6. Bukan Mahrom!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dena membuka pintu apartementnya. Gadis itu terpaku ditempatnya kala mendapati pria yang saat ini tengah melempar senyum ke arahnya. "A-Azka?" lirih Dena.

Azka adalah mantan tunangannya. Cowok itu meninggalkan acara pernikahan karena memilih kekasih cowok itu.

Memang, hubungan keduanya atas dasar perjodohan saat itu. Tapi, siapa sih yang nggak sakit hati ditinggalkan saat acara pernikahan?

"Aku denger kamu tinggal di sini. Makannya aku dateng buat mastiin," ujar Azka.

Dena membuang arah pandangnya.

"Den, boleh kita bicara sebentar?" tanya Azka.

Dena membuka pintunya lebar-lebar, "Masuk aja, Ka," ujar Dena.

Azka tersenyum dan memilih masuk. Setelahnya, Dena kembali menutup pintunya dan mengikuti Azka untuk duduk di sofa ruang tamu gadis itu.

"Mau minum apa?" tanya Dena.

"Apa aja."

"Bentar ya." Dena beranjak. Gadis itu berjalan ke arah dapur untuk membawa minum dan juga beberapa cemilan.

Setelahnya, Dena kembali dan menyimpannya di atas meja. Dena kembali duduk. "Di minum, Ka," ujar Dena.

Azka mengangguk dan memilih meminumnya. Setelah itu, Azka mendongak menatap Dena. "Den, mungkin ini kedengerannya bakal brengsek banget buat kamu. Tapi, aku gak bisa terus menerus hidup sama penyesalan yang---"

"To the point aja, Ka."

Azka mendekat. Cowok itu meraih tangan Dena kemudian menggenggam tangan gadis itu. "Aku mau minta maaf soal kejadian delapan tahun lalu, Den. Harusnya aku gak gegabah ninggalin acara pernikahan kita," ujar Azka.

Luka itu sudah Dena kubur dalam-dalam. Namun, mengapa Azka harus mengingatkan itu lagi pada Dena? Dena mengangguk pelan. "Gak papa. Udah kejadian juga."

"Den, Asri ninggalin aku dua tahun setelah aku ninggalin acara pernikahan kita. Itu namanya karma ya, Den?" tanya Azka.

Dena mengangkat bahunya. Gadis itu mengusap bahu Azka pelan. "Ka, aku udah maafin kamu. Gak usah inget-inget itu lagi ya? Lagian, waktu itu kita nikah juga karna terpaksa."

"Tapi---"

"Ka, udahlah."

Ting nong

Dena mengalihkan pandangannya menatap ke arah pintu. Gadis itu menghela nafasnya pelan. Siapa lagi ini?

Dena beranjak. Gadis itu memilih membuka pintunya.

Dena kaget saat mendapati Fatur yang berdiri menatapnya. Cowok itu terlihat seperti remaja dengan celana jeans dan juga hoodie hitam yang cowok itu kenakan.

"Terpesona, Dena?" tanya Fatur.

Dena menggelengkan kepalanya. Gadis itu melirik ke kanan dan ke kiri. "Ngapain Bapak ke sini?" tanya Dena.

"Mana saya tau. Kaki saya tiba-tiba jalan ke sini."

Dena mengerjapkan matanya berkali-kali. "Lah? Pak, mana ada kaki jalan sendiri tanpa---"

"Kaki saya mandiri. Dia punya otak makannya dia pergi ke mana aja sesuka hati," jawab Fatur cepat.

Aneh. Sudahlah, terserah bosnya saja. Lagipula, Fatur kan memang aneh sejak dulu.

"Dari rumah saya ke sini itu pake bensin, Den. Kamu mau biarin saya diem di sini? Gak mau nyuruh saya masuk?" tanya Fatur.

Dena terdiam sesaat. Gadis itu mengigit bibir bawahnya. Bukan apa-apa, di dalam ada Azka.

Hubungan Fatur dengan Dena putus saat 9 tahun yang lalu ada sangkut pautnya dengan cowok itu.

"Pak, mendingan Bapak pulang aja, deh. Apartement saya bau, Pak. Banyak tikus sama kecoa lewat terus eek di lantai. Nanti sepatu Bapak yang kinclong ini---"

"Kamu gak mau nerima saya?" tanya Fatur seraya melotot.

Dena menggeleng cepat. Bukan itu! Fatur menerobos masuk tanpa memperdulikan Dena.

Dena melebarkan matanya. Gadis itu dengan segera menyusul Fatur. Yang Dena lihat, cowok itu terdiam di tempatnya dengan mata yang menatap lurus ke arah Azka.

"Tunangan kamu?" tanya Fatur pada Dena.

Dena menggeleng cepat. Namun, ia mengangguk setelahnya. "B-bukan pak! Eh, iya deh. Tapi, bukan!" ujar Dena tak jelas.

Fatur memilih duduk dan menatap tajam ke arah cowok itu. Tangannya ia lipat di depan dada. "Pacar kamu, Den?" tanya Azka.

"Oh, bukan. Saya bukan pacarnya Dena," jawab Fatur cepat.

Dena mengembuskan nafasnya pelan. Gadis itu memilih duduk di samping Azka. "Den, saya ganteng gak?" tanya Fatur.

"Biasa aja."

"Jelas saya tau saya ganteng."

Dena mengerutkan alisnya. Gadis itu memilih menatap Azka, "Ka, Mama kamu apa kabar?" tanya Dena.

"Den, kamu gak pernah nanyain keadaan Mama saya!" kata Fatur tak terima.

Dena mengalihkan pandangannya pada Fatur. Sedangkan Azka, cowok itu memilih merapatkan bibirnya. "Apasih, Pak?" tanya Dena kesal.

"Tanyain keadaan Mama saya sekarang!" titah Fatur.

Dena menghela nafasnya, "Mama Bapak apa kabar?" tanya Dena malas.

"Baik banget. Apalagi kalau kamu yang nanya langsung sama dia. Ayok ke rumah saya sekarang!" pinta Fatur.

"Den, kayanya aku pulang aja, ya? Kalau ada waktu aku---"

"Pulang aja. Dena mau pergi sama saya. Kalau bisa gak usah ke sini lagi," jawab Fatur cepat.

"Pak! Apaan sih?" tanya Dena kesal.

Fatur memilih mengangkat bahunya tak acuh. "Ka, maaf banget ya. Kalau mau main ke sini main aja. Gak---"

"Bukan mahrom. Gak boleh main-main ke apartement cewek apalagi cuman berduaan!" tekan Fatur.

"Ya udah, Bapak pulang sana! Bukan mahrom!" sahut Dena kesal.

Fatur membulatkan matanya, "Kamu ngusir saya?" tanya Fatur.

"Pak, perlu saya ingetin? Tadi Bapak loh yang bilang, 'Gak boleh main-main ke apartement cewek apalagi cuman berduaan' gitu."

"Tapi kita bertiga sekarang!" jawab Fatur tak mau kalah.

Dena menggeleng, "Azka udah mau pulang. Itu artinya Bapak juga harus pulang. Kalau Azka pulang, otomatis kita tinggal berdua nantinya. Saya gak mau ya nanti digerebek terus di suruh nikah paksa!" ujar Dena mengulang ucapan Fatur tempo lalu.

Fatur mendengkus kesal. Kebiasaan Dena sejak masih berpacaran sampai sekarang ternyata masih sama.

Masih suka adu argumen, tak mau kalah, menyebalkan, dan selalu membuat Fatur semakin sayang---eh?

"Den, saya ke sini karna Mama saya suruh bawa kamu. Cepet sana siap-siap! Di sana kita gak berduan. Gak akan dinikahin paksa," ujar Fatur.

"Gak ah. Bapak kan tukang bohong. Kemarin bilangnya---"

"Den, aku pulang ya?" pamit Azka menyela perdebatan keduanya.

Azka memilih pamit pergi meninggalkan Dena dan juga Fatur. Gadis itu memicingkan matanya tak suka. "Pak, pulang sana!" usir Dena.

"Ikut saya, atau kamu saya pecat."

"Kok ngancemnya gitu sih, Pak? Ini kan---"

"Ya udah, jangan salahin saya kalau besok ada surat---"

"Oke!" Dena memilih beranjak dan lari ke dalam kamarnya.

"YUHU DENA! Gue---Pak Bos?!"

Astaga. Godaan apa lagi ini?

TBC

Terimakasih karna udah setia baca Jangan Geer!

Ada yang ingin di sampaikan untuk

Fatur

Dena

Azka

See u next part

Novel Dari Hanin Untuk Malik masih bisa dipesan lewat penerbit ya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro