21. Penghibur

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Dena! Woi buka! Permisi!"

"Den! Lo gak bunuh diri di dalem, 'kan?"

"Dena ... Main, yuk!"

Dena membuka pintunya. Gadis itu memutar bola matanya kesal kala mendapati pasangan absurd yang kini tengah tercengir menatap Dena. "Makin glowing euy si Teteh yang satu ini. Ayo masuk, jangan malu-malu. Anggap aja rumah sendiri."

Dena menghandang jalan cowok itu. Gadis itu melotot, "Ki! Lo lama gak ketemu bukannya makin waras malah makin gak bener!"

Ki, atau tepatnya Rizki. Dia salah satu sahabat Dena saat SMA dulu. Ah--tidak, tepatnya dia adalah sahabatnya Fatur.

Masih ingat saat Dena bilang ia dapat info lowongan kerja dari Ivi? Nah, Rizki adalah sumber dari lowongan itu.

Sepertinya ... Rizki sengaja ingin membuat Dena masuk ke kehidupan Fatur lagi.

Ivi sendiri, gadis itu adalah tunangannya Rizki.

"Den! Makin dewasa bukannya makin kalem malah makin galak, gak baik tau galak sama calon suami!" Rizki melotot.

Dena dan Ivi membelakan mata mereka bersamaan. Sedangkan Rizki yang melihat keterkejutan dua gadis itu langsung tercengir lebar, "Ya Allah, belum apa-apa calon isteri Iki udah kompak begini," pujinya tak tahu diri.

"Ayo sayang, kita masuk ke dalem," ajak Rizki.

Ivi melepas sendalnya. Gadis itu melemparkannya pada Rizki dengan kesal. "Ki, waras gak?!" paksa Ivi.

"Nggak."

Dena mengusap dadanya pelan. Hancur sudah rencananya untuk bersantai.

Jika sudah ada pasangan aneh itu, rumahnya pasti ramai seperti stadion yang tengah melangsungkan pertandingan sepak bola.

"Vi! Ini menyakitkan, Adinda!" ujar Rizki seraya mengusap bahunya yang terkena lemparan sendal itu.

Ivi memasang wajah songongnya, "Emang gue fikirin? Pergi sana ke tukang urut."

"Ngapain?"

"Ngurut otak!"

Ivi langsung menyelonong masuk begitu saja. Rizki menggelengkan kepalanya pelan, "Salah apa gue dikasih tunangan kaya dia," gumamnya.

"Jodoh itu cerminan diri lo, Ki," sahut Dena.

"Apa gue terlihat peduli, Dena?" tanya Rizki songong.

Dena melotot. Gadis itu melepas sendalnya dan bersiap melemparnya ke arah Rizki.

Namun, Rizki dengan cepat berlari memasuki apartement Dena.

"MAMA SINGA NGAMOOOK!"

Dena mengusap dadanya pelan. "Jangan sampe jodoh gue sikapnya kaya si Rizki," gumam Dena pelan.

Dena memilih berjalan menghampiri mereka yang sudah duduk di sofa. Rizki dan Ivi, dua pasangan itu asik rebahan di sofa yang berbeda. "Wah .. Empuk, Den. Besok-besok gue mau beli ah sofa yang kalau di tidurin, sofanya langsung meluk gue," kata Rizki.

"Ngadi-ngadi lo, Ki," sahut Ivi.

"Kalian ngapain ke sini?" tanya Dena.

Rizki memberikan sebuah kartu undangan pada Dena. "Gue mau nikah, sama Kekeyi," kata Rizki.

"Heh! Lo nyamain gue sama Kekeyi?!" pekik Ivi.

"Apaan sih? Kekeyi itu jodoh gue, lonya aja yang nikung gue dari dia," sahut Rizki.

Dena menggelengkan kepalanya pelan. "Nikah juga lo pada. Kirain mau pacaran sampe Aki-Nini," ujar Dena seraya menatap kartu undangan itu.

"Den, ajak Fatur, ya?" Rizki menaik turunkan alisnya.

Dena melayangkan tatapan tajamnya pada cowok itu. "Apaan sih, lo?!" sewot Dena.

"Mayan, Den, hemat ongkos. Diakan udah jadi Bos. Siapa tau pulang dari kawinan gue, lo auto nikah besoknya."

"Atau lo mau nebeng dinikahan gue sama Ivi? Lumayan nanti kita patungan buat sewa dangdutan," sambung Rizki.

"Ih iya bener. Nanti kita joget lagu bah dukun, Den!" sahut Ivi rusuh.

Sudahlah, Dena pasrah menghadapi dua bocah ini.

***

Dena membuka pintu ruangannya. Namun, ia dibuat terkejut kala mendapati Fatur yang tengah memeluk Lucy. "Maaf, Pak, Mbak. Saya kira gak ada orang. Permisi."

Dena langsung menutup pintunya kembali. Gadis itu menyentuh dadanya yang terasa sesak.

Dena memutuskan untuk mencari sarapan ke kantin kantornya. Memesan bubur, Dena langsung duduk di salah satu kursi.

Tak lama, kursi di sebelahnya tertarik. Seseorang duduk di sana.

"Kamu salah paham."

Dena membuang arah pandangnya. "Salah paham ataupun nggak itu bukan urusan Bapak. Lagian, itu hak Bapak, kok," ujar Dena.

Fatur, cowok itu menatap Dena. "Kamu serius gak punya perasaan apa-apa sama saya, Den?"

Dena menatap Fatur. "Saya udah bilang kemarin, Pak," jawab Dena.

"Bohong. Kamu pasti bohong, Den," kata Fatur.

Gadis itu menggeleng, "Bukannya kemarin Bapak bilang, Bapak bisa dapet yang lebih dari saya? Kenapa sekarang Bapak maksa banget nanya soal perasaan saya ke Bapak?" tanya Dena.

Fatur berdecih, "Jangan geer kamu, Den. Saya nanya gitu karna saya masih punya hati. Saya kasihan kalau kamu masih punya perasaan sama saya. Apalagi tadi kamu liat saya lagi romantisan sama Lucy."

"Dan kenyataannya saya gak punya perasaan apa-apa sama Bapak," kata Dena.

Fatur membuang arah pandangnya. Tangannya terkepal. "Emang kamu fikir saya masih suka sama kamu? Jangan geer, Den. Saya sama sekali gak berminat balik lagi sama masa lalu."

Dena diam. Hatinya sakit saat Fatur mengatakan itu. Andai Fatur tau alasan Dena memilih Azka dulu. Andai Fatur tau alasan Dena bersikap begini.

Apakah cowok itu akan tetap mengatakan kalimat itu?

"Saya juga gak akan mungkin balik lagi sama masa lalu, Pak," ujar Dena pelan.

Fatur langsung menatap Dena dengan wajah terkejutnya.

Sial! Mengapa jadi dirinya yang merasa sakit sekarang? Jika Dena benar-benar tak mau kembali pada masalalunya, bagaimana?

Lantas, nasib hatinya yang masih menginginkan Dena, bagaimana?

"Bagus kalau kamu sadar diri. Kamu itu gak pantes buat saya."

Setelah mengatakan itu, Fatur beranjak pergi meninggalkan Dena.

Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali, "Andai lo tau, Tur," lirih Dena.

Gadis itu menunduk dan menangis. Namun itu tak bertahan lama saat ia merasakan tempat duduk Fatur tadi di duduki seseorang.

Dena mendongak. "Jangan nangis, cantiknya ilang tau."

Dena mengusap air matanya. Namun, tangan besar itu ikut serta membantu Dena menghilangkan sisa-sisa air mata di pipinya. "Nah, gini kan cantik," ujarnya.

"Masa calon isterinya Satria Bima X, nangis? Jelek tau, gak gue beliin batagor lagi lo, Den!" ancamnya.

Bima. Cowok itu entah dari mana datangnya. Namun, tiap kali ia memiliki masalah, Bima selalu bersedia menjadi penghibur untuk Dena.

Namun, sayangnya Dena tak bisa membalas perasaan cowok itu. Ia masih belum bisa melupakan Fatur.

"Den, tadi gue liat pesawat terbang."

"Ya pesawat emang terbang," jawab Dena.

"Oh, yang berendem di laut pake rinso cair namanya apa dong? Kapal? Eh, iya kapal laut. Buset dah, gagal bercanda gue!" keluh Bima.

Dena tertawa pelan. "Apa sih, Bim? Gak jelas lo."

"Lo mau gue kasih kejelasan?" tanya Bima kaget.

"Ya udah ayo, mau jadi pacar gue gak?"

TBC

Happy 100k Readers!<3

Sengaja update cepet. Semoga suka ya<3

Ada yang ingin di sampaikan untuk

Dena

Fatur

Rizki dan Ivi

Bima

See you guys!<3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro