5. Balapan dengan Intel

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bunyi klakson dimana-mana. Semuanya karena motobil yang berjalan laju di jalan raya. Melebihi batas rata-rata. Kasar sekali gaya menyetirnya, sesekali hampir menyerempet. Tidak lain dan tidak bukan, itu adalah Sry dan Pandu. Alasannya adalah drone di atas mereka yang terus mengikuti.

"Sialan, Sry, pelan-pelan napa, tiap detik kamu hampir menabarak. Kamu bisa nyetir enggak sih?" Teriak Pandu.

Jantungnya berdetak cepat, kecepatan ini sudah seperti balapan. Sampai-sampai gaya tarikan sangat terasa. Walaupun ini memang balapan, motobil dengan drone.

"Santai, aku punya SIM." Sry menenangkan.

Tetiba saja Sry menyerempet gerobak bakso di pinggir jalan. Sampai-sampai terguling dan memuntahkan puluhan bola yang bisa dimakan ke jalanan.

"Kamu yakin punya SIM?"

"Punya ..., nembak, sih."

Adrenalin langsung terasa melambung tinggi. Pandu bahkan berteriak lebih besar dari sebelumnya.

"Sry, kenapa kita ngebut?"

"Kita lari dari drone."

Pandu menengadahkan dan menempelkan kepalanya di kaca samping. Ternyata memang ada drone. "Kenapa?"

"Aku sebenarnya ilmuan yang kerja di lab rahasia pemerintah, lalu aku meledakkan alat pembuat portal, jadi sekarang kita diincar intel," ucap Sry seperti sedang rap.

"Hah, Portal? Jadi aku ke sini, gara-gara kamu gak becus kerja? Drone itu punya intel?" Pandu membentak Sry.

"...." Sry hening. Ya, reaksi Pandu wajar sekali.

"Ini keren!" Teriak Pandu. Ini yang tidak wajar.

Matanya Sry melihat sesuatu di depan. Ada sebuah motor yang mencurigakan. Pelat nomornya pernah terlihat di kantor. Itu artinya, dia inteligen.

"Sial, mereka bukan cuman di belakang, kita terkepung," gumam Sry. "Komputer, tolong beri aku rute alternatif, aneh gak apa-apa."

Tetiba saja maps menambah garis kecil baru. Itu ada di depan mereka, sebelum melewati intel bermotor. Sry menekan pedal remnya dan membelokkan setang ke kanan jalan. Mereka masuk gang sempit yang hanya bisa dimasuki satu motobil. Ternyata orang-orang biasa jalan kaki di sana. Sry membunyikan klaksonnya tanpa jeda, agar mereka menyingkir dari jalan.

Memang mereka sudah tidak menghalangi, tapi drone tetap saja mengikuti. Jika terus seperti ini, jangankan  sampai ke Bandung, ke stasiun terdekat saja mustahil.

"Kita harus mengurus drone itu. Kau bisa bawa motor, kan?" tanya Sry.

"Aku tahu maksudmu, Sry. Aku enggak bisa bawa bajaj futuristik."

"Please, motobil enggak bisa jalan otomatis kalau dengan kecepatan ini."

Dengan tangan kiri, Sry menggenggam tangan kakeknya dan memindahkannya ke setang. Lalu dengan sengaja melepas kedua tangannya, membuat Pandu spontan menyetir. Namun karena Pandu yang kerepotan, akhirnya mereka bertukar posisi. Lelaki itu menyetir dan cucunya mencari cara untuk menghentikan drone.

Sry mengambil laptopnya. Lalu menggali tumpukan onderdil di bagasi belakang kursi. Yang dia dapat adalah kabel dan sebuah alat kotak hitam sebesar buku tulis dengan enam antena seperti tongkat—access point.

Dengan cepat Sry menyambar kabel baterai motobil dan terhubung ke access point, kini alat itu menyala. Dia menghubungkannya dengan laptop melalui kabel. Membuka softwere di laptop dan mengetik-mengetik sesuatu.

Sry membuka kaca motobil. Mendekatkan access point ke luar jendela. Rupanya alat itu memancarkan sinyal wifi yang mengenai drone. Sebuah window baru terbuka di layar laptop. Background hitam dengan text putih. Itu artinya satu hal, waktunya meretas sistem drone.

"Bungul banar kau." Teriak ibu-ibu yang jemurannya tertabrak.

"Sry, sudah belum? Ini perkampungan, aku menabrak 12 daster dan 32 kolor. Aku lihat juga drone-nya jadi ada dua."

"Wait, ini layer-nya banyak banget."

Beberapa detik kemudian, Sry menekan tombol enter dan terbukalah sebuah ribuan baris kode warna warni. Dia menghapus dan menambahkan beberapa baris. Kemudian mengaktifkannya.

Satu dari dua drone telah dalam kontrol Sry. Selanjutnya drone itu ditabrakan ke sesamanya. Jadilah keduanya tumbang dan jatuh ke genteng rumah warga.

Belum sempat berbahagia, dari belakang mereka dikejar oleh pengendara bermotor. Dia adalah intel yang membuat Sry berbelok.

"Ck, sial." Pandu berdecak.

"Serius, cuma itu umpatanmu?" sindir Sry.

"Aku enggak mau kelihatan buruk di depan cucu. Betewe gimana caranya lolos dari dia?"

Sry melihat ke maps di kaca depan dekat bangku sopir. Rutenya hanya lurus sampai menemukan jalan raya. Ketika pandangannya ke jalanan depan ....

"Jalanan itu terlalu sempit untuk motobil, mustahil. Komputer, kenapa kamu kasih rute aneh seperti ini?" amuk Sry.

"Perintahmu sebelumnya adalah 'tolong beri aku rute alternatif, aneh gak apa-apa,'" bantah si robot.

"Kesal juga, ya, didebat AI," gumam perempuan itu. "Okeh, sekarang cari rute yang motobil bisa lewat."

"Maaf Candy, tapi rute itu tidak ada."

"Apa maksudmu? Jelas-jelas di depan kita ada belokan yang cukup buat dua mobil."

"Candy, kita sekarang berada di jalan—"

"Stop, dasar AI enggak guna. Apa enggak ada cara lain ke stasiun?"

"Hanya segitu umpatanmu?" sindir Pandu.

Intel di belakang mereka masih mengejar. Walaupun jaraknya masih lumayan jauh. Namun, berkat smartglasses yang intel itu pakai, dia dapat mengalkulasikan data. Berdasarkan spekulasi, tidak ada jalan untuk motobil sehingga sudah jelas siapa pemenangnya.

Tetiba saja motobil itu mengeluarkan asap putih, seperti korsleting listrik. Semakin detik berjalan, semakin banyak dan pekat. Bahkan sampai menelan motobil.

Kendaraan mirip bajaj itu berbelok ke kanan. Ternyata benar kata Sry, itu cukup untuk dua mobil. Tanpa mereka ketahui, smartglasess intel itu mengaktifkan night vision dengan teknologi canggih, bahkan bisa melihat menembus kabut setebal apapun.

Bruk!

Suara tabrakan menggelegar dari motobil yang tiba-tiba berhenti. Rupanya itu jalan buntu. Setelah mendekat, intel itu turun dari motor. Berjalan ke arah pintu, namun ternyata tidak ada siapapun di dalamnya, bahkan kendaraan itu tampak baik-baik saja. Sama sekali tidak ada kerusakan bekas tabrakan.

"Mereka di mana?" gumamnya karena bingung dan kaget.

***

"Perintahmu sebelumnya adalah 'tolong beri aku rute alternatif, aneh gak apa-apa,'" bantah si robot.

"Kesal juga, ya, didebat AI," gumam perempuan itu. "Okeh, sekarang cari rute yang motobil bisa lewat."

"Maaf Candy, tapi rute itu tidak ada."

"Apa maksudmu? Jelas-jelas di depan kita ada belokan yang cukup buat dua mobil."

"Candy, kita sekarang berada di jalan—"

"Stop, dasar AI enggak guna. Apa enggak ada cara lain ke stasiun?"

"Hanya segitu umpatanmu?" sindir Pandu.

"Ada, Candy. Rental Sepeda Nusantara ada di taman yang jaraknya beberapa puluh meter dari sini. Kamu bisa memakainya dan melewati jalan sempit yang tidak bisa dilalui motobil."

"Tapi gimana caranya, kita enggak bisa bikin intel itu buta," keluh Pandu.

Sry memutar otaknya, dan tetiba saja di atas kepalanya seperti ada lampu yang menyala. Dia mengunakan laptop, mengunduh mallwere dan menjalankannya.

Suhu laptop semakin memanas. Muncul banyak asap putih dari sana. Sampai-sampai menelan mereka dan motobil. "Dia sudah buta, berhenti di depan. Bawa onderdil-onderdil itu sekalian," perintah Sry.

Dengan cepat mereka turun dan lari ke tempat rental sepeda. Namun sebelum itu, Sry memerintah sesuatu pada AI-nya, "Jalankan mode kemudi otomatis dan belok kanan sampai buntu."

"Sekalian saja sewaktu berhenti nanti putar suara tabrakan," tambah Pandu sembari mengemas onderdil. Setelah itu merekapun lari.

Di sana ada sebuah parkiran sepeda listrik. Lengkap dengan kunci dan sebuah layar monitor kecil. Sry mendekatkan smartphone-nya dan bayar untuk rental. Satu kunci terbuka. Dengan sigap, sang cucu menaikinya, disusul si kakek yang duduk di belakang.

Mereka berkendara, aman damai tanpa konflik. Sry dan Pandu sudah sampai di stasiun. Sepeda listrik sewaan itu diparkirkan di tempat khusus. Kunci otomatis terpasang lagi.  Dengan cepat, mereka lari, mengkonfirmasi tiket digital, lari lagi, dan masuk gerbong. Untung saja tidak telat.

"Selamat malam dan selamat datang di kereta cepat sat set ...." Suara pengumuman kereta terdengar.

Dengan perlahan, kakek dan cucu itu duduk di kursi penumpang. Pandu meletakkan tas berat berisi onderdil milik Sry.

Lelah, sampai-sampai tidak kuat berbicara. Biarkan saja nafas berat yang jadi perantara komunikasi.

"... Selamat menikmati berjalan anda. Terimakasih." Pengumuman berakhir.

Namun tidak bagi Sry dan Pandu. Bagi mereka, akhir suara pengumuman adalah tanda awal sebuah petualangan. Entah cobaan apa yang menanti, tapi ....

"Kami akan datang, Bandung."

Bersambung


Nulis balapan dan hacking tuh ternyata seru.
Apalagi keduanya disaat yang sama.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro