2. Don't Touch Me!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

“Kak! Ayo!”

Hasel bolak-balik di beranda rumah sambil menghentak kaki tak sabar, sesekali ia melongokkan kepala ke dalam rumah hanya untuk mengecek apakah kakaknya juga sudah siap mengantarkannya ke sekolah? Namun dia hanya bertambah kesal melihat Hakam yang masih duduk ogah-ogahan di sofa sambil tertawa menonton kartun Sponge Bob.

“Lihat deh, masih jam berapa?” Hakam menunjuk ke arah sudut kanan dinding ruang depan rumahnya, di sana jarum pendek jam dinding berbentuk masjid menunjuk tepat di angka enam, sedangkan jarum panjangnya hampir menyentuh angka sebelas. “Aku aja belum sarapan, ada apa sih di sekolah pagi-pagi? Biasanya juga berangkat jam tujuh kurang lima belas.”

Hasel mengerucutkan bibr, lalu duduk di kursi beranda sambil menggerakkan kedua kakinya maju mundur. Pagi ini dia tak sabar untuk kembali ke sekolah agar bisa melihat Kak Shiddiq lebih awal. Bahkan semalaman dia hampir tidak bisa tidur merencanakan pagi ini, tapi tetap saja subuh tak bisa bangun.

***

“HASEL!”

Khaira berlari dari gerbang hijau bagian selatan. Dia bahagia melihat teman sebangkunya sudah berdiri di samping pintu kelas, tapi yang dipanggilnya tetap diam di sana. Sepertinya Hasel tak mendengar sapaannya tadi.

"Sel! Tumben kamu dateng duluan? Biasanya dateng sambil lari-lari barengan sama bel sekolah lagi bunyi,” cibir Khaira yang baru akan mencapai pintu kelas.

Hasel tetap diam, dia berdecih. Khaira penasaran dengan arah pandang temannya. “Tong sampah lagi?” tanyanya kesal, karena merasa diabaikan.

“Eh, Kay ...  kamu kapan dateng?” Akhirnya temannya sadar juga. Khaira menginjak sepatu kanan temannya itu hingga meninggalkan jejak di sana.

“Belum move on juga dari tong sampah?" tanya Khaira geram.

Hasel hanya mengangguk semangat sambil tersenyum lebar. Sepatu kanannya yang kotor pun tak dihiraukan.

“Aku pengen kenalan sama Kak Shiddiq ntar pas istirahat. Aku udah pikirin rencana ini semaleman! Kak Shiddiq harus tau kalau aku hidup di dunia ini, dan sekolah di sini!” jawabnya semangat dengan satu tinju memukul udara.

Khaira hanya menggeleng, sambil tertawa. Sesekali dia menyahut sapaan murid lain. Tangannya menggandeng tangan Hasel, setengah menyeretnya masuk ke dalam kelas. Hasel memang orang yang aneh, menyebalkan, bolot, lemot, tapi unik dan jujur. Karena itulah dia suka berteman dengannya.

***

Bel tanda istirahat berbunyi nyaring, Hasel segera melesat lari ke luar kelas tanpa memedulikan pelototan guru kimia yang masih berdiri di samping meja depan sambil membereskan buku dan peralatan mengajar. Dia menuju ke kelas seberang. Berdiri tepat di samping pintu bercat biru dengan tulisan XII C di atas bingkainya. Dia menunggu Shiddiq keluar. Mengamati satu-persatu kakak kelas yang keluar, sambil mengabaikan lirikan aneh dari beberapa orang yang melewatinya.

“Nyari siapa Dek?” tanya seorang kakak kelas perempuan yang membuka salah satu jendela tak jauh dari tempatnya. “Sini masuk aja.” Kakak kelas itu tersenyum ramah.

Hasel mengangguk senang. Dia berjalan cepat memasuki kelas asing itu. Menyapukan pandangan ke sepenjuru kelas, sebelum menemukan orang yang dicarinya tengah duduk diam di kursi paling pojok belakang dengan headset  hitam menyumbat kedua telinga. Hasel tersenyum senang sambil berjalan mendekatinya.

“Kak, kenalin. Aku Hasel Surya Putri kelas X E.”

Hasel mengulurkan tangannya ke arah remaja yang tetap diam dengan mata terpejam dan mulut bergerak pelan tanpa menimbulkan suara. Dia cemberut sebentar, merasa diabaikan, sebelum kembali tersenyum, lalu memberanikan diri menyentuh pundak remaja itu agar mendapatkan perhatiannya. “Kak?”

Remaja itu membuka mata, lalu menoleh ke arah Hasel dan terbelalak. Dia langsung berdiri, hampir melonjak hingga kursi yang tadi didudukinya terjungkal, jatuh berdebam ke lantai, menarik perhatian seluruh anak yang tersisa di kelasnya.

“DON’T TOUCH ME!” teriaknya. Remaja itu menghindari tangan Hasel. Ponselnya terjatuh dan headset-nya terlepas. Dia beringsut menjauh, hingga tubuhnya menempel miring di dinding. Gumaman istighfar  berulang-ulang terdengar sampai ke telinga Hasel.

Seisi kelas terdiam. Semua pasang mata tertuju padanya. Hasel mengerjap.

“Hah? Tanganku bersih kok, Kak,” ucapnya salah tingkah. Hasel yang juga sempat kaget dengan reaksi berlebihan Shiddiq, menarik kembali tangannya. Dia menatap Shiddiq dan telapak tangannya bergantian dengan raut bingung.

“Kenalin, aku Hasel, kelas X E.” Hasel kembali mengulurkan tangannya ke arah Shiddiq yang makin mengirut dan menempel ke tembok kelas. Kikik-kikik geli dan tawa telah mengubah suasana kelas yang semula hening menjadi riuh.

“Dek, bukan muhrim, Dek, insaflah wahai manusia~

Salah satu anak laki-laki dari bangku barisan depan mulai menyanyikan lagu sinetron Hidayah. Hingga tawa kembali bergema di ruang kelas bernuansa serba biru itu.

“Kamu ngapain nempel di tembok?” Seorang remaja laki-laki lain berjalan mendekat dengan membawa kresek. Dia menatap Hasel dan Shiddiq bergantian, lalu tertawa dan menjabat uluran tangan gadis itu. “Dia nggak salaman sama cewek, Dek, jadi anggep aja aku yang mewakili dia,” ucapnya sambil menahan tawa.

“Oh, oke,” jawab Hasel sambil melepas jabat tangan itu. Dia tersenyum kaku, melirik ke kanan kiri, sebelum berbalik meninggalkan kelas dengan langkah cepat. Hasel baru benar-benar merasa malu.

***

“Eh, kamu tau nggak, tragedi don’t touch me?

“Iya, lucu yah. Ya ampun, siapa sih cewek nggak tau malu yang berani-beraninya nyentuh Syaikh Shiddiq?"

“Aku kira satu sekolah ini udah tau loh, kalau si Shiddiq ngehindari cewek-cewek.”

Don’t touch me! sambil nemplok di tembok kayak cicak, ya ampun ... aku aja ngebayanginnya lucu banget!”

Gosip menyebar cepat bagai wabah di sekolahnya, membuat Hasel merasa tak nyaman. Bahkan di toilet pun telinganya tetap terasa panas. Dia sampai menahan napas bukan karena bau toilet yang memang menyengat, tapi karena dia takut napasnya terdengar oleh manusia-manusia bermulut ember itu.

________Bersambung ke part 3_______

Sesi diskusi tokoh.

Khaira: Aku! Aku! Kak Me, aku duluan!

Amanda: Silakan, Kay.

Khaira: Bagaimana gaya Kak Shiddiq buang sampah sampe Hasel yang dari awal emang udah gila bisa tambah gila gitu?

Amanda: Hasel mau jawab?

Hasel: ... (lagi lihatin tong sampah)

Amanda: Aih ....

Khaira: Aih ....

Shiddiq: Kenapa aku diibaratkan dengan cicak? Agak kerenan dikit kek, singa gitu?

Amanda: Emang ada singa yang nemplok di tembok?

Khaira: Aih ....

_____________________________________

Visualisasi Shiddiq adalah Ayoub Maach (Maroko-Belanda)

Idungnya ... masya Allah ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro