15

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Guyuran air hangat membasahi tubuh Wendy untuk mengumpulkan puing-puing kesadaran juga merutuki kesalahan serta kenikmatan terbesar dalam hidupnya. Dia memejamkan mata, meremas dadanya sendiri seakan ingin meredam jantung yang tak berhenti berdebar-debar. Diraba tengkuk leher, otomatis bulu romanya berdiri karena masih bisa merasakan jejak Bimo berada di sana. 

Sensasi itu kembali bergerombol memenuhi perutnya menciptakan sebuah rasa yang tak dapat didefinisikan. Wendy menengadahkan kepala, menyisir rambut basah yang disiram air dari shower entah harus bagaimana jikalau berhadapan dengan Bimo nanti. Canggung juga malu.

Sungguh tak disangka kalau perjanjian itu akan dilanggar oleh mereka sendiri, khususnya Wendy. Dia tidak bisa menyalahkan Bimo pun tak bisa merutuk godaan terlarang itu. Wendy menelengkan kepala, bibirnya tertarik membentuk sudut miring mengetahui bahwa tidak akan ada manusia yang bertahan jika terjebak dalam situasi seperti kemarin. Sepertinya Wendy memutuskan untuk tidak mengajak Bimo menonton film atau terjebak dalam situasi yang bisa mengundang hasrat membara mereka. Dia berjanji.

Sialnya, sisa gairah panas semalam masih enggan untuk pergi dari tiap pembuluh darah Wendy. Buru-buru dia keluar dari kamar mandi untuk bergegas berangkat ke hotel daripada harus berlama-lama dan nantinya berpapasan dengan Bimo. Tidak! Dia belum siap jika ada pertanyaan atau pernyataan keluar dari bibir lelaki itu terkait kesalahan sekaligus surga dunia yang telah mereka jelajahi. Wendy yakin kebanyakan pria akan bertanya layaknya di film-film seperti 'Aku menyukainya semalam' atau 'Ini kesalahanku' yang diakhiri cumbuan panas lagi. 

Ah, tidak! 

Tapi, kalian sudah menikah dan sah. Apakah itu perlu disebut dosa? Enggak kan?

Sisi lain Wendy bersikeras kalau yang dilakukannya kemarin bukanlah sebuah kesalahan besar sampai harus menghindari suaminya sendiri. Dia menggeleng, tetap saja Wendy merasa seperti sedang menjilati ludah sendiri. Sembari berjinjit dan membuka pelan pintu kamarnya, Wendy mengambil pakaian dari lemari sambil sesekali melihat tubuh telanjang Bimo yang tertutup selimutnya. Dada berotot itu tampak naik-turun sementara ekspresi wajah terlelap Bimo begitu tenang seakan sedang menyelam ke dunia mimpi yang paling indah. Wendy mencebik, mendapati tempat tidurnya sangat berantakan mengingat pergumulan semalam bagai membebaskan sisi liar mereka. 

Kenapa juga mesti di kamarku sih!

Dia memasukkan pouch make up ke dalam tas ransel lalu keluar kamar untuk menyajikan secangkir kopi panas dan toast sebelum pergi sebagai kewajiban seorang istri. Tak lupa menyematkan sebuah catatan kecil di bawah cangkir kopi. 

'Kopinya jangan lupa di minum'

"Oke, singkat saja, enggak usah aneh-aneh," gumam gadis itu lalu bergegas meninggalkan apartemen. 

Ketika pintu utama tertutup, tanpa disadari Wendy, Bimo telah terbangun sejak gadis itu masuk ke kamar untuk mengambil baju. Kemudian dia bangkit, menyapu sekitar kamar yang menjadi saksi bisunya bersama Wendy dalam bermain api. Sambil menggaruk tengkuk leher, dia terkikik geli bersamaan dengan rasa berbunga-bunga yang bermunculan dalam dada. Bimo benar-benar dibuat bodoh dalam semalam, entah apa yang dia katakan nanti kala bertemu istrinya. Selanjutnya, dia berpaling ke sisi kanan di mana kemarin tubuh sang istri terbaring di samping bahkan aroma gadis itu masih tertinggal seakan ingin menggoda Bimo tanpa henti. 

"Aku sudah gila kayaknya," gumam lelaki itu.

### 

Sesampainya di hotel, buru-buru Wendy berganti baju koki lalu berias di depan cermin dan memasang toque untuk menutupi rambut yang sudah dicepol dengan harnet. Begitu memulas lipstik merah, tangannya langsung terhenti dan iris mata cokelat itu mengarah pada garis bibirnya sendiri. Bayangan Bimo memagut bibir Wendy penuh gairah kembali membuat bulu kuduk meremang. Tiba-tiba saja ruangan karyawan terasa dingin hingga gadis itu menggigil merangkul kedua lengan. Perutnya bergejolak seperti ada yang mengaduk-aduk dari dalam dan menggetarkan bawah pusat tubuh Wendy. Dia menepuk-nepuk pipi sekeras mungkin bahwa kejadian seperti itu tak akan terulang. 

Cepat-cepat Wendy keluar ruang karyawan, memilih menyibukkan diri dengan daftar banquet yang harus dikerjakan daripada tenggelam dalam khayalan. Tak sengaja dia berpapasan dengan Bimo ketika masuk ke dapur. Jantungnya serasa berhenti berdetak seketika itu juga. Mata bulat Wendy membesar ingin menggelinding ke lantai memandang wajah Bimo yang dinilai berbeda. Auranya tampak cerah begitu juga janggut tipis yang sepertinya telah dibabat habis. 

Kenapa Mas Bimo jadi ganteng sekarang? batin Wendy.

Bimo berdeham pelan membuat Wendy menundukkan pandangan dan menatap ujung sepatu mereka lalu melewati begitu saja tanpa sepatah kata. Bimo menaikkan alisnya terheran-heran apakah Wendy marah atau salah tingkah. Lagi pula, kemarin adalah kesalahan Bimo sudah berani mengajak gadis itu untuk bermain ke dalam pusaran penuh hasrat. 

"Canggung banget kan," gumam Bimo memandang punggung Wendy. "Gara-gara lagunya Chantal nih! Tahu gitu enggak usah nonton film romance."

Setelah mendapat briefing dari kepala dapur baru kalau pagi ini mereka akan kedatangan tamu VIP dari Jakarta yang menggelar acara di Nusa Dua. Para kru dapur diminta untuk saling bekerja sama mengerahkan tenaga juga pikiran karena dapur D'amore akan dipromosikan ke Malaysia dan Singapura sebagai hotel bintang lima terbaik versi mereka. Ditambah akan ada hari jadi hotel yang diadakan tiga bulan lagi dan petinggi D'amore berencana akan mengadakan acara jamuan makan serta memberi diskon besar untuk menarik tamu dari luar kota maupun luar negeri. Selain itu, ada lomba-lomba sebagai ajang merekatkan hubungan antara pegawai dan petinggi hotel. 

Bimo mengangguk-angguk mendengarkan penjelasan kepala dapur. Kemudian, terlintas sebuah ide dalam kepala mengingat latar belakang dan pengalaman sang head chef tak main-main itu. Chef Teguh pernah menjalani pelatihan sekaligus pendidikan sampai ke Spanyol untuk bisa mempelajari teknik gastronomi molekular di mana makanan dan ilmu kimia menjadi satu di atas piring saji. Dia ingin mengambil hati juga mencuri secuil ilmu dari teknik masak gastronomi yang sangat diidamkannya. Maka bisa disebut sebagai sambil menyelam minum air kan?

Selesai menerima briefing, Bimo mengekori eksekutif chef untuk mengajukan ide itu sekaligus meminta menambahkan menu makanan ala gastronomi molekular sebagai menu VIP yang tersedia untuk tamu yang ingin merasakan sensasi berbeda dalam menikmati makanan sekaligus menambah pemasukan hotel. Nantinya, Bimo ingin kreasi menu ini bisa berubah-ubah sesuai tema seperti tema valentine, horor, hingga tema tradisional sehingga pengunjung yang merogoh kocek dalam tidak merasa rugi.

Begitu masuk ke ruang kepala dapur yang jadi satu dengan ruangannya, Bimo disambut baik. Teguh, nama atasan yang menjadi penguasa dapur itu menyilakan Bimo duduk. Kemudian sang sous chef melontarkan ide-idenya yang didengarkan serius oleh Teguh. 

"Untuk menu ini sendiri, saya berpikir kalau sebaiknya kita buat sistem reservasi sehingga teman-teman tak perlu kewalahan untuk menyiapkan sajiannya, Chef, bagaimana?"

"Boleh, bagus juga idemu, Bim," puji Teguh. "Kemarin saya sempat kepikiran juga sih, tapi belum sempat ngomong sama kamu buat diskusi karena banyak yang harus saya pelajari di sini."

"Nanti, pelaksanaanya bisa Chef Teguh dulu yang memperagakan agar teman-teman bisa paham apa yang dikerjakan," sambung Bimo. "Karena jujur saja, selama kami bekerja di sini belum ada koki yang punya pengalaman seperti Chef Teguh."

"Iya, nanti bisa diatur sama Lucy juga ya. Saya mau-mau aja memperagakan teknik masak gastronomi," kata Teguh.

"Baik, terima kasih banyak, Chef."

###

"Kurang kalis sedikit nih," komentar Wendy melihat adonan untuk membuat donat dalam mesin mixer. "Kamu ulenin dikit lagi aja ya, kalau kelamaan bisa lengket adonannya."

"Baik, Mbak Wen," ucap cook helper.

"Mbak Wen," panggil Astrid ketika mengambil roti yang sudah matang dari pemanggang. Dia meletakkan loyang berisi croissant itu di atas meja steinless lalu menunjuk Bimo dengan dagu lancipnya. "Tuh, Mas Bimo ngelirik ke sini terus loh!" bisik gadis itu.

"Hah!"

Otomatis Wendy mengikuti arah pandang Astrid dan membeliak bertemu tatap dengan suaminya itu. Irama jantung yang tadinya sudah normal dan baik-baik saja kini berpacu kembali seakan di depan gadis itu sesosok monster menakutkan yang akan melahapnya bulat-bulat. Seketika Wendy menunduk dan menghampiri pemanggang berpura-pura mengambil loyang lain dari dalam sana untuk menutupi betapa gugup dirinya sekarang.

Sekalipun berusaha melupakan, tetap saja pesona Bimo terlalu kuat dalam pikiran Wendy. Baru pertama kali ini kepalanya serasa dihipnotis padahal kejadian itu sudah berlalu hampir dua belas jam lamanya. Perut Wendy seperti digelitiki dari dalam tembus ke tulang belakang menyisakan sensasi aneh yang tidak dapat didefinisikan. Tunggu! Mana mungkin Wendy mulai suka dengan Bimo?

Masa iya karena bercinta aku bisa suka sama dia?

"Aneh-aneh aja," gumam Wendy.

"Siapa yang aneh?" suara berat Bimo mendadak muncul di belakang Wendy.

Gadis itu berjingkat kaget hampir menjatuhkan loyang berisi croissant yang baru saja matang. Wendy menaruh loyang itu di atas meja kemudian berbalik menatap Bimo tak suka yang menelusuk masuk tanpa ijin.

"Ada yang pengen aku bicarakan nanti," kata Bimo terdengar pelan namun tegas.

"Kenapa? Masalah kemarin?" tutur Wendy menimbulkan raut kemerahan di wajah Bimo.

Lelaki itu menggeleng dan berdeham. "Bu-bukan. Masalah lain."

Tak melanjutkan percakapan, Bimo langsung pergi begitu saja membuat Wendy dirundung banyak pertanyaan. Dia mencebik pelan seraya melempar tatapan sinis ke arah suaminya. Padahal dia masih bisa mengajak bicara di rumah, kenapa harus di sini? Di mana banyak orang yang berubah menjadi CCTV?

"Kenapa, Mbak?" tanya Astrid penasaran. "Kemarin kalian bertengkar ya?"

"Eh? E-enggak."

"Tapi, kenapa Mas Bimo kayak salting gitu sih? Enggak biasanya."

Wendy memutar bola mata. "Sudah jangan urusin orang lain."

Apa yang pengen dia omongin ya?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro