20. Mundur.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dena beranjak, gadis itu melirik jam di pergelangan tangannya. Ia tersenyum kemudian memilih keluar dari dalam ruangan. Namun, baru saja dirinya menutup pintu, ia dikejutkan dengan kehadiran Lucy yang kini menatapnya dengan sinis. "Saya gak tau harus ngomong dengan cara apa lagi. Dena, Fatur itu dulu terpuruk banget waktu kamu ninggalin dia. Saya yang selalu ada buat dia. Dan sekarang, kamu balik lagi terus mau rebut dia dari saya?" tanya Lucy.

"Den, kita sama-sama perempuan. Gimana kalau kamu ada diposisi saya? Nemenin dia move on dari masa lalunya, berhasil, terus dia malah ketemu lagi sama mantannya dan---"

"Saya gak akan deket-deket sama Pak Fatur lagi kalau Mbak takut," potong Dena.

Lucy menggeleng, "Gak ada jaminan kamu bakal jauhin dia, Dena," kata Lucy.

Dena menghela nafasnya pelan, "Saya harus gimana, Mbak? Saya sekretarisnya, mustahil kalau saya jauh-jauh sama Pak Fatur."

"Ada satu jalan."

Dena mengerutkan alisnya.

"Kamu mengundurkan diri dari perusahaan ini."

Dena diam. Bukan, ia bukannya tak mau berjauhan dengan Fatur. Tapi ... Jika ia mengundurkan diri, lantas, Mamanya akan Dena beri makan apa?

Terlebih, Mamanya semakin hari semakin tua, mana mungkin Dena kembali ke Bandung tanpa apa-apa dan malah menyusahkan.

"Saya gak bisa, Mbak," jawab Dena cepat.

Lucy menaikan sebelah alisnya, "Kenapa? Karna kamu gak bisa jauh-jauh dari Fatur? Den, sadar diri, kalau kamu punya malu kamu gak seharusnya deket-deket sama Fatur."

"Saya tau perisis gimana masa lalu kalian. Kamu yang bodoh, kamu yang ninggain dia," sambungnya.

Dena tersenyum, "Saya akan lebih bodoh kalau pilih Fatur waktu itu. Mbak cuman tau cerita saya dan Pak Fatur dari satu sisi, Mbak gak tau cerita di sisi lainnya kaya gimana," jawab Dena.

"Jangan sembarangan ambil kesimpulan, Mbak."

Lucy menatap tajam ke arah Dena, "Oh, jadi maksud kamu, kamu sengaja kerja di sini? Mau deket-deket sama Fatur, balikan lagi, terus---"

"Saya rasa pemikiran Mbak terlalu kecil. Kalau Mbak takut saya rebut Pak Fatur, Mbak jangan khawatir. Karna tujuan saya kerja di sini bukan buat jadi penggoda."

Dena tersenyum kemudian melangkah pergi meninggalkan Lucy yang mengepalkan tangannya.

"Saya gak akan segan-segan bikin kamu keluar dari perusahaan ini kalau kamu nekat deketin Fatur!"

Dena menghentikan langkahnya, "Mbak bisa awasin saya."

***

Dena turun dari dalam angkutan umum. Gadis itu membayar kemudian berjalan menuju apartementnya.

Namun, sabuah cengkalan di tangannya sontak membuat Dena berbalik. "Eh," kaget Dena.

"Kenapa kamu gak nungguin saya?"

Dena menatap wajahnya dan juga tangan yang dicengkal secara bergantian. "Ada pekerjaan yang belum beres, Pak?" tanya Dena.

"Den, ayolah. Siapa yang mau bahas kerjaan? Saya lagi proses pembuktian sama kamu. Kenapa kamu malah kaya gini?"

Dena menarik tangannya. Sehingga, cengkalannya terlepas. "Gak ada pembuktian apa-apa, Pak. Perasaan saya ke Bapak udah lama hilang," kata Dena.

Fatur, pria itu diam menatap Dena dengan wajah terkejutnya. Pria itu tertawa, "Hahaha ... Mana mungkin? Mana mungkin kamu bisa move on dari saya? Den, kita---"

"Saya serius, Pak."

Fatur lagi dan lagi dibuat diam. Pria itu menggelengkan kepalanya, "Jangan bercanda, Dena," sahut Fatur.

"Terserah Bapak aja, Pak. Yang jelas keputusan saya gak akan berubah sampai kapapun."

Fatur mengacak rambutnya kesal. Cowok itu menatap datar ke arah Dena, "Jangan geer kamu! Saya juga gak serius sama ucapan saya kemarin."

"Terserah kamu mau kebaperan, percaya diri atau kaya gimana. Emangnya siapa yang mau balik lagi sama masa lalu yang udah bikin saya nyaris gila?" sambung Fatur.

Cowok itu menatap Dena tajam, "Denger, Dena, balik lagi sama kamu itu, sama aja saya buka luka yang udah saya tutup rapat-rapat. Gak usah ke geeran, jangan sok cantik, saya bisa dapet yang lebih dari kamu."

Fatur langsung melangkah pergi meninggalkan Dena yang mematung di tempatnya.

Gadis itu membuang arah pandangnya menahan tangis. Sepertinya, ia kembali ke fase itu lagi.

Fase di mana seolah Dena menyakiti Fatur, tanpa memaparkan alasannya pada pria itu. Dan sepertinya, Dena kembali membuka luka pria itu lagi.

Fatur masuk ke dalam mobilnya. Ia mencengkram stir mobilnya dan memukulnya beberapa kali, "Brengsek! Kenapa sakit banget?" lirih Fatur.

Sedangkan di luar sana, Dena tersenyum kecut menatap mobil Fatur yang masih belum melaju.

Tidak apa, lagi-lagi, Dena melakukan ini demi Mamanya seperti beberapa tahun lalu. "Udah dong, Den. Gak usah nangis. Mama lebih penting, lo udah janji mau angkat derajat orang tua lo," ujar Dena menyemangati dirinya sendiri.

TIN!

Dena terlonjak. Gadis itu langsung menatap ke arah pengemudi motor yang kini tengah memasang wajah konyolnya. "Hallo calon isteri! Kusut banget kaya benang yang di acak-acak kucing."

Dena hendak pergi. Namun, pergelangan tangannya di cengkal. "Buset dah, kenapa lo? Ditagih renternir? Biasanya juga yang ngutang lebih galak daripada yang nagih," ujarnya lagi.

Dena menghela napasnya, "Bim, gue lagi gak mood bercanda," jawab Dena.

Bima, cowok itu memperhatikan wajah Dena dengan seksama. "Gue tau caranya bikin mood lo naik," kata Bima.

Gadis itu berdecak kesal.

"Ayok kita beli batagor!" ajak Bima girang.

"Bim---"

"Ayo naik! Gue traktir. Nanti gue minta sama si Amangnya biar lo yang goreng batagornya sendiri," kikik Bima.

Dena menggeleng lemah, "Bim---"

"Kenapa lo takut minyaknya verry-verry peletuk-peletuk? Oh, jangan khawatir, nanti gue pinjem tutup panci buat halangin muka lo."

Biar saja bercandaannya garing. Yang penting, usahanya untuk membuat Dena tersenyum akhirnya berhasil. "Bim, apaan sih lo? Garing tau gak?" tanya Dena seraya tertawa.

"Garing-garing tapi lo ketawa. Omongan sama fikiran lo gak konsisten nih."

Dena menggelengkan kepalanya pelan, "Kapan-kapan, gue kenalin lo sama sahabat gue. Dia recehnya sama banget kaya lo, Bim," ujar Dena masih dengan tawanya.

"Asik dikenalin sama temen baru. Kenalin sama Mama lo juga dong!"

Di dalam mobilnya, Fatur menatap tajam ke arah dua insan yang masih asik tertawa itu.

Sepertinya, omongan Dena beberapa hari yang lalu, saat mengatakan Bima adalah kekasihlah, calon suami, sepertinya benar.

"Lo nyakitin gue lagi, Den," lirih Fatur.

TBC

Gimana kesan setelah baca part ini?

Kalau kalian ada di posisi Dena, bakal milih Fatur atau kerjaan?

Ada yang ingin di sampaikan untuk Dena

Fatur

Bima

Lucy

Makasih banget buat komentar kalian di part sebelumnya. Rekor banget sih, pertama kalinya dapet komentar sebanyak itu (T_T)


See you guys!<3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro