LIMA

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Januar mengehela napas. Ia menatap bangunan rumah yang ada di depannya. Ingatannya kembali pada saat pernikahan Juli. Ya. Ucapan Gibran membuat Januar ingin menemui kakaknya. Kakaknya sudah resmi menjadi istri Alex. Januar tak tahu pasti alasannya menerima Alex. Yang ia tahu, saat itu kakaknya minta izin pada Januar jika dia akan menikah dengan Alex. Januar hanya bisa menyetujui jika itu untuk kebahagiaan kakaknya. Juli baru menikah beberapa pekan yang lalu. Tak ada pesta mewah dalam pernikahan Juli dan Alex. Acara sakral itu dilakukan secara sederhana. Hanya di hadiri keluarga Jordan, Damian, dan teman kantornya. Semua itu atas permintaan Juli.

Januar mengetuk pintu rumah Juli. Tak lama, pintu pun terbuka. Januar menundukan kepalanya. Juli mengamati tubuh adiknya. Basah. Juli tertegun ketika menatap adiknya tak seperti pada biasanya. Juli melepas topi adiknya ketika mengingat hal yang sama pernah terjadi pada hari-hari sebelumnya. Januar mengangkat kepala ketika kakaknya tak merespon. Januar menghela napas. Juli menghela napas, lalu bergegas masuk. Januar mengikuti Juli masuk ke dalam. Januar meletakan tasnya di atas sofa. Saat ini, Juli tinggal di rumah milik suaminya, Alex. Walaupun sederhana, rumah itu cukup menenangkan. Biasanya, Januar akan datang ke rumah Juli jika ia rindu pada kakaknya atau untuk menghilangkan jejak di wajahnya akibat perkelahiannya dengan Gibran karena dia tak ingin Damian dan Aisyah tahu jika Januar sudah berkelahi.

Juli menyodorkan handuk pada adiknya dan menyuruhnya agar cepat mandi. Januar menerima handuk itu. Juli menulis pesan pada kertas.

Kamu tahu kalau kamu hujan-hujanan akan demam? Kenapa kamu hujan-hujanan? Dan kenapa kamu kembali berkelahi? Ini sudah empat kali kamu seperti ini, Januar! Gimana kalau Pak Damian tahu?

Januar membaca pesan Juli. "Maafin Ari, Mbak." Januar menunduk.

Juli menarik tangan Januar dan membawanya menuju kamar yang biasa Januar tempati ketika dia menginap di rumah Juli. Juli mengintruksi adiknya agar segera mandi. Januar pun menurut, masuk ke dalam kamar untuk mandi.

Alex pun tiba di halaman rumahnya. Dia menatap motor yang ada di teras rumah. Alex pun masuk ke dalam. Dia tahu jika motor itu milik Januar. Lebih tepatnya fasilitas dari Damian untuk ke sekolah. Alex menghampiri Juli yang sedang menyiapkan makanan di atas meja makan.

"Apa Ari kembali berkelahi dengan temannya?" tanya Alex pada Juli sambil duduk di kursi yang biasa ia duduki.

Juli mengangguk pasrah.

Alex menatap istrinya. "Sampai kapan kita akan menyembunyikan hal ini pada orang tua angkatnya? Ini sudah ke sekian kali dia mengalami hal seperti ini. Kita tak mungkin terus membiarkan Ari dihajar teman-temannya." Alex mengungkapkan.

Terdengar langkah menghampiri mereka. "Selama ini Ayah sudah memberikan yang terbaik untuk Ari. Aku nggak mau bikin Ayah pusing. Lagian Ari sudah janji nggak akan bikin masalah di sekolah. Tolong jangan bilang apa-apa ke Ayah, Kak." Ari duduk di tengah-tengah Alex dan Juli.

Juli membuka kotak obat yang sudah ia siapkan untuk mengobati luka pada wajah adiknya. Juli mengoleskan salep pada wajah adiknya.

"Bagaimana aku dan kakakmu akan diam kalau kamu sering mengalami seperti ini? Aku dan kakakmu tak mungkin selalu menutupi semua ini dari ayahmu, Januar. Apa kamu ingin seperti ini terus? Mengalah? Dihabisi? Diinjak? Kamu bukan malaikat, Januar! Kamu hanya punya satu nyawa!" Alex mengingatkan dengan nada tegas.

Januar hanya diam. Dia hanya ingin melakukan apa yang menurutnya baik. Januar tak menuntut apa-apa dari Damian atau Juli. Juli memberikan tulisan pada Januar.

Sebenarnya apa yang terjadi? Apa yang sedang kamu sembunyikan dari Mbak? Mbak rasa bukan karena predikat kamu, temanmu selalu mencari ulah. Pasti ada alasan lain. Katakan pada Mbak, Januar.

Januar menunduk. "Gibran tau kalau Januar anak angkat Ayah. Dia bahkan tau Mbak nikah dengan Kak Alex. Dan dia tau masa lalu Mama dan kakak. Januar nggak tau kenapa Gibran tau semua tentang masa lalu kita." Januar berterus terang.

"Dia pasti membayar detektif untuk menggali infomasi tentang masa lalu kalian. Aku mengenal baik musuhmu, Januar. Kamu harus hati-hati dengannya. Dia akan mencari cara untuk menjatuhkanmu. Ayahmu harus tahu." Alex membalas.

"Nggak, Kak. Ari nggak mau Ayah tau." Januar tetap menolak.

Alex beranjak dari tempat duduknya. "Terserah, jika kamu ingin terus seperti ini." Alex meninggalkan ruang makan.

Januar hanya menatap kepergian Alex. Ia lalu menatap kakaknya. Juli menghela napas, lalu beranjak dari tempat duduknya untuk mengikuti sang suami. Januar pun menghela napas. Posisinya kini sulit. Januar tahu, kapan waktunya pun Damian akan tahu. Tapi bukan saat ini ayahnya harus tahu. Sebelumnya Alex tak tahu, tapi Juli menceritakan masalah Januar pada suaminya karena Juli tak bisa menyimpan rahasianya seorang diri.

***

Juli meraih tas Januar. Lembah. Ia membuka tas itu dan mengeluarkan isinya. Pandangan Juli terfokus pada kertas putih yang terlipat. Juli meraih kertas itu dan membukanya. Isi pesannya mengenai panggilan orang tua murid untuk kasus perkelahian Januar dan Gibran.

Apa selama ini Januar dapat surat ini, tapi dia selalu sembunyikan? Kenapa dia melakukan ini? Kenapa dia nggak mau terus terang? tanya Juli dalam hati.

Juli berjalan menghampiri kamar adiknya. Ia pun membuka pintu kamar itu. Juli menghampiri sang adik yang masih bergelut pada selimut. Juli duduk di tepi ranjang. Ia menepuk pelan lengan adiknya. Tak ada respon dari Januar. Juli sudah membangunkannya beberapa kali. Selimut pun ia tarik. Juli merasa gemas karena adiknya masih belum bangun. Ia mengingat sesuatu. Juli menempelkan punggung tangannya pada kening Januar. Panas. Ia bergegas keluar dari kamar untuk menyiapkan air kompres. Juli mengompres kening Januar. Sudah beberapa kali ia mengingatkan Januar agar tidak terkena air hujan, tapi Januar tak pernah mau dengar peringatan dari kakaknya. Wajah Januar terlihat bengkak. Juli merasa tak tenang dengan keadaan adiknya. Biasanya, jika Januar mengalami luka karena berkelahi, maka luka pada wajahnya akan segera membaik setelah Juli mengoleskan salep. Tapi wajah Januar sekarang justru membengkak. Juli masih mengompres kening Januar.

Januar membuka mata. Tubuhnya terasa panas dan sakit terasa sekujur badan. Ia menyingkirkan handuk yang ada di keningnya. Januar beranjak duduk. Ia menurukan kaki dari ranjang. Kepalanya terasa pusing. Januar berusaha berdiri, tapi usahanya gagal karena tubuhnya terasa lemas. Januar menghela napas.

Ada apa denganku? Tidak biasanya aku seperti ini.

Terdengar pintu terbuka. Juli masuk ke dalam kamar adiknya sambil membawa sarapan untuk Januar. Ia meletakan nampan berisi makanan itu di atas nakas. Tangannya bergerak menyentuh kening adiknya. Masih panas. Juli meraih ponselnya dan menulis pesan untuk adiknya.

Badan kamu masih panas. Wajah kamu juga bengkak. Kamu harus ke rumah sakit.

Juli menunjukan tulisannya pada Januar. Januar menerima dan membaca tulisan dari kakaknya.

Januar menggeleng. "Januar nggak mau repotin Mbak. Januar cuma butuh istirahat saja, Mbak, nanti juga baikan. Mbak jangan khawatir." Januar menenangkan Juli.

Juli menghela napas. Ia kembali menulis pesan.

Kapan kamu mau dengar omongan Mbak? Tadi Mbak nemu surat panggilan dari sekolah buat orang tua kamu. Kalau Mbak nggak buka tas kamu, mungkin Mbak nggak akan tahu. Apa kamu selama ini menyembunyikan surat-surat yang diberikan kepala sekolah untuk orang tua kamu mengenai perkelahianmu dengan teman kamu? Kenapa kamu lakukan itu, Januar? Mbak kecewa sama kamu.

Juli memberikan pesan itu pada adiknya. Januar pun menerima lalu membaca dengan seksama.

"Bukan begitu, Mbak. Ini pertama kali Januar dapat surat panggilan itu. Januar nggak bohong sama Mbak. Ini pertama kali Gibran memukul Januar di tempat terbuka. Mbak percaya sama Januar, kan?" Januar menatap kakaknya sendu.

Kekesalan Juli masih tersisa. Ia menatap adiknya separuh. Separuh percaya dan separuh tidak. Juli meyakinkan hatinya untuk percaya pada sang adik. Ia kembali menulis pesan.

Ke rumah sakit atau surat itu akan sampai di tangan ayahmu? Mbak nggak mau dengar alasan apa pun darimu. Pilihannga hanya itu.

Juli memberikan kertas itu dan berlalu pergi. Ia tak mau mendengar bantahan sang adik. Juli bergegas menemui Alex untuk menunjukan surat panggilan itu. Juli tak ingin kembali menyimpan masalah Januar sendiri. Juli tak ingin menutupi sekecil apa pun masalah yang terjadi pada suaminya karena ia sudah berjanji akan terbuka pada Alex mengenai apa pun.

"Kamu dari mana?" tanya Alex ketika mendapati sang istri berjalan menghampirinya.

Juli menunjuk ke arah kamar Januar.

"Bagaimana keadaannya?" Alex memastikan.

Juli duduk di samping suaminya. Ia menulis pesan untuk Alex.

Dia demam. Sampai sekarang demamnya masih tinggi. Dia alergi air hujan, tapi masih saja tetap hujan-hujanan. Aku sudah sering mengingatkannya, tapi dia selalu mengulanginya. Wajahnya juga bengkak. Mungkin akibat pukulan dari temannya. Aku ingin membawa dia ke rumah sakit, tapi dia tetap keras kepala.

Juli memberikan tulisan itu pada Alex. Alex pun membaca pesan Juli. Alex menghela napas.

"Bawa dia ke rumah sakit." Alex membalas.

Juli kembali menulis pesa untuk Alex.

Dia dapat surat panggilan dari pihak sekolah untuk orang tuanya. Aku nggak sengaja nemu di tasnya. Apa kita datang saja ke sekolahnya dia buat wakili Pak Damian? Aku sudah bilang ke Januar kalau bakal kasih tahu Pak Damian kalau dia nggak mau ke rumah sakit, tapi dia nolak.

Alex beranjak dari tempat duduknya. Ia berjalan menuju kamar Januar. Alex menghela napas sebelum masuk ke dalam kamar Januar. Ia membuka pintu. Dilihatnya, Januar sedang menyantap sarapan yang dibuatkan Juli. Alex duduk di tepi ranjang. Ia menyentuh kening Januar. Masih panas.

"Siap-siap. Kamu harus ke rumah sakit." Alex mengintruksi.

"Nggak usah, Kak. Nanti akan sembuh sendiri." Januar membalas.

"Akan kukabari Ayahmu jika kamu mulai membuat kakakmu kesal. Apa kamu tidak kasihan dengan kakakmu? Selama ini dia sudah berusaha untuk melakukan apa yang kamu minta. Sampai kapan kamu menutupi masalahmu pada ayahmu? Jika ayahmu tahu, dia akan murka dan aku akan terkena imbasnya. Apa kamu tidak berpikir sampai ke arah itu?" Alex mengingatkan. Ia merasa lelah dengan masalah Januar yang terus mereka sembunyikan.

Januar menghentikan aksifitasnya. "Januar minta maaf," lirihnya.

"Ganti pakaianmu. Aku tunggu di mobil." Alex beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan Januar.

Januar meletakan nampan di atas nakas. Ia menurunkan kakinya ke lantai. Perlahan menghela napas. Januar beranjak dari ranjang. Kepalanya masih terasa pusing, tapi ia berusaha untuk kuat dan berjalan menuju luar. Januar akan jatuh, tapi Juli membantunya untuk berdiri. Juli membantu adiknya untuk menemui Alex.

"Mbak. Maafin Januar karena sudah bikin Mbak dan Kak Alex repot. Januar janji nggak akan ngrepotin Mbak lagi. Maafin Januar, Mbak." Januar terdengar sedih.

Juli menggeleng. Ia fokus membantu adiknya agar segera menuju rumah sakit. Setelah Juli dan Januar masuk mobil, mereka bergegas menuju rumah sakit.

***

Lisa menatap bangunan yang ada di depannya. Ia lalu melangkah menuju teras rumah itu. Tangannya bergerak menekan bel. Tak lama, pintu pun terbuka dan terlihat sosok wanita berpakaian suster membukakan pintu. Lisa menatap wanita itu.

"Maaf cari siapa?" tanya wanita itu.

Lisa tersenyum. "Saya temannya Januar. Januarnya ada?" tanya Lisa.

"Siapa, Bi?!" tanya seseorang dari dalam.

"Mari Mbak, masuk." Wanita itu membuka pintu lebar agar Lisa masuk ke dalam. Lalu wanita itu pamit masuk. Dia menemui majikannya. "Ada temannya Mas Ari, Bu Aisyah. Dia nyari Mas Ari." Wanita itu menyampaikan.

"Temannya Ari?" tanya Aisyah lirih.

"Iya, Bu. Sudah saya suruh masuk temannya Mas Ari," lanjut sang pembantu.

Ada apa temannya Ari datang ke rumah? Ari bahkan belum pulang sejak kemarin. Apa ada masalah? tanya Aisyah dalam hati.

"Tolong buatkan minum. Aku akan menemuinya." Aisyah beranjak dari tempat duduknya.

Sang pembantu mengangguk dan berlalu pergi. Aisyah melangkahkan kaki menuju ruang tamu. Dilihatnya seorang gadis yang masih mengenakan seragam SMA Taruna terduduk di sofa ruang tamu. Aisyah tersenyum pada Lisa ketika tiba di ruang tamu. Lisa tersenyum.

"Selamat sore, Tante." Lisa menyapa Aisyah.

"Sore." Aisyah membalas singkat dengan ramah.

"Saya Lisa, Tante, teman dekat Ari di sekolah." Lisa mengenalkan diri.

"Saya Aisyah, ibu angkat Januar." Aisyah tersenyum.

"Lisa mau menemui Ari, Tante. Apa Ari ada di rumah?" tanya Lisa.

"Ari belum pulang dari sekolah. Sejak kemarin dia menginap di rumah kakaknya. Apa Lisa nggak ketemu Ari di sekolah?" Aisyah balik bertanya.

Ari belum pulang? Dia nggak masuk sekolah? Dan orang tuanya nggak tahu sama sekali? Dia benar-benar menyembunyikan semua ini dari orang tua angkatnya. Kenapa Ari begitu merahasiakan perkelahiannya? Ada apa dengan Ari?

Pembantu datang membawa minuman. Obrolan mereka terpotong.

Ari di rumah kakaknya? Jika dia di rumah kakaknya, berarti kakaknya tahu mengenai perkelahian Ari dan Gibran. Jika kakaknya tahu, kenapa orang tua angkatnya nggak boleh tahu? Ada apa sebenarnya dengan Ari?

Aisyah menatap Lisa yang termenung. Bahkan ucapannya tak dibalas oleh Lisa.

"Lisa." Aisyah berusaha membuyarkan lamunan Lisa.

"I-iya, Tante." Lisa tergagap.

"Apa ada masalah dengan Ari di sekolah?" Aisyah memastikan.

Apa aku harus cerita pada ibunya? Aku nggak mau lihat Ari terus menerus mendapat luka dari Gibran. Aku pun nggak tahu alasan Ari nggak melawan Gibran.

Lisa menarik napas dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Ia lalu membetulkan posisi duduknya. Maafkan aku, Ri. Aku harus cerita pada ibumu jika kamu sering mendapat ancaman dan hinaan dari Gibran. Aku terpaksa melakukan ini demi kamu. Aku tak tahu alasan kamu menutupi semua ini dari orang tua kamu, tapi aku peduli dengan keadaan kamu. Jika aku tidak melakukan ini, maka Gibran akan semakin berkuasa dan terus menghajar kamu. Aku terpaksa melakukan ini demi kamu. Aku nggak mau semuanya terlambat.

Lisa menatap Aisyah. Rautnya terlihat takut. Lisa menunduk. "Lisa mau kasih tau Tante, tapi Lisa takut kalau Ari akan marah dengan Lisa karena sudah cerita pada Tante. Lisa hanya nggak mau Ari terus mengalah dengan Gibran. Lisa kasihan dengan Ari." Lisa berterus terang.

"Maksud Lisa apa? Apa terjadi sesuatu dengan Ari di sekolah? Lisa terus terang pada Tante. Tante janji nggak akan sebut nama Lisa atau bilang pada Ari mengenai info dari Lisa tentang Ari." Aisyah berjanji.

Lisa pun menceritakan perkelahian Ari dan Gibran dari awal hingga akhir. Lisa tak punya pilihan selain menceritakan masalah itu pada Aisyah karena bagaimanapun orang tua Ari harus tahu keadaan Ari di sekolah. Aisyah merasa tak percaya dengan cerita Lisa. Mata Aisyah berkaca. Lisa pun mengusap air matanya.

"Tolong jangan bilang ke Ari kalau Lisa cerita semua ini ke Tante. Lisa cuma nggak mau Ari terus mengalah dengan Gibran. Lisa nggak tau alasan Ari nggak mau cerita dengan Tante atau Pak Damian. Lisa khawatir dengan keadaan Ari. Lisa takut Kalau Gibran akan berbuat yang lebih berbahaya dari ini. Lisa kenal Gibran sudah lama, jadi Lisa tau sifatnya." Lisa melanjutkan.

"Tante berterima kasih dengan Lisa karena sudah mau cerita pada Tante. Tante jadi tau alasan Ari ingin menginap di rumah kakaknya. Terima kasih, Lisa. Tante akan merahasiakan namamu dalam masalah ini. Tante janji." Aisyah berjanji.

Tangis bayi pun terdengar. Lisa dan Aisyah menatap ke arah dalam.

"Tante ke dalam dulu." Aisyah beranjak dari sofa.

Lisa pun beranjak. "Kalau begitu, Lisa pamit pulang Tante." Lisa pun pamit.

Aisyah mengangguk dan tersenyum pada Lisa. Lisa pun pamit pergi. Setidaknya Lisa sudah berusaha supaya ego Gibran pecah. Lisa yakin jika Damian tahu mengenai hal ini, maka dia tak akan tinggal diam. Lisa banyak tahu mengenai Damian dari ayahnya. Lisa tak ingin melihat Gibran menginjak harga diri Januar. Lisa tak memiliki cara lain agar cepat menyingkirkan Gibran. Lisa muak dengan ego Gibran yang mudah emosi dan menyimpan dendam.

Permainanmu akan segera game over, Gibran! Jangan salahin gue kalau gue bakal lakuin ini! Elo sudah keterlaluan dan membuat Januar seperti ini. Lo bakal nyesel sudah menghalangi hubungan gue sama Januar. Lisa membatin dengan tersenyum sinis.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro