah baginya dengan koneksi Silaa. Namun akan sangat sulit bagi Dhara untuk keluar. Pekerjaannya seperti berjalan pada seuntai tali di atas jurang dalam. Satu hal kecerobohan bisa merenggut nyawanya. Tidak ada pilihan lain selain menjalankan perintah Silas, ini semua dilakukan untuk melindungi satu-satunya hal yang berharga baginya. Sekalipun Real tidak bertemu Silas sehingga mereka tidak bermasalah, Dhara sadar cepat atau lambat dia pasti akan menjalankan tugas kotor seperti ini.

"Siapkan kereta kuda biasa pagi hari sekali. Kirim kembali semua pelayan dan pengawal yang ada. Kita akan pergi ke Cleopat bertiga," perintah Silas.

"Baik Tuan," jawab Kwan.

Dia tidak menolak perintah Silas, walau itu terdengar bahya. Bagaimana mungkin seorang calon Raja datang ke kerajaan musuh tanpa pengawal dan pelayan satupun. Dan lagi dia tidak sendiri, dia membawa seorang gadis lemah yang kemungkinan juga akan menjadi Ratu masa depan. Dua nyawa yang sangat berharga masuk ke tempat asing berbahaya.

Namun bukan Silas namanya jika tidak berfikir matang. Bukan berati dia tidak ingin Real dalam bahaya atau merasa kurang nyawa, Silas bahkan akan lebih mengutamakan nyaaa Real daripada orang lain termaksud dia. Tapi dengan membawa banyak orang akan menghambatnya. Dirinya sendiri sudah cukup untuk menjaga Real. Dan lago, sudah ada tempat layak yang akan ia tempati ketika masuk ke Cleopat nanti. Di sana Real akan di jamu lebih mewah daripada di istananya.

###

Salju turun secara perlahan, salah satunya hinggap di telapak tangan yang aku ulurkan. Beberpa salju menumpuk di dahan-dahan ranting yang sudah ditinggalkan daunnya. Ada beberapa hewan kecil sedang berjalan-jalan meninggalkan jejak kaki di atas salju. Jejak kaki lain Aku tinggalkan di belakang.

Setelah mengahancurkan terowongan, kami singgah ke tempat ini. Silas bilang jika mengikuti jalan lurus ini, kami akan sampai di Celopat. Kami yang dimaksud adalah aku, Silas, Kwan. Tidak ada pelayan atau pengawal, karena semua sudah dipulangkan ke rumah masing-masing. Mulai saat ini kami memulai perjalanan bertiga. Aku sedikit takut, namun juga merasa senang dan penasaran hal menarik apa yang bisa kulihat nanti. Bukan sebagai seorang bangsawan manja Real Deana, melainkan orang asing yang masuk ke dunia lain Ria.

Salju di sini lebih menumpang daripada saat aku berada di istana. Di duniaku dulu tidak pernah kuliha salju secara langsung. Ini hal baru, karena biasanya aku hanya bisa membayangkan bagaimana bentuk salju. Dan kadang menggapnya sama dengan buturan putih yang menempel pada es batu. Setelah ku memegangnya, ternyata tidak sedingin yang kukira.

"Kau sedang apa?" Tanya Silas yang datang tiba-tiba dari belakangku dan langsung menutup kepalaku dengan tudung jubah.

Aku melinguk ke belakang dan mendapati ia mengeluarkan senyum itu lagi. Namun kali ini aku tidak merasa kesal seperti biasa. Aku melihat ada hal yang berbeda darinya. Bukan karena pakaian itu, aku sudah sering melihatnya menggunakannya pakaian yang lebih buruk. Dia nampak bingung ketika aku terus menatapnya.

"Rambutmu sejak kapan menjadi panjang?" Tanyaku seraya mengulurkan tangannya. Aku ingin menyentuh bagian rambut belakangnya yang diikat walau ikatan kecil. Namun Silas lebih tinggi dariku, sehingga tanganku hanya bisa menunjuk. Atau mungkin karena aku yang kurang dekat darinya?

"Ahh iya, sudah lama, kau saja yang tidak menyadari. Bagaimana, kau lebih suka rambut panjang atau biasa?" Tanya Silas dengan wajah berseri.

"Tidak keduanya," jawabku cepat dan langsung memalingkan badan.

Sebenarnya aku menyukai pria dengan rambut sedikit panjang, sehingga aku bisa iseng mengucir rambutnya saat kami berdua. Khayalan macam apa itu, mungkin bisa andai Silas tidak seorang Putra mahkota. Dan dekat di sana dengan Ria, bukan di sini bersama Real. Karena semua yang ku lakukan sebagai Real mungkin saja hanya sesaaat.

"Kau sepertinya suka salju?" Tanya Silas, dia berusaha mengubah suasana diantara kami berdua.

Aku tidak terlalu suka salju karena dingin, namun hanya terkesima karena bisa melihat salju sebanyak ini untuk pertama kali. "Iya," jawabku singkat. Lebih baik sedikit berbohong.

"Kurasa aku juga menyukai salju sekarang," sahut Silas debgan senyum lebar.

Aku menoleh dengan raut kesal. "Jangan meniru kesukaan Seseorang," sentakku.

"Bukan karena kau menyukainya." Silas menatapku dengan wajah berseri itu. "Tapi karena warna salju sama seperti rambutmu."

Aku terdiam mendengar itu, ada sedikit senang karena ucapan itu. Namun mendadak terasa sesaak. Karena ini bukan tubuhnya, melainkan Real, yang Silas suka adalah Real cantik dengan warna rambut seperti salju ini, bukan Ria. Lalu untuk apa aku memikirkannya? Kenapa aku merasa sedih karena itu? Aahh ... Perasaan apa ini, kenapa sangat menggangu.

"Kau baik-baik saja Real?" Panggil Silas yang mendapati aku terdiam.

"Hmm bukan apa-apa. Ngomong-ngomong kapan kita pergi?" Aku mengalihkan pembicaraan.

Silas sepertinya paham aku tidak ingin melanjutkannya pembahasan tadi. Dia sempat nampak murung beberapa saat sebelum akhirnya sedikit tersenyum.

"Kwan sedang mencarikan kereta kuda untuk ke Celopat. Kita tidak bisa memakai kereta kuda dari istana. Itu hanya akan membuat keributan," jawab Silas.

"Benar, orang di sana tidak akan diam saja saat melihat seorang bangsawan dari kerjaan Cinder masuk ke sana begitu saja. Apalagi jika mereka sadar bahwa dia calon Raja kerajaan sebelah."

"Apa kau takut jika ketahuan?"

Aku menggelengkan kepala. "Untuk apa aku takut, kau akan menjagaku kan?" Aku terkekeh secara sepontan. Karena Silas sebisa mungkin tidak akan membiarkan tunanganya terluka, sekalipun ini pertuangan palsu.

Silas memegang tanganku tiba-tiba, dan itu sebab membuatku kaget. "Jangan khawatir aku akan menjaga keselamatannku," nada bicaranya lebih lembut dari biasanya.

"Aku tahu itu," jawabku cepat. Dia tidak segera melepas tanganku, dan justru menggenggamnya begitu erat.

"Tanganmu sangat dingin. Kau harusnya tidak memegang salju dengan tangan kosong. Di mana sarung tanganmu?"

"Hmm... Ada, tapi aku tidak ingin memakainya. Lagipula di Celopat nanti akan panas."

"Kalau begitu aku tidak akan melepaskannya sebelum kita sampai ke Celopat," sahutnya.

Aku tidak ingin membalas, dan berpura-pura tidak mendengarnya. Karena kebetulan saat Silas mengatakan itu, kereta kuda datang di hadapan kami. Suara kuda yang dihentikan sempat berdenging di telingaku. Kwan duduk sebagai kusir di depan. Dan kereta ini seperti kendaraan umum yang dipakai orang-orang bepergian. Bukan seperti kereta pribadi yang biasa digunakan bangsawan.

"Ayo naik Real!" Ajak Silas sambil tersenyum. Aku hanya diam dan mengangguk, lalu naik ke kerata dibantu Silas.

.
.

.

.
.
.

.

.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro