4. Tujuan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Gimana kalau Aki kuserahkan?" gumam Sry.

Maka Sry akan menjadi orang pertama yang membuktikan multiverse itu ada. Dia akan menjadi pemimpin dari sebuah proyek besar yang akan merevolusi dunia. Penganggaran Nobel ada di depan matanya. Yang berarti cita-citanya akan terwujud.

"Ini ading, totalnya 5 ribu rupiah, tapi diskon deh jadi 3 ribu karena ading manis banar." Indahnya lamunan Sry dipecahkan oleh si pekerja.

"Tidak sudi aku menerima diskon." Sry mengetik 5000 di mbanking, menempelkan kode QR-nya sampai bunyi bell, tanda transaksi selesai. 

Dengan cepat Sry menyambar belanjaan elektroniknya dan berjalan ke Motobil. Setiap langkah rasanya adalah jalan pintas menuju Nobel. Disandingkan dengan Albert Einsten, dan kawan-kawannya.

"Hey, kamu sadar gak, sih, ada yang melotot ke kita?" bisik-bisik orang sembarang yang melewati Sry.

"Apaan sih risih."

"Aduh aku takut, pergi yuk."

"Semua cowok sama aja, perempuan cantik dikit langsung dirilik."

Semakin banyak bisikan membuat Sry khawatir. Semua matanya sama persis, memicing ke satu tempat. Motobil tempat Pandu berada.

Laju cepat ia langsung berlari, memegang knop pintunya yang meng-scan sidik jari, lalu terbuka. Ternyata Pandu sedang melihat ke seberang jendela. Memandang seksama baju-baju aneh masa depan. Ada yang keren seperti glow in the dark, bahkan aneh yang lubang lengannya ada empat.

"Kau ngapain sih?" bentak Sry.

"Baju-bajunya kayak Citayam Fashion Week masa depan." teriaknya girang.

"Sudahlah, yuk, jalan."

Sry duduk, memasukkan smartphone-nya ke tabung, menyalakan monitor di kaca motobil. Namun, ada yang aneh, banyak sekali tab aplikasi yang terbuka.

"Tadi kamu ngutak-ngatik, ya?" Sry panik.

"Enggak kok, cuma liat-liat sedikit. Sumpah aku gak buka dating apps Pandora Match dan sewa pacar Cupid Calling."

"Ih, itu, kan, privasi aku. ada yang lain yang harus kamu omongin lagi?"

"Enggak, cuma itu."

Sry bisa bernafas lega. Dia menyalakan mesin motobil. Kendaraan itu bercahaya lampunya, tanpa ada getaran, suara, dan abu knalpot yang keluar. Wajar saja, energinya diambil dari listrik menggunakan sistem baterai dan panel surya di atap.

Karena kakeknya membuatnya malu berturut-turut, niat untuk menyerahkannya semakin mantap. Akhirnya dia lepas dari beban.

"Tadi kamu match sama orang," celetuk Pandu.

Gas langsung ditancapkan. Semakin detik berjalan, semakin bulat nekatnya. Tujuannya sekarang adalah kantor.

"Woi. Sry santai dong. Cepat tapi nabrak apa gunanya?"

Pikiran wanita itu tiba-tiba teringat sesuatu. Tentang masa lalu dan dialog-dialognya dengan kakeknya. "Jangan cepat-cepat makannya, nanti tersedak. Nikmati rasa gurihnya, manisnya, dagingnya. Pasti jadi dua kali lebih enak." Ucap kakeknya sepuluh tahun yang lalu.

Sry membanting setangnya ke pinggir jalan dan parkir dengan kasar. Kepala pandu sampai hampir menabrak kaca saking besarnya gaya dorong. Bahkan empat-lima klakson terdengar.

"Oi, sudah dibilang—"

"Kau mau berapa lama di sini?" Tanya Sry tiba-tiba.

"... Meskipun di sini keren, tapi aku ingin tetap ke asalku. Emak—neneknya kakekmu ini—lagi stroke. Gara-gara tadi aku lihat makamku sendiri ..., aku teringat belum minta maaf ke dia."

Tetiba saja dinginnya malam terasa menusuk. Bukan ke kulit, tapi hati. Teringat pula Sry membuat surat untuk kakeknya yang tiada, sebuah kata-kata yang sembilan puluh persennya adalah penyesalan. Masih sangat hangat dan tersimpan rapi di kantung celananya.

"Gimana caranya kau pulang?" gumam Sry.

"Entah, aku juga ke sini random banget tiba-tiba masuk blackhole warna-warni."

"Black hole, dari namanya sudah 'black', masa warna-warni. Mungkin itu wormhole dari ...."

Hening. Sry tak melanjutkan dialognya. Untuk kesekian kalinya dia teringat sesuatu.

"Komputer, beri aku rute ke Bandung dan cara tercepat untuk sampai." Perintah Sry.

Suara pria robot menjawab, "Baiklah Candy. Kamu bisa naik kereta cepat Nusantara-Banjarbaru 10 menit, lalu naik perahu cepat ke Surabaya 62 menit, dan dari sana naik kereta cepat Surabaya-Semarang-Bandung 48 menit. Totalnya 120 menit atau 2 jam."

Peta tergambar lagi di kaca depan motobil, hanya saja sekarang skalanya jauh lebih besar. Satu negara terlihat, tapi hanya berfokus ke Pulau Kalimantan dan Pulau Jawa. Garis biru dari IKN Nusantara ke Kota Bandung, tidak lurus sempurna membentuk seperti L terbalik, dengan ujung yang menurun ke bawah.

"Pesan tiketnya, jadwal yang paling cepat dari sekarang."

"Tunggu, kenapa kita—"

"Sst, kau mau pulang kan?"

"...." Pandu terdiam, bingung. Namun, kepalanya mengangguk pelan.

Suara pria robot itu muncul lagi, "Tiket sudah kuatur, silakan konfirmasi, Candy." Sebuah pop up muncul di kaca depan Motobil bertuliskan 'Apakah anda ingin—

Sebelum selesai membacanya, Sry sudah menekan tombol 'ya' di bawah pop up.

"Aku jelaskan saat jalan," ujarnya.

"Jadwal Kereta Cepat Sat Set dengan tujuan Banjarbaru akan berangkat dalam 30 menit lagi, cepatlah Candy," kata si robot.

"Sat set?" Pandu kebingungan.

"Nama keretanya," jawab Sry tanpa menoleh.

"Hah, kok bisa—"

"Presiden yang beri nama."

"... Oh, kemarin Whoost, sekarang ini. Aku enggak paham selera penamaan Presiden."

Motobil dijalankan lagi. Mereka masuk ke jalan raya yang ramai, untungnya tidak macet. Beberapa menit Sry mengemudi sebuah drone muncul di atasnya. Tumben sekali ada yang bermain drone.

Wanita itu melihat peta rute di sudut kaca. Di depannya ada belokan ke jalan kecil, seukuran satu mobil besar. Sry membelokkan motobilnya walaupun itu bukan rute dalam maps. Benar saja firasat Sry, drone itu berbelok juga.

"Sial, mereka sudah tau posisi kita," umpatnya.

***

Seorang wanita berambut pendek, berkacamata, dengan baju militer berdiri di depan makam. Jarinya melihat-lihat tabung kaca kecil berisi sehelai rambut. Setelahnya perhatian berbalik pada makam bertuliskan "Pandu Nur Alam."

Melodi berbunyi dari ujung gagang smartglasses. Memang terdapat speaker kecil di sana. Jarinya mengetuk-ngetuk sudut smartglasses dan panggilan telepon pun terjawab.

Dari sumber suara yang sama, seorang wanita penuh wibawa terdengar, "Bu Savira, saya percayakan proyek ini dan seantero jaringan negara pada Ibu. Jadi jangan buat saya menyesal dan bereskan masalah ini secepat dan seoptimal mungkin."

"Maafkan saya Ibu Presiden, saya janji tidak akan membuat Ibu menyesal. Saya akan—"

Presiden menutup teleponnya sebelah pihak. Membuat wanita militer itu geram dan menyalakan diri sendiri. Namun bawahannya datang mengalihkan perhatian.

"Lapor, target sudah ditemukan dan dia bersama subjek tidak dikenal. Seperti anak 18 tahun."

"Ikuti, pancing ke tempat sepi, dan sergap mereka. Hiraukan segala administrasi dan aturan yang kalian pakai selama ini. Jalankan protokol Khrisna."

"Siap." Lantas dia pergi.

Arah pandangan Savira kembali terfokus ke makam Pandu. Mengingat informasi tentang seorang anak dengan Sry. Detik itu pula dia menyeringai.

"Dengan ini, sudah dua kali aku mempertaruhkan reputasiku demi kau, Pandu."

Bersambung


Helai rambut kayak si Caca.
Ada ikan teri kayak si Jaja.
Hey kamu yang sudah baca.
Apakah harimu baik-baik saja?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro