싸움

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tae-hyung, Soo-yeon, dan Suga langsung menatapi Jung-Jung couple yang baru keluar dari bandara dengan datar. Ketiganya menyilangkan tangan mereka bersamaan dengan dahi yang mengekerut.

"Ada seseorang yang dengan sengaja meninggalkan semua tugas menulis lagu maupun liriknya untuk menyiksaku. . ." mulai Tae-hyung dengan suara jengkel.

"Ada juga seorang eonni yang dengan sengaja pergi hiatus selama seminggu dan membuatku kewalahan dengan perusahaannya. . ." lanjut Soo-yeon sambil menekan giginya.

"Ada juga sebuah couple yang dengan sengaja meninggalakan mobilku terparkir di bandara selama seminggu dengan biaya yang harus ku tanggung." ujar Suga dengan desahan lemah.

Mendengar ucapan ketiga orang itu yang jelas menuding dirinya, Soo-jung tidak bisa menahan ketawanya lebih lanjut. Ia mulai tertawa seperti orang gila dan akhirnya terhenti setelah ditenangkan Jung-kook.

"I'll treat you on a meal." ucap Soo-jung dengan nafas terengah-engah.

Soo-yeon yang mendengar tawaran Soo-jung seketika itu juga menggelengkan kepalanya, "Makanan apapun tidak akan—"

"Bagaimana dengan Lambert Hotel's Steak? Kalian semua kan menyukai makanan mahal yang menyulitkanku," lanjut Soo-jung yang seolah-olah menyindir tiga orang di depannya yang sudah menatapinya dengan mata berkilauan.

Satu porsi steak tersebut berharga sekitar $10,000. Tentunya, Soo-jung yang tipe orangnya sederhana membenci makanan mewah seperti itu. Namun, sepertinya tidak ada pilihan lain, selain membayarkan makan tiga orang itu yang sudah ia siksa secara tidak langsung selama seminggu.

"Let's go!" teriak Soo-yeon bahagia sambil berjalan lompat-lompat kearah mobilnya.

🌵🌵🌵

"Aku akan pergi ke toilet sebentar," bisik Jung-kook sambil beranjak dari kursinya.

Tanpa mengatakan apapun, Soo-jung menganggukan kepalanya dan melanjutkan makannya.

Namun, setelah dua puluh menit lebih, Jung-kook juga tidak kunjung kembali. Hal ini membuat Soo-jung mulai gugup menunggunya.

Soo-yeon yang peka dengan situasi eonni-nya langsung membuka mulutnya, "Eonni, I advise you to go after him, just to make sure. We'll be waiting for you in case you need help." ujarnya dengan senyuman manis.

Disaat itu juga, Soo-jung beranjak dari kursinya dan berjalan cepat kearah luar area dinner. Ia bertanya sana-sini untuk mencari toilet, namun usahanya sia-sia.

Jung-kook tidak ada di dalam hotel itu.

Ia mengeluarkan ponselnya dengan panik dan mencoba menghubungi Jung-kook beberapa kali, namun sayangnya tidak ada jawaban.

Hatinya mulai berlari kencang menyadari bahwa Jung-kook baru saja hilang.

Ia menoleh ke kiri dan mendapati sebuah ruangan kecil. Harapannya bergantung pada pintu ini, karena ia sudah kesana kemari bahkan menge-check semua kamar untuk keberadaan Jung-kook. Ia membuka pintunya dengan paksa, dan disaat itu juga hatinya tertusuk.

Ia tidak bisa memercayai matanya sendiri. . .

Di depannya terdapat seorang wanita yang mencium Jung-kook, dan tampaknya Jung-kook juga tidak keberatan dicium.

Semua ingatannya kembali menyeruak kembali ke dalam kepalanya sendiri. Soo-jung masih ingat jelas kejadian ini ketika terjadi beberapa bulan yang lalu.

Semua usahanya dalam menyelamatkan hubungannya telah sia-sia.

Jung-kook memang tidak bisa dipercayai.

🌵🌵🌵

Di dalam area dinner, Soo-yeon dan Tae-hyung masih menunggu Soo-jung yang sudah pergi satu jam lebih.

Tae-hyung sambil memandangi tangannya yang memegang erat tangan Soo-yeon tiba-tiba membuka mulutnya, "Soo-jung kemana ya? Sudah satu jam lebih dia—"

Tatapan langsung mereka terlintas pada seorang gadis yang memasuki area dinner dengan mata sayu dan rambut berantakan.

"Soo-jung a!" teriak Soo-yeon panik setelah melihat sosok kakaknya yang menyerupai seseorang diterjang angin puting beliung.

"Let's go home. I'll tell you everything tomorrow, tonight I need a good drink." ujar Soo-jung dengan nada lirih.

Soo-yeon benci sekali setiap kali kakaknya pergi minum sampai pagi, tapi dalam situasi ini ia sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Kakaknya terlihat hancur sekali. Dengan terpaksa, ia mengantarkan kakaknya ke bar terdekat dan menemaninya sepanjang malam.

Ia melihat dengan matanya sendiri, kakaknya hancur sekali. Air matanya tidak berhenti mengalir, teriakannya yang histeris tiap kali ia menyebut nama Jung-kook, rambutnya yang berantakan, dan wajahnya yang terlihat murung pagi harinya.

"Jungs," panggil Soo-yeon sambil menyerahkan sarapan untuk kakaknya yang baru bangun.

Ia cukup tertegun melihat Soo-jung diam begitu saja, ia meletakkan tangannya di dahi Soo-jung dan langsung berlari mencari obat.

Ia kembali ke dalam kamar itu membawa sendok, obat, air minum, kompres, dan blanket tebal.

"Cinta memang sungguh merubah seseorang," pikir Soo-yeon.

Hanya karena kejadian tertentu yang dilakukan Jung-kook, kakaknya sampai jatuh sakit keesokan harinya.

"You really need some rest. I'll ask your secretary to take over for a while. You're feverish." gerutu Soo-yeon sambil meletakkan kompres diatas kepala Soo-jung yang terasa membakar. Ia menyuapkan makanan serta obat untuk Soo-jung sebelum meninggalkannya sendiri di dalam kamarnya untuk istirahat.

Ia berjalan ke bawah dapur untuk menyuci semua piring kotor Soo-jung ketika ia melihat wajah penyebab Soo-jung sakit.

"Kook oppa?" sontak Soo-yeon yang begitu terkejut melihat sosok Jung-kook berdiri di depannya.

"Aku harus berbicara pada Soo-jung. Berikanlah aku sebuah kesempatan," pinta Jung-kook dalam posisi berlutut meminta maaf. Tentunya Soo-yeon yang tidak mengerti apa-apa hanya bisa mengangguk setuju dengan penasaran.

"Memangnya apa yang terjadi pada kalian?" gumam Soo-yeon penasaran. Namun, Jung-kook langsung beralih ke arah kamar Soo-jung tanpa menjawab pertanyaan Soo-yeon.

🌵🌵🌵

Lee Soo-jung

Aku melihat wajahnya di depanku dengan bertanya-tanya. Apakah tidak cukup baginya bahwa aku sudah hancur. Ia menghancurkanku dengan begitu mudahnya, dan ia masih tidak puas? Betapa ingin sekali aku berteriak dan menyuruhnya pergi, namun satupun otot di tubuhku tidak dapat bergerak sesuai kehendakku.

"Maafkan aku Soo-jung a, aku bisa menjelaskan semuanya," ujarnya dengan suara yang ia buat-buat terdengar seperti ia menyesal.

Ketika aku memberikannya ujian di dalam club itu bersama Jimin si mesum, aku pikir ia sudah tobat dengan perilakunya. Namun, sepertinya ia masih belum sepenuhnya pulih dari kondisinya. Ia tidak berubah sedikitpun, malahan ia menyakitiku lebih parah dari sebelumnya.

"Ra-yeon kemarin mencariku dan memintaku untuk menciumnya untuk terakhir kalinya, ia berjanji akan meninggalkanku setelah—"

"Sounds like bull!" balasku dengan suara dingin. Aku sudah muak dengannya. Kali ini, hatiku sudah mulai membencinya. Tidak ada perasaan tersentuh, terkejut, maupun gugup di depannya lagi. Hanya ada satu kata yang bisa menjelaskan isi hatiku, dan itu adalah kebencian.

Meskipun begitu, ia tetap bersikeras menemaniku. Seandainya tubuhku tidak selemah ini aku pasti sudah meninjunya dan menghabisinya. Ia tidak layak menerima semua perasaanku seperti dulu, bagiku sekarang ia hanyalah seorang pembohong. Ia tidak akan merubah pikiranku mengenainya dengan mudah.

Tiga hari berlalu dengannya yang menemaniku dan berpura-pura baik padaku. Pada hari terakhir ini aku memutuskan untuk diam membisu saja. Jika aku membalas perbuatannya, ia malah akan terus mencoba, karena itu aku harus mencari cara lain untuk menghentikannya.

Ia terus mendatangiku dengan bunga, makanan, hadiah, dan semua itu selalu berakhir di tong sampah kantorku. Semua orang disekitarku mengatakan bahwa aku terlalu kejam, termasuk Soo-yeon yang entah kenapa malah berpihak pada Jung-kook.

Ia selalu membelanya dan mengatakan bahwa aku terlalu keji untuk membuang semua barang pemberiannya yang ia dapat dengan susah payah.

Meskipun begitu, aku tidak peduli. Hatiku tidak akan terbuka dengan mudah, dan kali ini sudah aku kunci rapat-rapat dan kubuang kuncinya.

Satu-satunya orang yang menemaniku saat ini hanyalah bodyguard baruku, Camillia Peterson. Hanya ialah yang mengerti perasaanku, mungkin karena kami memiliki watak yang mirip. Ia menyerupai batu, dan aku menyerupai es. Kami sama-sama kerasnya.

"Camillia," kupanggil namanya dan ia langsung menunduk kearahku tanpa mengucapkan apapun, layaknya seorang prajurit sejati.

"Do you think he deserves a chance?" aku tanya itu dengan datar. Anehnya, ia malah memberikanku jawaban yang mengejutkan.

"That depends on you, love isn't something that you can share or ask to others. It depends on two sides, if you think he deserves a chance then he will find a way to appeal to you. But if you decide to shut him down, then he will back down for the sake of you. You may think he's going to hurt you all over again, well that's the reality that you have to accept in order to have him for yourself. He will learn to cherish you if you try to be patient.

"You have to learn to be calmer and softer, being an ice won't help you. Unless you want to be like me, heartless and lonely. Jungs, maybe I'm still new around here, but out of all the people you know, I'm probably the only one who understands your feelings. You always shut yourself down and never try to reach out, you always depend on him to catch you because you had been hurt when you tried to chase him before.

"Trust me, people change. Try to be calmer and wiser in front of him, if you act all cynical and suspicious, one mistake could break you easily. But if you try to be calmer, you won't feel hurt, you'll see that it's common for one to make mistakes."

Ucapannya tidak salah, tetapi mirip dengan peristiwa ketika seorang guru menegurmu ketika kau melakukan kesalahan. Ia mungkin seorang karyawan baru, tetapi dari semua orang diluar sana, hanya ialah yang mengertiku sepenuhnya. Orang sepertinya jarang sekali kutemui, ia cukup istimewa.

Kata-katanya cukup menegurku dengan keras mengenai perilaku-ku yang terlalu perfectionist. Tetapi entah kenapa, dorongan yang awalnya memaksanya untuk terus mengejar Jung-kook telah hilang begitu saja. Apakah ini awal dari kehancuran hubunganku dengannya?

—End of Chapter Twenty : 싸움—

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro