Interaksi | 14

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rasa-rasanya Ayana baru saja mengalami sebuah keajaiban ketika tugas resume-nya selesai dia kerjakan. Apalagi setelah dikumpulkan dia mendapat sedikit pujian dari guru BK tersebut. Siapa sangka pujian itu membuat semangat belajarnya semakin membara. Dia bahkan tidak sabar untuk memulai lagi jadwal les-nya bersama Kenzie. Sayang, hari ini ada jadwal klub lukis. Ayana memanfaatkan kesempatan ini dengan membuat lukisan yang akan dia kirim untuk mengikuti tes pertama kompetisi melukis umum yang akan di adakan dua bulan lagi. Tidak lupa juga dia merekam proses melukisnya menggunakan kamera yang dia beli dua minggu lalu bersama Bita.

Namun, mendadak Ayana teringat sesuatu. Dia ingat belum menyelesaikan lukisan Kenzie. Padahal beberapa hari yang lalu Reyhan sempat menanyakan progresnya lewat pesan singkat. Dan dia melupakannya lagi dan lagi.

Yah, mungkin karena dia merasa terlalu banyak yang hal terjadi akhir-akhir ini. Hal yang berada di luar dugaan. Namun, ketika mengingat Kenzie, mendadak dia tidak bisa menahan senyumnya. Rasanya dia tidak sabar untuk bertemu dengan cowok itu nanti. Hari ini katanya Kenzie ada jadwal latihan Futsal lagi. Maka dari itu dia tidak sabar untuk menyelesaikan lukisannya yang sebentar lagi selesai agar bisa menonton cowok itu latihan.

"Mau langsung dikirim hari ini?" tanya Marisa yang kini sudah berdiri di samping Ayana.

"Iya, Kak. Kalau yang asli rencananya aku kirim besok, mumpung hari libur juga."

Marisa mengangguk. "Kalau butuh bantuan langsung hubungi gue aja, gak perlu sungkan."

"Siap, Kak," balas Ayana dengan senyuman lebar.

Perempuan yang merupakan ketua klub lukis itu kembali ke tengah ruangan untuk mengakhiri kegiatan hari ini. Setelah itu, semua anak mulai membersihkan ruangan itu. Hari ini merupakan hari terakhir kegiatan klub karena dua minggu lagi mereka akan menghadapi ujian akhir semester satu. Yang itu artinya Ayana bisa fokus pada kegiatan belajarnya.

"Ayana ini kunci cadangannya gue kasih ke lo aja. Siapa tahu lo butuh ruangan ini buat urusan kompetisinya."

"Makasih, ya, Kak," ucap Ayana sembari menerima kunci itu.

Setelah berpamitan dia segera menuju lapangan futsal. Kali ini Ayana tidak ingin lagi menyembunyikan dirinya lagi. Dia ingin menyemangati Kenzie sebagai temannya. Itu bukan hal yang salah, kan?

Sayang, baru saja memasuki ruangan yang sangat luas tersebut dia langsung disambut oleh seorang gadis yang sempat membuat hari-harinya merasa galau. Gadis yang menyandang status sebagai pacar Reyhan. Berita soal hubungan keduanya sudah tersebar luas di penjuru sekolah.

Shania—salah satu klub jurnalistik yang hobi membuat berita-berita menarik di sekolah berhasil memergoki mereka berdua jalan bersama. Dia bahkan berhasil mengambil foto mereka sebagai poin paling menarik di beritanya. Dibanding dengan reaksi Nadha dan Reyhan yang justru tampak senang menjadi topik pembicaraan utama di sekolah, justru Ayana yang merasa ketar-ketir sendiri. Pasalnya, mereka berdua kepergok di tempat yang juga dikunjungi olehnya bersama Kenzie.

"Mau ketemu Kenzie, ya?"

Entah bagaimana bisa kepalanya mengangguk sendiri seolah bergerak otomatis. Ayana terkejut ketika tiba-tiba Nadha menarik tangannya menuju trimbun paling bawah. Dalam sekejap mereka berdua berhasil menarik perhatian beberapa orang, entah untuk alasan apa. Namun, Ayana merasa tidak nyaman. Apalagi ketika Kenzie ikut menoleh ke arahnya. Namun, senyuman cowok itu berhasil membuat Ayana menahan salah tingkahnya dengan susah payah.

'Kenapa harus senyum!' jeritnya dalam batin.

"Jangan jauh-jauh. Kalau dari deket gini, kan, Kenzie bisa lihat kamu. Dan dia bisa makin semangat latihannya."

Ayana bingung harus bagaimana menimpali perkataan itu. Alhasil dia hanya tersenyum kaku dan menonton pertandingan itu dengan perasaan agak tidak nyaman. Apalagi ketika menyadari kedatangan Shania bersama seorang cowok berkalung kamera. Dia dengan cepat mengalihkan pandangan. Merasa dalam situasi yang semakin gawat.

"Anu, aku mau permisi ke toilet, ya."

Nadha tersenyum. "Tapi habis itu enggak akan kabur, kan?"

He? Maksudnya?

"Sama kayak hal yang kamu lakuin di kafe itu."

Ah, soal itu. Ayana menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Mendadak merasa bersalah.

"Enggak, kok. Sorry, ya, yang kemarin itu. Karena ada urusan mendadak jadi harus cepet-cepet pergi."

Nadha menggeleng dan tersenyum. "Asal gak ada keulang dua kali."

Sepertinya nanti Ayana akan meminta maaf kepada Nadha karena tujuannya adalah memang untuk kabur dari tempat itu. Dia sesegera mungkin pergi dari sana menuju parkiran sekolah. Sepertinya menunggu Kenzie di tempat itu merupakan pilihan yang paling baik. Namun, pesan yang masuk dari Bita membuat langkahnya terhenti. Dia melotot melihat foto yan baru saja dikirim oleh sahabatnya itu.

Bukannya lanjut menuju ke parkiran, Ayana justru berbalik arah. Gadis itu berlari hingga sampai di depan Mading sekolah yang untungnya sepi. Namun, hal itu sama sekali tidak bisa membuat perasaan gadis itu lega, apalagi ketika dia melihat fotonya terpajang di sana bersama Kenzie. Memang bukan foto terang-terangan seperti dua tokoh utama lainnya. Hanya Kenzie saja yang terlihat jelas, sementara wajah Ayana tidak terlihat karena dia memakai jaket milik cowok itu. Namun, tetap saja itu berbahaya.

Setelah mengumpati berita itu habis-habisan, Ayana segera pergi dari sana. Kali ini dia memutuskan untuk langsung pulang. Jika orang-orang melihatnya dekat dengan Kenzie, bukankah itu sangat berbahaya? Mereka akan menebak jika perempuan itu adalah dia.

Jika sampai hal itu terjadi dan mereka berdua menjadi bahan omongan orang-orang, Kenzie pasti akan merasa tidak nyaman, kan?

Dan Ayana tidak ingin hal itu sampai terjadi.

***

Baru saja bangun tidur, Ayana yang ketika membuka mata langsung mengambil ponsel mengerjap berkali-kali ketika melihat panggilan yang cukup banyak dari tetangga seberang rumahnya. Ada pesan juga yang berisi beberapa pertanyaan soal di mana dia dan kenapa pulang terlebih dahulu.

Ayana melirik jam di kamarnya. Pukul sepuluh malam. Sepertinya dia harus membicarakan soal foto mereka yang sudah dipasang di mading. Melihat tingkah Kenzie yang seperti ini, sepertinya cowok itu masih belum mengetahuinya.

Suara berisik yang berasal dari dalam perutnya membuat Ayana melenguh. Dia lapar karena sepulang sekolah tadi langsung tidur tanpa makan siang terlebih dahulu. Maka dari itu sebelum menghubungi Kenzie yang dia harap belum tidur, dia memilih untuk makan malam terlebih dahulu.

"Tadi Kenzie ke sini nyariin kamu."

Ayana yang sedang mengambil nasi langsung menoleh pada Mala yang baru saja memasuki dapur.

"Katanya kalau udah bangun, kamu diminta ngehubunhin dia. Kenapa? Kalian lagi berantem? Atau kamu tadi bolos les?"

"Enggaklah. Hari ini gak ada jadwal les. Tadi tuh, capek aja makanya langsung tidur dan enggak bisa bales pesan dia," ucap Ayana sambil berjalan menuju meja makan untuk mengambil lauk. "Dia aja yang lebay."

Ayana meringis ketika tiba-tiba Mala menepuk pundaknya cukup keras. "Ya gimana dia enggak khawatir kalau sikap kamu aja begini. Ayana, Bunda tahu ini pertama kalinya kamu pacaran. Tapi komunikasi itu penting, loh. Tadi Kenzie keliatan khawatir sekali."

Tunggu, Ayana tidak sedang salah dengar, kan?

"Kami enggak pacaran!" serunya kemudian.

Mala sampai terkejut. Entah karena suaranya yang keras atau karena perkataannya. Namun, mungkin dua-duanya.

"Masa? Kalian keliatan serasi gitu kalau lagi bareng. Bohong, ya? Udah gak usah disembunyikan gitu. Lagian enggak akan Mama larang kok kalau cowoknya Kenzie."

Ayana bahkan sampai tidak mampu melanjutkan kata-katanya ketika Mala tersenyum dan memeluk pundaknya, kali ini dengan pelan. Wanita itu bahkan mengatakan hal yang sama sekali tidak masuk akal.

"Mama suka kalau punya menantu kayak dia."

Terserah, deh.

Ayana memilih mengabaikan perkataan itu dan fokus pada makan malamnya. Namun, dia tidak bisa berhenti memikirkan Kenzie dan foto di mading sekolah. Gadis itu mendengkus frustrasi. Namun, getaran dari ponsel mengalihkan perhatiannya.

Kenzie.
Udah bangun? Besok ada waktu enggak?
Kalau ada mau gue ajak jalan.

Astaga, kenapa segampang itu Kenzie mengetik kalimat semacam itu? Dia tidak memikirkan bagaikan kondisi Ayana, ya?

Untuk sesaat dia bingung harus menjawab bagaimana. Namun, karena besok hari libur dan mereka bisa memilih tempat yang persentase bertemu dengan teman sekolah sangat kecil, dia akhirnya mengiyakan ajakan itu.

Mereka butuh tempat yang nyaman untuk membicarakan berita buruk ini, kan?

•••

Terima kasih banyak ya untuk kalian yang udah meluangkan waktu membaca cerita ini (◕‿◕)♡

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro