II - MIMPI

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pada suatu saat, Jaka Tarub yang sedang tertidur lelap bermimpi bertemu seorang gadis cantik jelita dari khayangan. Begitu terbangun dan menyadari bahwa itu semua hanyalah mimpi, Jaka Tarub tersenyum sendiri dan berharap dapat menemui gadis itu sekali lagi meski hanya dalam mimpi. Mimpinya ia ceritakan ke salah satu pengawal setianya, Arden.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Seorang laki-laki dengan terburu-buru menaiki tangga kampus. Ia merutuki jumlah anak tangga yang terlalu banyak dan listrik yang sedang bermasalah di kampusnya.

Sial.

Bahkan waktu pun seperti tak ingin berkolaborasi dengannya agar sedikit melambat. Jaka takut ia sampai di kelas dan harus mendapat cacian dari dosen tentang keterlambatannya.

Nafasnya putus-putus. Oksigen seperti menghindarinya karena pergerakannya yang terlalu cepat. Begitu sampai, bodohnya Jaka tak langsung membuka pintu kelasnya. Ia hanya mematung, berdiam di depan pintu. Takut, takut kena hukuman atau omelan yang biasanya dilontarkan dosen yang paling menyebalkan di kampusnya.

"Elah. Buka gak ya?" Ujarnya pelan. Hanya semilir angin yang mungkin dapat mendengar.

Ya, jelas. Tidak ada siapapun juga di koridor kampus. Sudah waktunya kelas dimulai, tak mungkin masih ada mahasiswa ataupun mahasiswi berkeliaran di koridor.

"Kalo ketemu dosen tua di dalem gue malah kena omelan."

Dia kan bacot. Tentunya yang ini hanya terucap di dalam hati.

Tapi kalo gue gak masuk malah makin telat.

"Apa nunggu jam nya selesai, ya?"

Saking sibuknya berpikir, Jaka sendiri tidak sadar bahwa suasana kelas begitu senyap. Bukan, bukan karena anak-anak di dalam sibuk mendengarkan pelajaran yang diberikan. Bahkan suara dosen mengajar pun tak terdengar.

"JAKA!"

Sebuah suara terdengar dari ujung koridor. Jaka menoleh ke asal suara, ada Evan. Teman dekatnya di kampus tengah melambai riang kearahnya. Seolah memanggil Jaka untuk menghampirinya.

Tapi, tunggu. Evan ada di luar?

Takut menyebabkan kebisingan, Jaka menghampiri Evan tanpa ba-bi-bu. Matanya seolah memancarkan seribu pertanyaan yang harus Evan jawab. Jaka tidak mau tahu.

"Kok lo diluar?"

Evan hanya terkekeh geli melihat ekspresi kebingungan temannya yang satu itu. "Ya...di dalem gak ada siapa-siapa."

Jaka total bingung. Maksud dari 'gak ada siapa-siapa' di kelas itu apa?

"Ya ampun, Jak. Jangan bilang lo gak ngecek grup cowok-cowok kampus? Dosen botak satu lagi sakit!"

Jaka sukses melongo dibuatnya. Jadi, usahanya buru-buru kesini itu sia-sia?

Dosen botak tukang PHP!

Umpatnya dalam hati.

"Ah, gila. Yang bener? Terus percuma dong gue masuk? Mana mana kuliah hari ini cuma satu." Ujar jejaka itu sambil merengut.

Perkataan Jaka hanya dibalas cekikikan kecil dari Evan. Pemuda yang sama-sama berasal dari Ibukota seperti Jaka.

"Gila ya, dosen gak jelas. Udah mau ujian, ini bukannya ngajar, pake sakit!"

"Hus! Sembarangan bener. Siapa juga yang mau—"

"Ah berisik lo. Makin males gue."

"Loh, ya udah. Mending cus ke kantin. Makan, biasa." Evan menampilkan cengiran lucunya, tapi tetap saja menyebalkan bagi Jaka saat ini.

Jaka memutar matanya malas. "Lo aja makan, gue males." Lalu melenggang pergi meninggalkan Evan yang sibuk mengikuti langkah cepatnya.

***

"Jaka. Panggil aja gue Jaka."

Gadis di hadapannya tersenyum sangat manis, lalu mengagguk dan tertawa. Setelahnya gadis itu berlalu pergi begitu saja. Meninggalkan Jaka yang setengah kebingungan. Tanpa ia tahu siapa nama gadis tadi, atau darimana asalnya. Yang jelas, Jaka mulai jatuh hati dalam sekali tatap.

"Eh, lo mau kemana?"

Jaka memanggil si gadis tanpa nama. Merasa terpanggil, gadis itu menoleh dan kembali ke hadapan Jaka. Masih dengan senyumnya yang berseri, membuat Jaka gemas setengah mati.

"Jaka mau kemana?"

"Kok nanya gue?"

"Aku gak tau harus kemana, sih. Gak begitu tau tempat ini juga."

Jaka tersenyum lalu mengusak pelan rambut gadis itu. Tangannya reflek menarik tangan si gadis dengan wajah bahagia. Seolah baru saja menemukan bidadari dari khayangan.

"Ikut gue aja, yuk?"

"Kemana deh?"

"Di depan, ada kafe. Kita kesana aja, gimana?"

"Ayo!"

Jaka nampak bahagia hingga tak menyadari namanya terus-menerus dipanggil oleh gadis di belakangnya.

"Jaka!"

"Jaka jangan cepet-cepet, ih!"

Suaranya makin memudar.

"Jaka!"

"Jak"

"JAKA!"

"HAH?!"

Evan berdiri sambil berkacak pinggang. Tangannya terlihat sudah siap untuk menampar pipi Jaka sekali lagi jika ternyata pemuda itu tak lekas bangun. Dugaannya ternyata meleset, Jaka kembali dari alam bawah sadarnya.

"Orang gila! Lo senyum-senyum sendiri di kantin tapi mata merem. Diajak ngobrol sambil temenin gue makan malah diem. Taunya tidur!"

Jaka masih bingung. Ia mencoba untuk bangkit dan duduk bersandar di bangku panjang milik kantin kampus. Memijat pelipisnya yang terasa nyeri, berdenyut-denyut karena terbangun dari tidur singkatnya secara mendadak. Lalu sadar bahwa itu semua hanyalah mimpi. Meski begitu, Jaka tetap kembali tersenyum kala mengingat mimpi yang barusan mampir ke dalam pikirannya.

"Yah, beneran gila ini mah. Jaka!"

PLAK!

"Woi!"

"Lagian, gak lagi tidur, gak bangun, itu kenapa ketawa-tawa terus, heh?"

Jaka kembali terkekeh kecil. Entahlah, secepat itu suasana hatinya berubah hanya karena mimpi.

"Suka-suka gue sih, hehe." Lalu bangkit dan bersiap pergi meninggalkan Evan untuk kedua kalinya.

"Haha hehe haha hehe, pelor."

"Apa?"

"Bokap noh tadi nelfon lo, gue angkat aja."

Jangan heran, Jaka dan Evan sudah seperti saudara sedarah. Lebih tepatnya, Evan yang berkiblat kepada Jaka. Apapun yang Jaka mau pasti ia coba kehendaki. Jadi macam tidak ada batasan diantara mereka berdua.

"Terus katanya?"

"Di suruh pulang."

"Ini juga mau balik gue."

Evan bingung harus mulai darimana mengatakannya. Masih terngiang-ngiang ucapan ayah dari kawan dekatnya itu. "Tapi...ada yang nunggu lo di rumah."

Jaka kembali terlihat kesal dengan ucapan Evan yang berputar-putar. "Ya emang, kalo gue di suruh pulang ya pasti gue ditungguin. Apaan sih?"

"Itu—anu...ah! Ya udah lo sendiri aja deh yang liat! Nanti lo ngerti."

Jaka mendecih malas, lalu menarik lengan Evan untuk ikut dengannya. "Ngapain?"

"Ikut balik, ayo. Gue males sendirian."

***

899 words.

Tbc.

Ini sebenernya rada bingung kok dari microsoft ke wp kadang beda jumlah...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro