Interaksi | 13

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tidak biasanya dipelajaran Fisika hari ini kosong total. Tidak ada tugas yang ditinggalkan oleh guru pengajar dan juga tidak ada kabar tentang ke mana gurunya pergi. Mengingat jika yang mengajar pelajaran ini dikenal dengan kedisiplinannya, Ayana tentu merasa heran. Namun, dia menikmatinya. Bahkan bersyukur ketua kelas hari ini izin berangkat dan tidak ada satupun murid yang berniat pergi ke ruang guru untuk mendapatkan penjelasan atau sekadar meminta tugas untuk dikerjakan.

"Mending kamu kerjain resume-nya sekarang, Ay. Kalau sampai enggak kelar kayaknya bakalan gawat," ucap Bita mengingatkan. Gadis itu terlihat khawatir sendiri. "Dan bisa-bisanya kamu telat sampai dua jam lamanya."

"Ish, kan aku udah cerita alasannya. Lagian resume-nya mau aku kerjain istirahat nanti bareng Kenzie." Ayana melirik jam di ponselnya. "Lima belas menit lagi."

Gadis berambut pendek di sampingnya mendadak tersenyum. "Dilihat-lihat kalian cocok juga, ya."

"Hah? Apanya?"

"Ya kalian berdua. Kamu dan Kenzie. Lucu kalua lagi bareng. Kelihatan cocok."

Ayana meneguk ludah dan spontan berdiri tegak. "Enggaklah, biasa aja."

Bita mengernyit lalu tersenyum menggoda. "Kenapa panic gitu? Jangan-jangan kamu suka, ya, sama Kenzie?"

Ayana melotot dan menutup mulut Bita yang baru saja berbicara dengan cukup keras. Beberapa teman sekelasnya sudah melirik ke arah mereka. "Jangan sembarangan kalau ngomong. Bisa mengundang salah paham tahu?" ucapnya mengingatkan dengan wajah panik.

"Habis tingkah kamu mencurigakan."

Ayana menghela napas dan menoyor teman karibnya itu. Diam-diam merasa kesal dengan kepekaannya. "Kami cuma teman. Lagian dia suka sama orang lain dan gak mungkin banget aku suka sama dia. Gak inget kemarin aku galau seharian gara-gara Reyhan?"

Bita diam sejenak. "Tapi perasaan emang bisa serumit itu, Ay. Bisa aja kamu emang gak sadar udah suka sama Kenzie, apalagi akhir-akhir ini kalian deket banget. Kamu sadar enggak, sih, udah mulai jarang cerita soal Reyhan? Kamu udah enggak pernah kirim apa-apa lagi, kan, ke lokernya?"

Benar. Kapan ya terakhir kali dia manaruh barang di loker Reyhan? Sepertinya surat itu. Wajah Ayana memerah mengingat kejadian yang cukup memalukan itu. Siapa sangka sekarang rasa malunya bertambah berkali-kali lipat. Jika Reyhan sampai membaca surat itu disaat dia memang sudah menyukai orang lain. Rasa-rasanya Ayana sudah tidak bisa lagi menyelamatkan wajahnya di hadapan cowok itu. Mendadak dia bersyukur saat itu suratnya salah alamat.

Namun, jika surat itu tidak pernah ada apakah dia dan Kenzie akan bisa sedekat ini? Jujur saja, dia tidak pernah menyangka akan berteman dengan anak tetangga depan rumahnya itu. Padahal dulu saat berpapasan saja mereka tidak pernah saling menyapa.

"Bisa aja kalau kamu udah suka Kenzie, tapi belum sadar."

Perkataan Bita menyadarkan Ayana dari lamunan. Bersamaan dengan itu bel istirahat berbunyi. Tanpa menanggapi perkataan itu yang entah kenapa mengundang efek berbahaya dari jantungnya, dia mengambil satu buku tulis dan pena. Tidak lupa juga membawa kantong tas berisi bekal makanan.

"Mau ngerjain resume."

Ayana mengangguk, sementara Bita tersenyum.

"Semangat, Ayana. Ngerjain resume-nya sekaligus memastikan soal perasaan kamu."

Ayana melotot. "Gak ada!"

Dia lalu berjalan cepat ke luar kelas diiringi tawa puas dari Bita.

Sepanjang perjalanan menuju perpustakaan, perkataan Bita berhasil mengambil alih pikirannya. Dia mengumpat berkali-kali menyuruh otaknya untuk memikirkan soal itu, tetapi yang ada jantungnya semakin berdebar kencang. Apalagi ketika dari kejauhan tampak sosok Kenzie berjalan ke arahnya.

Sial, sial, sial! Ada apa sih sama jantungku. Ini semua gara-gara, Bita!

Sungguh, rasanya ingin kabur sekarang juga, tetapi bagaimana dengan nasib resume-nya? Tidak, urusan hukuman ini jauh lebih gawat. Ini bukan saatnya untuk bersikap pengecut. Ayana mengangguk mantap dan melambaikan tangannya ke arah Kenzie yang kemudian dia sadari gerakannya terlalu bersemangat.

"Santai aja, Ay, santai. Dia Cuma Kenzie, pasti bisa kamu atasi," gumamnya menenangkan diri sendiri di saat jantungnya bertindak sebaliknya.

"Bawa bekal juga? Lo pasti tau, kan, gak boleh makan di perpus? Bisa-bisa kena tegur."

Ayana menyeringai. "Gak pa-pa, asalkan enggak ketahuan. Lagian aku enggak bisa ngerjain resume ini dengan perut kosong."

Reaksi Kenzie hanya gelengan kecil. Dia lalu masuk terlebih dahulu dengan Ayana yang mengekor di belakangnya. Gadis itu dengan hati-hati menyembunyikan bekal makanannya hingga mereka sampai di meja paling ujung di mana tidak bisa dijangkau oleh pengawasan pustakawan.

"Aman, kan?" ucap Ayana sembari menikmati bekal makan siangnya.

Kenzie hanya menggeleng pelan dan tersenyum kecil sambil menyiapkan bukunya. Cowok itu beranjak berdiri untuk mencari buku yang sesuai dengan tema resume-nya. Beruntung dua materi yang harus mereka kerjakan bisa ditemukan dengan mudah di sana.

"Wah, keren banget bisa langsung dapat bukunya. Coba liat."

Kenzie menjauhkan buku itu dari jangkauan Ayana. "Dihabisin dulu makanannya, baru kita kerjain bareng."

Ayana mengangguk patuh. "Kamu mau nggak? Enak, loh."

Sedetik setelah perkataan itu terlontar, Ayana membeku sendiri. Lagi-lagi mengumpati tindakan bodohnya. Apalagi ketika jawaban dari cowok di sebelahnya sangat membahayakan situasinya.

"Boleh."

Kenzie mengambil alih sendok di tangan Ayana dan melahap beberapa kali suapan. "Boleh minta minumannya juga?"

"Bo-boleh, kok," balas Ayana sambil menggeser botol minumannya. Kemudian dia dengan buru-buru menghabiskan makanannya agar tindakan bodohnya tidak berlanjut.

Sial, begini saja jantungnya sudah kerepotan seperti ini.

Beruntung, pekerjaan mereka berjalan dengan lancar meskipun belum selesai dan akan dilanjut di istirahat kedua nanti. Namun, Ayana merasa dia tidak siap untuk chapter kedua nanti. Maka dari itu dia memutuskan untuk mengerjakannya sendiri nanti di kelas. Namun, Kenzie justru merasa senang.

"Bagus kalau lo udah ngerasa bisa ngerjainnya sendiri. Kalau ada masalah atau ada yang mau ditanyakan langsung hubungi gue aja."

Ayana mengangguk. Bingung sendiri kenapa dia sedikit kecewa dengan respon Kenzie. Padahal itu tanggapan yang wajar, kan? Itu membuktikan bahwa Kenzie memang percaya padanya dan tetap membuka bantuan jika saja dia memerlukannya.

'Astaga, Ayana bisa nggak berhenti bersikap aneh?'

"Makasih, ya," ucap Ayana tulus sambil membereskan bukunya.

"Nanti pulangnya bareng, kan?"

Meskipun agak ragu karena bingung, rasanya kepala Ayana bergerak otomatis dengan mengangguk.

"Mau jalan juga nggak? Lo masih ada hutang sama gue, kan?"

Gadis itu semakin kebingungan. "Hutang apa? Perasaan aku enggak ada minjem uang kamu deh," ucapnya dengan kening berkerut seolah sedang berusaha mengingat sesuatu yang mungkin memang dia lupakan.

"Hutang jalan bareng gue. Nilai remidi lo aman, kan, yang kemarin itu?"

Astaga, padahal Ayana sudah mati-matian untuk tidak mengungkit hal itu, tetapi Kenzie mengingatnya dengan sangat baik.

Gawat, jika seperti ini lama-lama Ayana kalah juga.

•••

Terima kasih banyak ya untuk kalian yang udah meluangkan waktu membaca cerita ini (◕‿◕)♡

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro