2. Aki

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seorang anak lelaki dengan kaos oblong dan celana boxernya sedang setengah berbaring di kasur kamarnya. Smartphone-nya diusap keatas terus-menerus, mencari video yang lucu. Menghabiskan waktu dengan scrolling tiktok memang tidak produktif, tapi mau bagaimana lagi, hanya itu yang terpikir.

Jarinya terhenti di sebuah video tiktok. Sketsa komedi sederhana tentang masa depan dimana dunia dilanda zombie apocalypse karena virus corona. Tertawa tak terelakkan, teringat lagi masa-masa itu. Ini sudah setahun sejak PPKM dihilangkan.

Dia scroll lagi dan berhenti di video tentang fresh graduate. Mengingatkan lagi wisuda SMA-nya pada seminggu yang lalu.

"Akhirnya bebas, tapi aku di masa depan ngerasa apa ya?" Gumamnya.

Ditengah lamunannya, sesuatu yang janggal terjadi. Dia sudah mengalami banyak keanehan dunia, tapi yang ini melebihi semuanya. Tetiba saja bola warna-warni muncul di tengah kamar.

Lelaki itu terkaget dan melempar dirinya sendiri kebelakang, berusaha menjauh sejauh-jauhnya. Tangannya bergetar, smartphone-nya jatuh pun tak peduli. Namun bola aneka warna yang awalnya sebesar bola tenis, makin lama semakin membesar dan berhenti.

Jantungnya semakin berdetak ketakutan. Sayangnya, hal ini akan lebih aneh lagi. Benda-benda mulai tertarik, salah satunya adalah smartphone yang terjatuh tadi. Lelaki mencoba mengambilnya, namun terpeleset.

Dia terjatuh dari kasur dan masuk ke bola warna-warni itu. Kilatan warna menyilaukan pandangannya. Matanya sengaja ditutup dengan kuat, bahkan dibantu tangan yang menutupi.

Indra penglihatan memang hanya hitam, namun indra lainnya menyadari sesuatu. Akhirnya lelaki itu membuka matanya. Namun begitu kagetnya dia sampai terjungkal kebelakang.

Gedung-gedung futuristik melangit. Kendaraan yang tidak pernah ia lihat, berjalan seperti 'tak biasa. Trotoar yang dia pijaki sangat luas, kurang lebih 3 meter. Para pejalan kaki dengan pakaian aneh, menatap asing padanya.

Lelaki itu terdiam untuk sekejap dan melihat di belakangnya. Suatu kawasan yang sangat sepi, cocok untuk menjerumuskan pikirannya.

***

"Oh, jadi ini di masa depan dan kamu itu cucuku?" tanya Pandu. Ini rasanya sudah pertanyaan ke seribu, tapi Sry tetap menanggapi.

Karena hari semakin gelap, mereka terduduk di dekat pohon pemakaman. Pohon itu memancarkan cahaya terang dan indah dari lampu lampu kecil yang menggantung.

Kebanyakan makam menyala dengan lampu neon yang ada di nisan. Ditambah dengan cahaya dari gedung-gedung di sekelilingnya, pemakaman ini tak menakutkan, malah indah.

"Iya, tapi kenapa bisa gitu, ya?" Sry menggaruk kepalanya yabg semakin gatal karena stres berpikir. Semakin kuat menggaruk dan tiba-tiba berhenti. Seperti ada lampu yang menyala di atas kepalanya. "Mungkin perhitungan super posisi-ku ..., jadi Aki yang ini ...."

"Jadi apa?"

Sry memperbaiki posisi duduknya, agar mudah menjelaskan. "Aki, sebenarnya ini bukan sepenuhnya masa depan Aki. Dunia yang aki liat sekarang ..., aduh gimana jelasinnya-"

"Multiverse? Kamu tadi bilang soal super posisi dan dunia ini bukan sepenuhnya masa depanku. Ini cuma salah satu dari miliyaran kemungkinan masa depanku." Pandu menjelaskannya seperti detektif yang memecahkan kasus.

"Kok tau?"

"Aku nonton Avengers End Game. Oh ya, kalo kamu cucuku, aku versi dunia ini ada dimana?"

"Soal itu sih ...," Sry menggantungkan jawabannya. Bibirnya tak bisa terbuka lagi. Kepalanya menunduk. Matanya melirik ke kanan, seolah menunjuk.

Pandu yang penasaran, mengikuti tatapan Sry. Ada sebuah makam yang beda dan mencolok. Lebih baru daripada yabg lain. Kakinya berjalan tidak konstan sampai akhirnya berhenti saat membaca nama di nisan.

"Oh, gitu ya. Baguslah, aku gak harus berantem sama diri sendiri, kayak Captain America." Mata Pandu berkaca-kaca.

Sry memegang pundak kakeknya, mencoba menenangkan. Walaupun itu kakeknya, tapi Sry lebih tua. Agak sulit dijelaskan memang.

"Kita ke rumah aja yuk, Ki," ajak Sry.

Pandu menyeka air matanya. Dia menatap Sry dan makam dirinya secara bergantian. Kepalanya kemudian mengangguk.

"Aku akan menjaganya untukmu, diriku," katanya pada batu nisan.

"Gak usah, aku udah 25 tahun, kamu KTP aja belum punya kayaknya," bantah Sry.

"Aku udah 18 tahun, jaga omonganmu, sopan ke orang tua," marah Pandu.

"Kamu bukan dari dimensi ini, secara teknis kamu bukan Aki, Aki yang sebenarnya udah mati."

"Semua itu tergantung mindset. Sudut pandangmu salah."

"Terserah, kita harus ke rumah, cepat!"

Sry dan Pandu ke parkiran area pemakaman. Alangkah terkejutnya Pandu melihat kendaraan Cucunya.

"Apa ini?" tanya Pandu.

"Kamu gak tau motobil, gabungan dari motor dan mobil?"

Bentuknya seperti mobil karena beroda empat, namun pipih dan memiliki stang sebagai pengemudi seperti motor. Hanya ada dua kursi bersebelahan, dibelakangnya terdapat garasi yang cukup untuk barang bawaan.

"Lebih mirip bajaj futuristik," sindir Pandu.

Motobil putih milik Sry membuka pintu gesernya ketika tangan mpunya bersentuhan dengan gagang pintu. Perempuan itu masuk dengan santai, namun Pandu tetap lambat, dia ingin merasakan sensasi masuk ke kendaraan masa depan itu.

"Selamat datang Candy dan temanya. Mau kemana kalian hari ini?" Suara lelaki terdengar ketika Pandu duduk di sebelah Sry dan pintu tertutup.

"Rumah," jawab Sry. Tangannya memasukkan smartphone ke sebuah kotak yang dekat dengan stang.

Tetiba saja muncul monitor virtual di depan mereka. Memperlihatkan maps dengan berbagai rute dan warnanya. "Parkiran dekat rumah berpotensi penuh. Mau cari yang lain?"

Otak Sry yang berpikir, namun beberapa detik kemudian perut kakeknya berbunyi. Namun itu bukan halangan bagi skill problem solving-nya.

"Pilih rute ke parkiran alternatif yang melewati restoran dan toko elektronik," perintah Sry dengan nada datar.

Sesaat setelahnya maps hanya menampilkan satu rute. Agak memutar, tapi itu membuat Pandu senang. Dia bisa lebih lama di jalanan masa depan.

Berbagai rute warna-warni itu menghilang dan meninggalkan rute berwarna biru. Lalu muncul segitiga navigasi pada kaca mobil, seolah-olah segitiga itu benar-benar melayang di atas jalanan.

"Anjay, keren. Kayak di film barat-"

"Heh, hati-hati kalau ngomong 'barat', itu udah termasuk kata rasis, bahkan bisa dicap ekstrimis," nasihat Sry.

"Apaan, sih. Makin hari makin gak bebas berkata-kata. Aneh banget masyarakat," gerutu Pandu

***

Seorang wanita berseragam militer melihat tegas ke arah monitor besar. Monitor itu memperlihatkan beragam ruangan, namun dia fokus pada ruang super collider.

Beberapa jam yang lalu, seseorang berlari dari sana dan super collider meledak. Wanita berseragam itu mengepalkan tangan.

Orang-orang dengan jubah saintis dan satu orang bertuxedo, menunduk di belakangnya. Menyucurkan keringat sebesar biji jagung.

"Bungul banar (Bodoh sekali)!" Teriak si wanita berseragam pada mereka.

"...." Mereka terdiam seribu bahasa. Bersiap dengan kemungkinan terburuk sembari mengumpat pada orang berada di monitor.

"Saya dipercaya oleh Presiden untuk bertanggung jawab atas semua projek rahasia, dan ini balasan yang saya terima?" Teriaknya lagi, namun kali ini dua kali lebih keras.

Ketukan pintu konstan memecah kengerian suasana.

"Masuk," kata si wanita.

Pintu terbuka. Seseorang lelaki dengan seragam militer yang hampir sama degan si wanita, berjalan pelan tegas kearahnya. "Lapor, pasukan sudah siap, siap menunggu perintah."

Wanita itu menghela nafas dalam dan mengeluarkannya dengan tegas. "Bawa perempuan bernama Sry ini kehadapan saya, hidup-hidup."

Bersambung


"Bungul banar" adalah kata umpatan bahasa banjar yang berarti "bodoh sekali"
Terima kasih mezuo_ & Aesyzen-x yang sudah mengajarkan kata terlarang itu.

Hadehhh agak berat nulis ini sebenarnya.

Tema keluarga + scifi + agak drama + agak action + menyindir kondisi sosial masyarakat = mabok.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro