29

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hah ...."

"Lelah, ya?"

Aku tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan gadis itu. Setidaknya wajahku dan helaan nafas tadi sudah memberikan jawaban atas pertanyaannya. Aku hanya berbaring di rerumputan dan memandang awan yang menggantung.

"Guru terlalu kejam, ya."

Gadis itu berujar. Ia mengambil kerikil dan melemparkannya ke dalam kolam, membuat dua kali pantulan di air sebelum si kerikil tenggelam. "Tapi ya ... mencapai tempat tertinggi memang menyulitkan. Untuk mendapat gelar abadi saja, semua harus melalui ujian surgawi."

Aku terdiam. Masih memandang langit dan sesekali melirik gadis itu yang terus melemparkan batu kearah kolam. 

"Kau ... kenapa ingin menjadi abadi?"

"Hm?"

"Lupakan." Aku berguling ke samping, memunggungi si gadis yang terdengar merutuk dan merajuk. Tanpa melihatnya, aku tahu jika Shimei ku itu tengah menggembungkan pipinya.

Suara pantulan kembali terdengar dari kolam. Sepertinya ia berhenti merajuk dan kembali bermain dengan kerikil dan mana nya. Biarkan, setidaknya ia tidak sampai merajuk dan tidak mau makan. Ah ... itu hanya kenangan lama saat aku meninggalkannya sendirian di pavilium teratai.

"Shijie sendiri ...." Perkataannya menggantung, membuatku yang semula memejamkan mata, kini tersadar. Cukup lama, hingga gadis itu kembali bersuara. "Shijie sendiri, kenapa mau menjadi abadi? Kenapa masuk ke perguruan ini ...?"

Aku berbalik dan menatap adik seperguruanku yang kini menatapku balik. "Maksudmu?"

"Umn ... perguruan seperti ini selalu identik dengan para pria. Sementara kita para wanita, pasti jarang mengejar hal ini.Karena itu, apa alasan Shijie  ingin mencapai tempat tertinggi?"

"Menjadi kaya." Aku menjawab sekenanya dan kembali berbalik, memunggunginya.

"Ah?! Shijie jangan bercanda. Adik ini bertanya dengan sungguh-sungguh." Tubuhku mulai diguncang olehnya. Sementara aku hanya pura-pura memejamkan mata dan mengabaikannya.

"Shimei ini sendiri tidak mau memberitahukan alasanannya. Untuk apa aku memberitahukan alasanku? Kita setimpal, Shimei." Aku bangkit dari posisi berbaring, membuat si gadis berhenti mengguncang tubuhku.

"Humph! Baiklah, adik katakan." Ia memposisikan dirinya duduk di sampingku. Dengan kerikil lain yang ia genggam, ia mulai berbicara, "Adik ingin diakui. Paman tidak mau mengakui Adik , bahkan menyalahkan kehilangan A-die dan A-niang pada Adik. Karena itu Adik mau belajar banyak, mencari kembali A-die dan A-niang dan hidup bahagia!"

Aku hanya menatap hasil lemparan gadis itu. Lima pantulan sebelum akhirnya tenggelam. Bukankah ia menggunakan terlalu banyak mana?

"Seperti kisah dongeng saja."

"Adik akan mewujudkan kisah dongeng itu!"

Yah biarlah. Apapun asal adik seperguruannya ini merasa senang. Dapat kurasakan ia mendekat, duduk bergeser dan merapat padaku. Aku hanya memberikan tatapan tajam, berbanding dengan cengiran yang keluar dari bibirnya.

"Shijie, sekarang giliran Shijie yang bercerita!"

Aku menghela nafas. Kuambil satu kerikil dan melempar-lemparkannya ke udara.

"Hanya balas dendam."

"Eh?"

Aku melempar kerikir ke kolam, menciptakan pantulan sebelum tenggelam. "Keluargaku dibunuh dan aku hanya ingin mencapai tempat tertinggi untuk membalaskan dendam. Setidaknya aku ingin mengambil kembali kepala A-die ku yang dibawa oleh mereka."

Hening, hanya suara air kolam dan hembusan angin yang terdengar. Shimei tidak memberikan komentar sama sekali. Hanya tangannya yang melingkari lenganku, memeluk lenganku dengan kuat.

"Bukankah lebih cepat jika ke bawah dibanding ke atas?"

Aku hanya diam, menatap adik seperguruanku yang mengatakan hal demikian. "Maksudmu?"

***

Detailed :
✓drabble challenge
✓495 kata
✓Keywords : “ (none) ”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro