5. Malam minggu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di sinilah Dena sekarang. Di jok penumpang mobil milik Fatur. Pria itu mengetuk jari telunjuknya di stir. Sesekali, ia melirik ke arah Dena yang terlihat tenang. "Mama gak jadi ketemu kamu," kata Fatur.

"Lah? Terus saya ngapain ikut Bapak?" tanya Dena kaget.

Gadis itu menghela nafasnya. "Tau gitu saya jalan sama Bima. Lumayan dapet--"

"Justru karna itu saya bawa kamu sekarang!" ujar Fatur tak sadar.

Dena cengo. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali, "Apa, Pak?" tanya Dena.

"Apa?" tanya Fatur.

"Tadi Bapak bilang apa?"

Fatur mengerutkan keningnya, "Emangnya saya bilang apa? Saya gak bilang apa-apa," jawab Fatur tak tahu diri.

Dena mendengkus kesal. Gadis itu memilih mengabaikan Fatur yang tengah fokus ke arah jalanan.

Pria itu melirik jam tangannya. "Kamu laper?" tanya Fatur.

"Enggak sih, Pak. Tapi kalau Bapak mau kasih saya makan, saya gak akan nolak." Dena tertawa pelan.

Fatur tanpa sadar ikut menarik sudut bibirnya ke atas. Tangannya terulur mengacak puncak kepala gadis itu.

Dena melotot, jantungnya berdebar tak karuan.

Fatur yang sadar dengan perlakuannya sendiri, langsung menarik tangannya kembali. Pria itu berdehem pelan dan kembali menenangkan tubuhnya yang menegang.

"Sorry," ujar Fatur.

Dena menangguk. Tumben sekali Fatur meminta maaf. Biasanya cowok itu akan bilang, 'Jangan geer!' atau 'Apa? Mau geer?'.

Tapi jujur, jantung Dena berdebar sedaritadi. Ah, tahu begini Dena akan pergi bersama Bima saja. Masa bodoh dengan gaji, daripada dirinya mati muda karena jantungan.

"Den," panggil Fatur.

Dena beralih menatap pria itu. "Kenapa, Pak?" tanya Dena.

"Soal tadi. Kamu jangan geer. Saya gitu karna ada tai cicak di kepala kamu," ujar Fatur.

***

Fatur menghentikan mobilnya tepat di depan tukang sate. Pria itu berjalan mendahului Dena.

Dena mendengkus kesal. Dengan malas, ia mengikuti langkah Fatur. Gadis itu duduk di depan Fatur yang sibuk dengan ponselnya sendiri. "Pak, kita ngapain ke sini?" tanya Dena.

"Mancing."

"Yang bener aja, Pak," jawab Dena kesal.

Fatur mematikan ponselnya. Pria itu menyimpan ponselnya pada saku jaketnya. "Sate ayam banyakin saus kacang, kecapnya jangan terlalu banyak. Kamu masih suka itu?" tanya Fatur.

Dena menganggukan kepalanya ragu. Fatur langsung beranjak dan memesan pada tukang sate. Setelahnya, Fatur kembali duduk di depan Dena.

"Mama kamu apa kabar, Den?"

"Baik, Pak."

Fatur menganggukan kepalanya pelan. Boleh Fatur jujur? Sebenarnya soal Mamanya yang rindu pada Dena, itu hanya alasan Fatur saja untuk mengajak Dena jalan.

Selama hampir 9 tahun berlalu, sebanyak apapun gadis yang Fatur pacari di negeri paman sam sana. Tetap saja Dena masih jadi orang yang menempati hatinya.

Tapi yang Fatur takutkan adalah, Dena yang sudah membuang jauh-jauh perasaannya pada Fatur.

"Den? Wah parah nih, pantesan gue ajakin jalan gak mau. Taunya nyangkut ditukang sate. Kenapa gak bilang sama gue kalau lo maunya--"

"Ekhem."

Dena dan pria yang sedaritadi berbicara itu langsung mengalihkan pandangannya. Pria itu tersenyum, "Eh, sama Bos ternyata."

"Bim, jangan salah paham. Tadi kita habis meeting sama client," ujar Dena cepat.

Bukan apa-apa. Bima itu orangnya ember, jika Dena tidak bilang begitu mulutnya itu pasti bocor besok.

Namun, sepertinya Fatur salah paham untuk itu. Cowok itu menatap dingin ke arah Bima yang anteng duduk di samping Dena. "Oh, iya gitu? Tenang aja, Den. Gue gak akan salah paham kok. Gue percaya sama lo," ujar Bima melantur.

Fatur semakin memicingkan matanya tak suka.

Tak lama, pesanan Fatur dan Dena sampai. Bima yang melihat itu sontak mengembangkan senyumnya. "Perhatian banget sih calon isteri gue," ujar Bima.

"Buat Dena. Bukan buat kamu," ujar Fatur ketus.

Dena melirik Fatur sekilas kemudian menggeser piringnya padaBima. "Berdua aja, Bim. Kebetulan gue juga udah kenyang," kata Dena.

Fatur melotot. Pria itu ingin marah. Namun, Dena malah tertawa saat melihat wajah Bima yang terlihat ceria.

Menyebalkan!

Niatnya mengajak Dena untuk mengenang masa lalu malah rusak gara-gara Bima.

***

"Saya gak suka kamu gitu sama Bima."

"Lah?"

Fatur mengusap wajahnya pelan. "Jangan geer! Kamu kaya gitu di depan saya saat saya gak ada pasangan. Apa itu pantes? Hah?" tanya Fatur sewot.

Dena mengerucutkan bibirnya kesal, "Ya udah sih, Pak. Saya kan gak tau kalau Bima tiba-tiba dateng kaya tadi," ujar Dena.

"Harusnya kamu bilang kalau udah makan. Biar saya pesennya satu porsi, terus kita makannya berdua. Bukan kamu---"

"Kok Bapak nadanya kaya orang cemburu gitu sih pak? Maaf ya, Pak. Kita itu cuman sekedar Bos sama bawahan. Kenapa---"

"Terserah!"

Fatur melajukan mobilnya. Diperjalanan, hanya ada keheningan yang menyelimuti keduanya.

Pria itu sesekali melirik Dena. Tapi, gadis itu benar. Fatur dan Dena hanya sekedar Bos dan bawahan.

Tapi, mengapa rasanya Fatur kesal dengan kenyataan itu.

Mobil Fatur berhenti tepat di depan gedung apartement. Dena memilih pamit keluar dan berterima kasih. Namun, Fatur hanya menjawab dengan deheman saja.

"Gengsi tuh turunin dikit, Tur. Susah banget sih cuman bilang, 'Den, saya masih sayang sama kamu. Kamu mau gak jadi pacar saya lagi?' Bego!" Fatur mendengkus kesal.

"Dena nikah sama orang lain tau rasa lo, Tur."

"Dena pacaran sama si Bima--Eh nggak! Gantengan gue ke mana-mana. Mohon maaf, Bima itu cuman dakinya gue. Oke, Tur. Lo harus pede. Besok balik lagi ke sini," gumam Fatur.

Fatur memilih melajukan mobilnya meninggalkan apartement itu.

Lantas, apakah rencananya hari esok akan lancar seperti apa yang difikirkannya, atau Fatur akan tetap mempertahankan gengsinya?

Entahlah, jawabannya ada dipart berikutnya.

TBC

Kesan setelah baca Part ini?

Kesel gak sama Fatur?

Ada yang ingin disampaikan untuk

Dena

Fatur

Bima

Fiks tadinya mau ngilang tapi gak jadi hiks:(

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro