💎54💎

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kereta berhenti di dermaga yang cukup jauh dari distrik yang terbakar. Api merambat kemana-mana sampai salah satu dermaga juga ikut terkena. Aku langsung berpamitan pada Sam, dan bergegas pergi dari sana. Aku merasa bersalah, walau bukan aku orang yang menyalahkan api. Tapi tetap saja, karena perselisihanku dengan Rina, semua jadi seperti ini.

"Lady Deana apakah itu anda?" Suara itu tidak asing padaku, sudah lama aku tidak mendengarnya.

Aku menoleh ke belakang dan melihat Ryan bersama beberapa prajuritnya memakai seragam lengkap. Ryan menatapku dengan tatapan yang aneh, ratapan kesedihan seperti merindukan sesuatu dengan dalam.

"Duke," seruku. Aku menarik tudung yang menutup kepalaku lalu memberikan tunduk hormat.

Dia maju ke depan beberapa langkah ke dekatku. Dia juga tidak membiarkan prajuritnya mendekati kami, bahkan menyuruh mereka semua pergi meninggalkan kami berdua. Sejujurnya ini sedikit canggung, pertemuan terakhir kami sangat tidak mengenakan. Di tambah setelah kasus Layla dan Bea.

"Kami sedang melakukan penyelidikan tentang kebakaran di distrik Parisa. Sekaligus mengevakuasi orang-orang yang masih ada di sekitar sini. Lady juga tidak diizinkan di sini. Ini masih termasuk zona merah. Bahkan kapal-kapal di dermaga akan kami perintahkan untuk mundur menjauh dari sini," ujarnya panjang lebar. Aku tidak perlu menerima penjelasan serinci itu, tapi aku senang dia tidak menanyakan kenapa aku bisa sampai di sini. Tapi tetap saja, aku bingung untuk membalas ucapannya. Membuatku hanya diam setelah mendengarkan ucapannya yang panjang itu.

"Bagaimana jika Lady ke mansion saya. Atau anda ingin saya antarkan kembali pulang?"

Pulang? Aku bahkan tidak tahu mau pulang ke mana. Tidak mungkin aku pulang ke rumah Real, Count akan marah besar apalagi aku tidak sedang bersama Silas. Istana pasti akan panas-panasnya, aku juga tidak ingin ke sana. Memang ke tempat Ryan sedikit tidak nyaman, tapi tidak ada pilihan lain selain itu.

"Baiklah saya akan beristirahat sebentar ke tempat Grand Duke jika itu tidak memberatkan anda," jawabku setelah diam cukup lama.

Ryan memberi senyuman kecil, aku belum pernah dia tersenyum seperti itu pada Real. Tanpa berbicara lagi dia menuntun jalan. Aku kembali memakai tudungku untuk berjaga-jaga. Setelah beberapa lama berjalan dalam hening, akhirnya aku sampai di kereta kuda milik Grand Duke Lote. Aku bisa mengenalinya dari lambang keluarga Lote yang ada di pintu. Rasanya seperti nostalgia, dulu Real hampir setiap hari menggunakan kereta ini untuk ke mansion Ryan. Walau yang ia dapatkan hanya kekecewaan saat itu.

"Maaf tidak bisa menemani anda Lady, karena saya harus menyelesaikan pekerjaan. Saya sudah menitipkan pesan pada kusir. Anda akan langsung di bawa ke mansion, dan saya harap anda bisa beristirahat dengan nyaman di sana."

"Terima kasih atas kemurahan hatinya Grand Duke," jawabku sambil tersenyum.

Ryan kembali tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk membantu naik ke dalam. Dia langsung menutup pintu kereta begitu aku sudah nampak duduk dengan nyaman. Dalam hitungan detik, kusir langsung menarik tali pedal dan menjalankan kereta.

Aku menghela nafas panjang untuk yang kesekian kalinya. Fajar sudah datang, dan matahari hampir mengenai seluruh kerajaan. Api besar tadi masih berkobar walau tidak sebesar beberapa jam lalu. Butuh waktu lama untuk memadamkan api yang melalap bangunan sebanyak itu. Yang paling parah adalah asap tebal yang membuat cahaya matahari hampir tidak dapat menembusnya. Asap itu benar-benar merusak pemandangan langit Kerajaan Cinder yang selalu cerah.

Aku melamun cukup lama, hingga akhirnya sampai di mansion Grand Duke Lote. Ini bukan mansion utama, hanya tempat peristirahatan bagi keluarga Lote ketikan turun dari kapal. Mansion yang cukup dekat dengan dermaga, sedangkan mansion utama lebih jauh dari ini. Aku tidak langsung dibiarkan turun, sepertinya kusir kereta memberitahukan kehadiranku kepada kepala mansion. Memang tidak lama, tapi rasanya melelahkan, karena dalam semalam aku mengalaminya banyak hal. Bekas ciuman di lenganku saja masih berwarna merah, apalagi di bagian tubuhku yang lain.

"Tiba-tiba aku merindukan Silas," bisikku pelan.

Pintu kereta terbuka, dan dua orang pelayan berdiri di depan kereta, dan puluhan lain berdiri di sepanjang jalan masuk untuk menyambutku. Aku hampir lupa diriku seorang bangsawan karena terlalu lama menghabiskan waktu di Cleopat.

"Selamat datang Lady Deana, kami akan melayani anda!" Ujar mereka serentak.

###

"Apa anda beristirahat dengan nyaman?" Tanya Ryan.

"Iya berkat anda, terima kasih Grand Duke," jawabku.

Tanpa sadar aku langsung tidur seharian kemarin. Aku hanya bangun saat para pelayan mengantarkanku makanan. Badanku sangat lelah setalah semua yang aku lalui dalam semalam. Sepanjang hari kemarin aku juga tidak bertemu Ryan, dan baru saat ini aku bertemu dengannya. Sudah menjadi adab bangsawan, untuk sarapan bersama orang yang telah memberimu tempat menginap. Dan aku melakukannya.

"Saya sibuk sepanjang hari dan Lady juga nampak lelah kemarin, jadi maafkan saya baru menemui anda hari ini," ujarnya.

Walaupun dia berkata seperti itu, tapi sepertinya dia yang nampak sangat lelah. Wajahnya nampak lesu dan sedikit pucat, seperti sudah lebih dari sehari tidak tidur. "Anda harusnya beristirahat juga Grand Duke, anda tampak lelah."

Dia melongok mendengar ucapanku, lalu tersenyum kecil, aku tidak mengerti maksudnya. "Terimakasih lady, tapi anda tidak perlu mengkhawatirkan hal itu." 

Dia nampak senang, tapi ini bukan waktunya untuk itu. Aku mencekram rok gaun ku dengan erat "Bagaimana pekerjaan anda semalam, apa semua baik-baik saja? Dan ... Berapa jumlah korban?" Tanyaku dengan rasa bersalah.

"Semua baik-baik saja, tidak ada korban jiwa, walaupun finansial yang menjadi korban cukup besar," jawabnya dengan lugas.

Aku akhirnya bisa menghela nafas lega. Kebakaran kemarin lebih besar dari yang aku duga. Aku takut ada korban jiwa diluar perkiraan, apalagi api merambat hingga dermaga.

"Jangan khawatirkan soal finansial, saya yakin yang mulia Raja mampu mengatasinya. Apalagi kita punya putra mahkota yang sangat bisa diandalkan," lanjut Ryan. Rasanya aneh mendengarnya dari Ryan.

"Tapi pangeran mahkota sedang tidak ada di sini," aku berusaha memancingnya karena penasaran satu hal.

Seperti yang kuduga, dari ekspresi melongoknya aku bisa tahu bahwa dia dan Silas sedang melakukan sesuatu bersama. Tapi aku tidak yakin apa itu. "Saya dengar saat ini dia memang sedang tidak ada di istana."

Dan harusnya dia tahu, aku juga ikut bersama Silas. Namun tiba-tiba aku di sini sendirian, sampai sekarang dia juga tidak Membahas itu. Bukannya itu aneh, ada banyak sekali pertanyaan yang ingin ku lontarkan pada orang di depanku.

Ketika mulutku ingin bergerak, suara lonceng kuil dan beberapa lonceng lainnya berbunyi di waktu yang bersamaan. Aku berdiri dan berjalan ke arah balkon untuk memperhatikan lebih suara lonceng-lonceng. Mereka tidak akan berbunyi dalam waktu yang bersamaan kecuali karena satu hal yang harusnya saat ini belum terjadi.

"Yang Mulia Raja telah tiada," ujar Ryan dengan nada berat. Kakiku langsung lemas, dan aku langsung tersungkur ke bawah. "Lady anda tidak apa-apa?" Ryan berlari ke arahku, dan memegangiku.

Nafasku terasa sesak. "Sebenarnya apa yang sedang terjadi?" Gumamku pelan.

###

Real Deana

###

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro