17

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hei, lagi apa, Wen?" tanya Bimo seraya membawa dua cangkir teh hangat ketika Wendy tengah duduk di balkon sambil menulis sesuatu. "Aku udah nyiapin makan malam kok belum dimakan?"

Wendy mendongak dan membantu Bimo meletakkan cangkir itu di atas meja bundar berpelitur cokelat mengilap yang terbuat dari bahan kayu jati. Menghirup sejenak aroma teh chammomile yang diberi irisan lemon sebagai penambah imun tubuh lantas berkata, "Makasih. Iya, nanti juga aku makan, Mas."

"Bikin apa sih? Serius banget." Bimo melongok untuk melihat apa yang sedang ditulis oleh istrinya di atas buku catatan.

Wendy menunjukkan buku catatannya yang berisi tulisan mengenai ide dessert yang kiranya cocok untuk perayaan ulang tahun hotel. Bimo menerimanya dan membaca deret ide resep hidang penutup kontinental serta ada desain kue setinggi setengah meter sebagai acara puncak. Pasti chef Teguh sudah menyuruh Wendy, pikir Bimo. Bisa dilihat kalau rancangan kue itu membentuk bangunan hotel D'amore berupa setengah lingkaran dengan ikon patung lumba-lumba di tengahnya. Tantangan terbesar bagi setiap pastry chef seperti Wendy karena tidak bisa sehari memikirkan konsep seperti ini.

"Gimana menurut kamu, Mas? Aku bingung bikin temanya, masa kontinental lagi?" keluh Wendy sambil mengerucutkan mulut. "Kalau kuenya sih udah fix, tinggal hidangan buat tamu sama kita. Kata chef Teguh aku diminta bikin sajian yang unik tapi enggak menguras banyak waktu dan bahan."

"Kenapa enggak bikin konsep jadul aja? Sekarang kue-kue jadul juga jarang ditemui kan? Kalau pun ada, kita cuma nemuin kue itu di pasar, Wen," ujar Bimo mengembalikan buku catatan itu kepada Wendy lalu meraih cangkir dan menyesapnya pelan. "Atau ... kue jadul Eropa aja kayak kue sus atau stroopwaffles bisa juga prol tape. Itu kan enggak memakan banyak waktu, bahan, juga tenaga. Kalau enggak salah bulan November nanti banyak anak magang, kita bisa terbantu sama mereka kalau kamu khawatir kekurangan tenaga."

"Oh iya, bener juga," kata Wendy dengan mata berbinar. "Kalau Mas Bim, mau bikin apa nanti?"

"Masih sebatas konsep sih tapi udah disetujui sama chef Teguh. Dia kan lulusan gastronomi molekular, aku pengen restoran D'amore merilis menu khusus VIP sekalian ambil ilmu dari beliau juga, lumayan kan?" Bimo menaruh cangkir lalu menyingkirkan helai rambut Wendy ke belakang telinga. Dia melihat ada karet rambut di pergelangan tangan kanan istrinya. Sontak saja, Bimo melepaskan karet itu dan mengikat rambut sebahu Wendy.

"Aduh, Mas Bim, aku bisa ikat sendiri tahu," ucap Wendy berusaha mengelak tapi Bimo menepis tangannya.

"Aku lihatnya gemes rambutmu nutupi wajah terus, Wen," protes Bimo lalu pandangan matanya tertuju pada leher jenjang Wendy. Beberapa detik, dia menelan ludah ingin mencium sebentar titik sensitif istrinya. Dia menggeleng keras membuyarkan pikiran mesum yang seenaknya masuk ke dalam kepala. Selesai, dia merapikan anak rambut Wendy yang terlihat memesona di mata. "Udah malam, lebih baik masuk aja daripada kedinginan kamu."

"Masih jam tujuh," tolak Wendy tersipu dan tidak berani memandang iris mata Bimo. "Ka-kamu masuk dulu aja," pintanya terbata-bata.

Bimo menggeleng sambil terkekeh menyiratkan kalau enggan meninggalkan istrinya sendirian di balkon yang sudah menjadi tempat favorit mereka bertukar pikiran. Alhasil, Bimo memilih membuka ponsel untuk bermain game sebentar untuk melepas suntuk membiarkan Wendy kembali fokus menyusun buah pikiran yang diberikannya.

Sementara itu, Wendy terpikir beberapa kue ala bangsa Eropa tempo dulu. Dia tersenyum lebar lalu menuangkannya ke dalam buku sebelum lupa. Wendy sudah membayangkan kalau kue-kue yang disajikan akan membawa para tamu maupun karyawan yang merayakan ulang tahun D'amore dibawa ke masa lampau melalui gigitan-gigitan hidangan penutup buatannya. Dia merumuskan lima menu seperti poffertjes keju--hidangan dari Belanda yang mirip panekuk tapi lebih kecil dan manis, prol tape nanas, pastry baling-baling, muffin, kue sus, hingga dutch oliebollen--kue tradisional Belanda yang mirip roti goreng dan diberi taburan gula halus. Tanpa mengubah resep utama, Wendy akan memodifikasi sedikit kelima menu tersebut sesuai imajinasi dan pengalamannya dalam membuat pastry. Semuanya akan tampak manis dalam sekali gigit dan tak sabar menunjukkannya kepada para tamu nanti.

Meski perayaan hotel D'amore masih dua bulan lagi dan terkesan mudah, pihak staf D'amore dari yang paling bawah sampai paling atas tidak mau terburu-buru demi menyajikan sesuatu yang terbaik. Biasanya acara akan diadakan tiga hari dengan berbagai agenda termasuk lomba untuk mempererat hubungan karyawan dan atasan, makan dan doa bersama, sampai menerbangkan lampion-lampion di pinggir pantai bersama tamu.

Sejurus kemudian, Wendy teringat dengan perayaan tahun lalu yang membekas di benaknya. Ada seorang laki-laki bule melamar dambaan hati tepat setelah lampion beterbangan ke angkasa menghiasi gelapnya malam ditambah taburan bunga mawar yang disediakan oleh pihak hotel. Tentu saja lamaran manis itu langsung diterima oleh perempuan beruntung yang mendapat perlakuan romantis dari sang kekasih. Hati Wendy tergelitik membayangkan andaikan posisi itu adalah dirinya sendiri, pasti banyak orang yang akan menertawakan Wendy karena dia sendiri bukan penyuka kejutan seperti itu.

"Kenapa kamu senyum-senyum gitu?" tanya Bimo mengamati wajah istrinya sambil menopang dagu dengan tangan kanan dan mengakhiri game online di ponsel. "Kok aku enggak diajak sih?" godanya lagi.

"Enggak apa-apa. Mas Bimo masih ingat enggak sih perayaan hotel tahun lalu ada cowok melamar ceweknya selepas lampion dilepaskan?" tanya Wendy menutup catatan itu dan diletakkan di atas meja kemudian meraih cangkir teh yang mulai tak panas lagi. Disesap sejenak teh buatan Bimo yang terasa menghangatkan serta manis asamnya terasa di lidah.

Bimo terdiam beberapa saat lalu mengangguk. "Ingat. Anak-anak sampai heboh banget kan waktu itu? Kenapa emangnya?"

"Ya lucu aja, geli kalau lihat kayak gitu, Mas. Aneh."

Bimo terkekeh tak habis pikir dengan isi kepala Wendy yang tak bisa ditebak. "Padahal biasanya cewek malah lebih suka dikasih kejutan manis kayak gitu. Atau kamu pengennya ada seseorang masukkin cincin di minuman?"

Wendy tertawa terbahak-bahak. "Enggak ah, bahaya. Udah klise, Mas."

"Terus?" Bimo makin penasaran apa yang sebenarnya diinginkan gadis di sampingnya ini. Padahal perempuan lain akan langsung meleleh jika lelakinya melakukan kejutan seperti itu.

"Lihat sunset," jawab Wendy. "Cukup lihat sunset berdua tanpa orang lain terus ... deep talk masalah rencana dan visi-misi buat masa depan."

"Kenapa harus sunset?" tanya Bimo ingin tahu kenapa Wendy selalu menyukai matahari terbenam. Bahkan semenjak pindah ke sini, diam-diam Bimo mengamati kebiasaan Wendy selalu duduk di balkon untuk mengabadikan momen sang surya tergelincir di ujung lautan. "Bukannya sunrise lebih bagus?"

"Karena kalau sunset itu seperti mengaramkan semua hal buruk yang terjadi semua manusia. Lalu menengadah ke langit melihat cahaya rembulan yang mengisyaratkan kalau hari esok masih ada dan lebih baik dari hari ini," terang Wendy mendongak ke arah langit bertabur kerlap-kerlip bintang lalu menepuk pundak Bimo. "Makanya jadi cowok harus tegas, move on karena masih ada cewek yang lebih baik dari masa lalu Mas Bimo."

"Eh, kok nyambungnya malah ke situ?" Bimo salah tingkah.

"Iyalah, orang Mas Bimo bucin banget. Cinta boleh, bodoh jangan," titah Wendy seolah paling paham dengan masalah percintaan padahal dirinya juga belum tentu bisa setegar apa yang diucapkan. Kata orang patah hati adalah fase melepaskan seseorang paling menyakitkan dan tidak bisa sembuh sehari dua hari. Butuh waktu lama untuk mengembalikan retaknya hati yang terlanjur hancur berkeping-keping walau menyisakan bekas yang tidak bisa hilang seumur hidup.

"Iya ... makasih udah ngingetin aku," kata Bimo tulus. "Tapi, untuk saat ini kan adanya kamu, Wen. Jadi?"

"Apanya?" kini Wendy tampak salah tingkah.

Sebelum menanggapi ucapan sang istri, tak berapa lama ponsel Bimo berdering dari dalam kamar. Buru-buru lelaki itu menghampiri benda kotak yang masih melantunkan lagu Attention milik Charlie Puth sebagai salah satu lagu favorit Bimo. Dia mengernyit beberapa detik mendapati sebuah nomor asing di layar gawai lantas melihat jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam lewat dua puluh menit. Siapa pula yang telepon di jam-jam seperti ini? Apakah itu dari kru dapur atau yang lain?

Ragu, akhirnya Bimo menjawab panggilan itu. "Halo?"

"Halo ... Mas Bimo?"

Seketika itu pula jantung Bimo serasa lepas mendengar suara yang sudah lama tak didengarnya.

Risya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro