🦋Ambang Kehancuran🦋

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



✽Sudah begitu jauh melangkah, tak adil rasanya jika berhenti dan kembali lagi ke titik awal. Karna untuk menuju setiap satu langkah pasti ada satu yang harus berkorban ataupun di korbankan ✽

***
Insyaallah Jodoh by Galuch Fema


Happy reading jangan lupa vote

Bagaimana jika berada di posisi paling tidak menguntungkan, bersama orang lain yang menaruh suka terhadap yang kita sukai. Mungkin inilah yang dirasakan Rindi, rasa itu datang ketika melihat ada orang lain yang ikut mendekati Diaz.

Dia wanita biasa tetapi dari aura wajahnya terlihat ada sesuatu yang beda dan istimewa sehingga orang seperti Diaz mungkin saja akan jatuh hati pada wanita seperti itu.

Rindi hari ini menyetir sendirian, entah mengapa dua orang yang selalu menemaninya tiba-tiba minta izin tak bisa ikut bersamanya. Mungkin juga ada urusan dengan ayahnya. Sekarang dengan terpaksa Rindi menjadi sopir untuk tiga orang di belakang. Diaz, wanita itu bersama anaknya.

Melihat kedekatan mereka bertiga sudah seperti sebuah keluarga saja. Mereka terlihat bahagia tidak seperti dengan dirinya. Rasa menyesal kian mendalam, andai saja kemarin tak menolak tetapi memberikan alasan yang masuk akal seperti berteman dulu atau jalani saja dulu, mungkin tak menyakitkan seperti ini.

Wanita itu memilih langsung pergi setelah sampai di depan sekolah. Diaz memilih balik ke kontrakan, biar mobil nanti  di masukkan halaman sekolah saja oleh pesuruh sekolah yang rumahnya kebetulan berada di belakang sekolah.

Rindi sengaja bertahan sebentar di rumah Diaz walaupun sebenarnya ia menyadari jika laki-laki ini tak sehangat mentari kemarin.

“Berhenti menatap kasihan seperti itu,” ucapan pembuka percakapan dari bibir Diaz yang tak mengenakkan hati.

Rindi tersentak kaget tetapi  pura-pura menyibukkan diri mengeluarkan butir obat untuk disiapkan di dekat gelas yang berisi air putih.

“Siapa wanita tadi?” Akhirnya pertanyaan itu lolos juga dari bibir Rindi karena terlalu mengendap di tenggorokan yang ada malah menyesakkan dada.

“Bukan siapa-siapa.”

Suara Diaz terdengar datar dingin dan tidak bersahabat membuat Rindi semakin tersudut. Namun, bukan Rindi jika tidak mendapatkan jawaban yang belum memuaskan.

“Dia sangat perhatian banget sama Mas.”
Lagi-lagi Diaz memilih menyandarkan tubuh pada kursi, menatap langit-langit sambil berpikir keras. Hanya Diaz sendiri yang tahu bagaimana perang melawan batinnya karena bayang-bayang Rindi sudah sampai dalam relung hati dan mengendap di alam bawah sadar.

“Kenapa? Apa kamu keberatan?” Laki-laki itu memalingkan wajahnya dan pandangan mereka bertemu sesaat.

“Tidak, tidak  keberatan,” tukas Rindi gugup. Ia baru pernah gugup ditodong pertanyaan seperti itu walaupun hati sudah menjawab jika dirinya  keberatan.

“Dia wali murid anak didik yang saya ajar. Kebetulan single parent.”

Dari jantung dipompa sangat cepat membawa aliran darah menuju otak menjadikan kepala sangat panas. Entah apa maksud ucapan Diaz kenapa dia berkata kebetulan? Berarti jika mereka nanti suatu saat bisa dekat tak ada yang bisa menghalanginya karena status keduanya sama-sama sendiri.

“Mas suka sama dia?” todong Rindi sambil mendekatkan tubuhnya agar siap menerima jawaban yang tidak mengenakkan.

“Jodoh siapa yang tahu.”

Maksud Diaz adalah bisa berjodoh dengan siapa pun. Bisa dengan wanita itu atau gadis di sampingnya atau bisa jadi memang belum dipertemukan tetapi yang terdengar oleh Rindi adalah Diaz seperti mengaminkan bisa berjodoh wanita yang punya anak itu. Sakit tidak berdarah dan akhirnya menular ke mata yang sudah mau menumpahkan apa yang ditahan mati-matian.

“Aku mau pulang.”

Diaz terenyak kaget, membetulkan posisi duduk menjadi tegak melihat sosok yang sudah berdiri hendak bersiap pergi padahal Diaz sendiri menginginkan perjumpaan ini masih  berlanjut. Rindi mengingatkan agar Diaz meminum obat karena apa yang disiapkan masih utuh, Diaz hanya membalas dengan senyum tipis.

“Jaga diri baik- baik,” pamitnya ketika  berada di depan pintu. Diaz mengangguk, andai saja ia bisa menahan perempuan itu sejenak agar bisa kembali seperti semula tetapi sepertinya itu tidak mungkin.

“Jika diperbolehkan meminta, izinkan sesuatu yang tidak mungkin bisa terwujud menjadi nyata,” bisiknya lirih sambil menutup pintu padahal Rindi belum pergi masih tertahan di depan pintu.

Diaz hanya bisa bersandar pada pintu yang tak pernah ia kunci, lantunan istigfar terus terucap dalam bibirnya. Ketika dalam posisi terendah kadang setan mudah mempengaruhi otak manusia agar berpikir dangkal.

Begitu pun dengan Rindi yang memacu mobilnya melesat dengan cepat, ia ingin menumpahkan kecewa ketika nanti pulang ke rumah. 

Kondisinya sering tidak labil apalagi sekarang sedang menyetir mobil. Untung saja sampai rumah dengan selamat.

Dua orang tubuh gagah tengah berdiri berdampingan sambil terus menunduk tak berani menatap depan. Rindi berjalan melintas begitu saja tak menghiraukan dua orang itu.

Namun, di ambang pintu terpaksa berhenti dan menguping pembicaraan yang suaranya terdengar sampai luar.

“Ayah tidak apa-apakan Diaz, kan?” tuduh Mamah yang sudah menunggu dari tadi dengan penuh kecemasan. Baskoro langsung panik, pikirannya langsung uring-uringan. Biasanya ia tak pernah turun langsung  hanya main suruh saja, tinggal terima telepon jika semuanya sudah beres. Entah kenapa hari ini turun langsung melihat mangsa itu terluka dengan darah mengucur membuat Baskoro tidak tenang.

“Aish!” pekik Baskoro sambil mengibaskan tangan di depan wajahnya, ia tak mau diganggu atau dituduh terus menerus. Pria itu menjatuhkan tubuhnya ke atas kursi kebesarannya yang terbuat dari kayu jati dengan hiasan ukiran bunga.  Ia menormalkan deru napas yang masih tak beraturan sambil menahan nyeri di dada yang sekarang ini mulai kambuh lagi.

“Dia tidak mati, kan?”

Mata Baskoro membeliak marah karena mulut istrinya tak bisa diam. Hatinya terus berharap semoga tidak ada orang yang melihat kejadian depan sekolah.

“Jadi Ayah yang menghajar Diaz!” pekik seseorang yang muncul dari persembunyian di balik pintu utama depan.

Baskoro terkejut, bahkan   sampai berdiri dari kursi favoritnya. Wajah langsung panik mendapatkan tuduhan sekali lagi dari putri kesayangannya. Apalagi sekarang tengah mendekat dengan mata yang sudah berlinang air mata.

“Ayah tega membuat  mas Diaz terluka seperti itu. Lengan dia sampai dijahit karena sobek” sahut Rindi dengan suara menyayat hati masih dibarengi isak tangisnya. Mamah menghela napas menyayangkan perbuatan keji suaminya.

Rindi langsung berlari menapaki tiap anak tangga tak memedulikan panggilan Mamah. Ia juga  jika tak peduli setelah ini bakal ada adu mulut di lantai bawah. Raga dijatuhkan ke atas tempat tidur sambil memeluk boneka dengan erat.

Menumpahkan kekecewaan kepada ayah yang selama ini jadi panutannya. Rindi memejamkan kedua mata yang masih basah, semoga dalam bunga tidurnya bisa bertemu dan meminta maaf pada orang itu.

✽✽✽

Dua orang laki-laki tengah bersitegang di sebuah meja kerja yang penuh dengan dokumen yang berserakan. Pria yang lebih tua menatap memelas berkas yang sudah tak berguna lagi, sedangkan laki-laki yang masih muda hanya menatap dengan tatapan kosong sambil memikirkan jalan keluar dari masalah pelik tengah menjeratnya.

“Salah kamu meninggalkan Rindi, imbasnya seperti ini. Delapan puluh persen saham milik Baskoro sudah dicabut. Entah kita bisa bertahan atau tidak sampai satu tahun ke depan. Andai saja kamu tidak bertunangan dengan gadis lain mungkin otak papah masih waras.”

Arif hanya bisa melonggarkan dasi yang hampir mencekiknya seperti hutang-hutang yang akan ia lunasi entah dari mana. Setelah acara pertunangan dengan Icha, ia terus disalahkan dan dipojokkan oleh kedua orang tuanya.

“Jangan menyalahkan Arif terus. Mending kita harus mencari jalan keluarnya.”

“Kamu mau tahu apa yang harus kamu lakukan karena ini jalan satu-satunya untuk menyelamatkan perusahaan?”

Arif mengangguk dengan semangat, ia  berjanji akan melakukan apa pun demi perusahaan.

“Pergilah temui Rindi, memohon agar Baskoro kembali menyuntikkan dana. Beri pengertian Rindi setelah anak kamu lahir,   kamu akan  menceraikan Icha  dan kalian akan hidup bersama.”

Arif terkejut bukan main,  ia tak menyangka jika langkah yang akan diambil sangat berat.

¤To be continue ¤




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro