Interaksi | 16

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Padahal niat Ayana adalah untuk mencari jalan keluar soal permasalahan gawat yang saat ini mereka alami. Dia hanya tidak ingin Kenzie merasa tidak nyaman karena harus menjadi bahan gosip bersamanya. Dia hanya tidak ingin cowok itu menjadi risi dan akhirnya memilih menjauh sendiri darinya. Ayana hanya ingin hubungan mereka tetap baik-baik saja dan tidak berakhir begitu saja karena rumor palsu yang bisa saja ada nantinya.

Ayana hanya ingin semuanya baik-baik saja.

Nyatanya, pertemuan keduanya justru menjadi tegang karena perkataan Ayana yang sepertinya menyinggung Kenzie. Padahal dia tidak berniat seperti itu, tetapi untuk menjelaskannya pun entah kenapa terlalu sulit.

Dan pada akhirnya Ayana memilih untuk diam. Dia tidak tahu ini keputusan yang tepat atau tidak, tetapi hanya itu yang berani dia lakukan.

Motor matic putih itu berhenti di depan sebuah bengkel yang cukup sepi. Ayana bisa melihat beberapa laki-laki dan salah satunya adalah Reyhan. Cowok itu langsung menghampirinya dengan senyuman. Dia juga menyapa Ayana. Sementara gadis itu mengerjap ketika Kenzie memberikan plastik berisi sebungkus rokok kepada mantan crush-nya itu.

Mendadak dia merasa bersalah karena sudah berpikir jika rokok itu untuk Kenzie.

"Thanks, ya. Habis ini mau ke mana kalian. Kapan-kapan double date dong bareng gue sama Nadha. Pasti seru tuh."

"Triple date lah. Bareng juga sama gue sama—"

Mario yang menimpali tanpa permisi langsung menutup mulutnya sendiri dan nyengir lebar. Cowok itu melangkah menjauh membuat Ayana mengernyit dengan sikapnya, tetapi tidak terlalu memikirkannya.

"Kami enggak pacaran," balas Ayana cepat sambil melirik pada Kenzie yang sejak tadi hanya diam saja. Apakah cowok itu tidak nyaman karena perkataan Reyhan?

Reyhan tertawa. "Suka sama orang enggak pekaan sulit ya ternyata. Oke deh, kayaknya ada yang pengen cepet-cepet pergi dari sini. Thanks, ya. See you di sekolah, Na."

Ayana yang sudah terlanjur kesal dengan omongan Reyhan hanya tersenyum singkat dan langsung memalingkan wajah. Sungguh, kenapa bisa dia menyukai cowok cerewet dan asal bicara seperti itu? Yah, mendadak dia lupa berbagai sisi malaikat dari mantan pujaan hatinya. Padahal dulu sepertinya Reyhan terlihat sempurna di mata Ayana.

Sepanjang perjalanan pulang ini tidak ada pembicaraan apa pun yang menemani kebersamaan keduanya. Ayana merasa canggung juga gelisah karena Kenzie yang mendadak menjadi super pendiam seperti ini dan dia yakin penyebabnya adalah dirinya sendiri.

Oke, sekarang kekhawatiran Ayana bertambah. Dia tidak tahu harus mengatakan apa ketika sampai di rumah nanti dan mengucapkan kalimat penutup untuk pertemuan keduanya di hari ini.

Ketika gerbang rumahnya sudah terlihat, Ayana semakin gelisah. Rasa-rasanya dia tidak ingin berhadapan dengan Kenzie terlebih dahulu.

"Gue setuju soal jadwal les-nya kalau malam. Yang lainnya gimana?"

Ayana tidak mengerti kenapa dia tidak senang dengan perkataan itu padahal dia sendiri yang memberikan ide tersebut.

"Mungkin buat meminimalisir pertemuan kita di tempat umum apalagi di sekolah."

"Oh? Pura-pura jadi orang asing seakan gak saling kenal?"

Entahlah kenapa perkataan itu terdengar sarkas. Ayana meneguk ludah dan cepat-cepat menggeleng. Tidak ingin menciptakan kesalahpahaman lain lagi.

"Enggak gitu juga. Cuma jangan sering-sering ketemu aja."

"Lo khawatir banget, ya?"

Ayana tentu terkejut dengan pertanyaan itu dan bingung harus menjawab apa karena pada dasarnya yang dia khawatirkan sebenarnya adalah Kenzie sendiri.

"Enggak, kok. Tapi kayaknya situasi kayak gitu lebih baik, kan? Aku juga mau fokus belajar aja karena sebentar lagi mau ujian."

Kenzie mengangguk dan tersenyum kecil. "Sorry ya atas semua perkataan gue tadi. Habis sikap dan ucapan lo ngeselin semua."

Dia tidak menyangka Kenzie akan mengatakan hal semacam itu. Cukup terang-terangan meksipun dia sendiri tidak tahu dibagian mana sisi menyebalkan dari perkataannya itu. Ayana benar-benar tidak mengerti, tetapi dia tahu Kenzie memang sedang kesal terhadapnya.

"Yah, mau gimana lagi kalau itu mau lo. Gue gak maksa juga, kan, buat minta lo nurutin apa yang sebenernya gue mau."

Apa yang sebenernya Kenzie mau?

"Kamu ngomong aja enggak apa-apa. Biar sama-sama nyaman."

Sayangnya cowok itu justru menggeleng. "Gue enggak yakin lo bisa ngatasinya. Begitupun sebaliknya."

Apa-apaan itu maksudnya? Menambah beban pikiran apa Ayana saja.

"Masuk gih, gue juga mau langsung pulang."

Setelah mengatakan kalimat itu, Kenzie benar-benar menyalakan lagi mesin motornya dan berlaku memasuki pekarangan rumah cowok itu. Sementara di sisi lain Ayana tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya.

Pertemuan yang sangat singkat dan berakhir dengan situasi tidak menyengkan. Bukan seperti ini hari yang Ayana inginkan. Dia kira, semuanya akan berjalan lancar, tetapi ternyata malah sebaliknya.

Dengan lesu Ayana berjalan memasuki rumah. Padahal sejak pagi tadi dia belum makan dan sempat merasa lapar, tetapi semua perasaan itu seketika lenyap dan digantikan dengan perasaan gelisah.

Ayana langsung merebahkan diri di kasur sambil mengamati rumah seberang lewat jendela. Kemudian, perkataan Bita tempo hari kembali menghampiri kepalanya.

"Kayaknya yang kamu bilang bener, Ta. Tapi kalaupun iya bukannya sama aja? Enggak ada yang berubah dan lagi-lagi perasaan aku cuma bertepuk sebelah tangan lagi," ucap Ayana diakhiri dengan senyuman. Wajah Kenzie tiba-tiba melintas. "Dia juga sulit untuk digapai."

Ayana menggeleng. "Mungkin lebih tepatnya, dia memang bukan buat aku. Kita beda dalam segala hal sampai aku gak bisa menemukan sedikit aja alasan buat percaya kita bisa menyatu."

Perasaan sesak itu tentu tidak bisa Ayana hindari. Dia mengambil selimut dan menutup seluruh tubuhnya dengan benda hangat itu. Namun, pesan masuk dari Kenzie membuat dia cepat-cepat membukanya.

Kenzie.
Jangan lupa nanti malam jadwal les. Kayaknya malam ini bakalan lembur.

Ayana tersenyum, tidak sabar untuk bertemu dengan Kenzie malam nanti. Namun, sanggupkan dia bersikap biasa saja setelah yakin soal perasaannya? Ayana tidak tahu, tetapi dia berharap bisa mengatasinya.

Pesan baru dari orang yang sama kembali masuk.

Kenzie.
Waktu lo bilang mau fokus belajar gue jadi punya penawaran.

Mendadak jantungnya berdetak dengan cepat. Tawaran apa yang Kenzie maksud? Belum sempat dia membalas pesan itu, sebuah panggilan yang berasal dari tetangga di seberang rumahnya hampir membuat Ayana memekik terkejut. Dia meneguk ludah dan mengusap dadanya yang semakin tidak terkontrol detakannya.

Dia tidak ingin mengangkat panggilan itu, tetapi yang dia lakukan justru menggeser ikon berwarna hijau.

"Dilihat dari lo yang jawab panggilan dari gue, kayaknya pengen denger penawarannya sekarang."

Ayana mencoba tersenyum meskipun jantungnya terasa ketar-ketir. Entah karena perkataan itu atau suara Kenzie yang dia sadar terdengar begitu lembut.

"Apa penawarannya?"

"Jadwal lesnya berubah jadi setiap hari, gimana?"

"HAH?"

Ayana menutup mulutnya yang spontan menjerit. Setiap hari? Apa Kenzie sudah gila?

"Kenapa? Enggak mau?"

Ayana mengigit bibir bawahnya. Entah kenapa merasa bimbang bukannya langsung menolak.

"Mau nggak?" desak Kenzie menuntut jawaban.

"Oke, deh."

Sial, kenapa harus kalimat itu yang keluar dari mulutnya?


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro