SEMBILAN

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Melbourne, Australia

Januar menutup buku yang ia baca dan meletakannya di atas meja. Satu tahun berlalu telah ia lewati di negara tempat ia menimba ilmu. Monash University adalah tempat pilihan terbaik untuk Januar mempelajari dunia bisnis. Damian memasukannya ke dalam universitas itu karena menurutnya tempat itu adalah kampus terbaik pencetak orang-orang sukses. Satu tahun, Januar sudah menghabiskan waktu di negara yang terkenal dengan ikon binatangnya yang khas. Kangguru.

Satu tahun lebih sudah berlalu. Aku merasa banyak perubahan di sini. Aku menuruti keinginan Ayah untuk belajar di sini. Universitas ini sangat bagus. Ayah tidak salah memasukan aku ke tempat ini. Aku betah di sini, terlebih ada orang yang selalu menyemangatiku setiap hari. Aku harus membanggakan Ayah, ibu dan kakak. Aku akan selesaikan kuliahku di sini sesuai keinginan mereka. Aku ingin melihat mereka bahagia.

"Ri ..."

Januar terkesiap. Ia mengerjapkan matanya ketika sebuah tangan bergerak di depan wajahnya. Ia lalu menoleh ke sumber suara. Januar menaikan alisnya pada gadis yang kini sudah duduk di sampingnya. Emma. Gadis yang sudah menjadi sahabat sekaligus patnernya dalam masalah kuliah selama satu tahun lebih belakangan. Kedekatan Ari dan Emma membuat kalangan mahasiswa dan mahasiswi di kampus itu menjadi iri. Dua manusia itu menjadi sorotan mata teman-temannya karena kedekatan mereka sejak satu tahun belakangan. Bukan karena hubungan spesial, melainkan karena mereka selalu kompak dalam segala hal. Semua penghuni universitas sudah mengetahui jika Emma dan Ari adalah saudara karena mereka tahu jika Emma memiliki kekasih dan sering menjemput Emma atau makan bersama di kantin kampus. Mereka iri karena Emma dan Januar tak mudah dimanfaatkan atau dirayu dalam hal apa pun. Januar dan Emma sudah bisa beradaptasi dengan teman-temannya. Mereka akan berkomunikasi dengan orang lain apabila tidak menyangkut pergaulan. Januar sudah berjanji pada Damian agar menjaga diri baik-baik selama di tempat itu termasuk menjaga Emma. Januar masih memegang teguh prinsipnya untuk mematuhi perkataan sang ayah.

"Mama mengajak kita untuk makan siang bersama." Emma berbisik.

"Mama? Apa beliau di sini?" tanya Ari.

Emma mengangguk.

"Kapan?" Ari melanjutkan.

"Nanti siang."

Ari terdiam. Aku sudah janji jika akan datang ke tempat kerja siang ini, tapi Mama mengajakku untuk makan siang. Apa aku harus kembali izin untuk tidak masuk siang ini? Januar menghela napas.

Emma menatap raut Ari yang terlihat bingung. "Kenapa?" tanya Emma.

"Tidak." Ari menggeleng.

"Kamu sibuk?" Emma memastikan.

"Aku bisa." Januar tersenyum. Ia menutupi apa yang terjadi belakangan ini pada Emma. Januar meluangkan waktunya setelah kuliah untuk kerja di minimarket sebagai keamanan gudang. Ia hari ini sudah janji pada pemilik minimarket untuk datang ke tempat kerja karena ada barang yang harus ia cek. Ia melakukan pekerjaan itu baru beberapa bulan yang lalu untuk memenuhi kebutuhannya yang tak ia dapat dari Damian. Januar sengaja tak meminta uang pada Damian perkara di luar jatah yang biasa Damian berikan. Sudah cukup dia merasa membuat beban pada Damian. Apa yang tidak Damian ketahui mengenai kekurangan materi pada diri Januar, maka Januar akan berusaha mencarinya sendiri. Masa tempo apartemennya pun sudah habis. Januar berusaha agar tidak meminta pada Damian. Ia akan berusaha sendiri untuk membayarnya sampai Damian mengetahui akan hal itu.

Januar mengikuti langkah Emma. Ia meraih ponselnya dari dalam saku. Ia mengirim pesan pada atasannya jika dia ada urusan mendadak dan akan segera ke tempat kerja setelah urusannya selesai.

"Januar!!!"

Langkah Januar dan Emma terhenti ketika seseorang menyerukan nama Januar. Januar dan Emma menatap orang yang kini berlari menuju ke arah mereka. Emma menghembuskan napas jengah. Ia berjalan meninggalkan Januar dan orang itu.

"Nanti malam ada pertandingan. Kamu tidak ingin ikut? Hadiahnya lumayan. Kamu bisa kencani sepuluh wanita di bar." Laki-laki itu berkata pada Januar dengan nada pelan.

"Tidak, Nick. Sampai kapan pun aku tidak akan bertanding kembali. Aku ingin fokus pada kuliahku." Januar melanjutkan langkahnya.

"Sungguh disayangkan. Kamu akan menyesal, Jan." Nick mengingatkan. Dia adalah iblis yang selalu menggoda Januar untuk kembali ke atas ring. Kejadia beberapa bulan yang lalu membuatnya terjerumus dalam lembah hitam.

Ya. Januar pernah bertanding beberapa kali di atas ring. Itu bukan keinginannya, tapi demi menyelamatkan Emma karena mantan kekasih Emma menantangnya untuk bertanding di atas ring. Sejak saat itu, ia banyak dibanjiri tawaran untuk bertanding oleh dew-dewa judi pertandingan di atas ring, tapi Januar menolak karena tidak ingin cari masalah dengan keluarganya walaupun penghasilan dari sana menjanjikannya, tapi ia tetap menolak kuat. Januar sudah mengetahui jika Damian mantan petarung lewat Emma. Ada banyak hal yang ia tak tahu mengenai masa lalu Damian. Mengenal Emma adalah keberuntungannya bisa mengetahui secara detail kehidupan masa lalu ayahnya. Dan Januar tidak akan mengikuti jejak ayahnya sampai kapan pun.

Emma memberikan kunci mobil pada Januar. Januar menerima, masuk ke dalam mobil dan melajukan mobil mewah itu menuju tempat pertemuan. Januar merasa gelisah. Ia takut jika atasannya akan memecatnya karena sudah mengingkari janji. Hanya pekerjaan itu yang ia miliki saat ini. Jika ia dipecat, maka bagaimana dengan tujuannya untuk bisa memenuhi misinya. Banyak misi yang akan ia lakukan dan membutuhkan banyaj uang. Ia tak akan mengikuti jejak Damian walaupun ilmu bela diri dikuasainya. Ilmunya hanya akan ia gunakan untuk hal positif, bukan untuk meraih apa yang ia inginkan. Itu pesan Damian.

"Apa Nick memaksamu untuk bertanding?" Emma membuka obrolan ketika Januar sudah duduk di kursi kemudi.

"Sepertinya kamu bakat menebak." Januar membalas santai. Ia melajukan mobil membelah kota Melbourne.

"Siapa lagi jika bukan dia yang hobi menyaksikan gulat ring? Aku menyesal sudah melibatkanmu untuk bertanding dengan Hary. Sungguh. Jika tahu akan seperti ini, lebih baik aku menuruti permintaan Harry." Emma terdengar menyesal.

Januar seketika menginjak pedal rem. Emma terlonjat kaget. Kepalanya hampir saja menabrak dasbord karena tindakan Januar. Ia menatap Januar. Januar menatapnya dengan emosi. Mata mereka bertemu.

"Aku tidak akan membiarkan bajingan itu menyentuhmu!" Januar terdengar marah.

Baru kali ini Januar menatap marah Emma. Ia tak suka jika Emma merendahkan dirinya pada laki-laki. Semua itu mengingatkan Januar pada Ibu dan kakaknya. Tidak akan terulang kejadian keji pada wanita-wanita yang ia cintai termasuk Emma walaupun Emma hanya ia anggap sebagai saudara, tetapi Januar akan melindunginya dengan sepenuh tenaganya. Itu janjinya.

Suara klakson membuyarkan pandangan mereka. Januar kembali fokus pada kemudi dan melajukan mobil itu menuju Hotel Garden tempat janji dengan Retno, ibu kandung Damian dan Emma. Selama perjalanan, tak ada sepatah kata keluar dari mulut Emma atau Januar. Mereka tenggelam dengan pikiran masing-masing.

"Maaf," lirih Emma.

Januar tak membalas. Ia lebih memilih diam jika sedang emosi.

Januar turun dari mobil ketika tiba di lobi hotel. Ia menyerahkan kunci pada petugas keamanan untuk memarkirkan mobilnya. Emma pun sudah turun. Mereka berjalan masuk ke dalam hotel. Januar hanya mengikuti langkah Emma karena ia tak tahu kursi mana yang sudah dipesan sang ibu. Ia masih diam semenjak kejadian beberapa menit yang lalu, sedangkan Emma sudah kembali ceria seakan melupakan apa yang sudah ia ucapkan. Hal itu yang membuat Januar tidak suka. Ia mudah menyimpan ucapan, sedangkan Emma mudah untuk melupakan. Bahkan Januar masih ingat ketika Emma menginginkannya untuk menjadi kekasih setelah Emma putus dari Harry. Januar tahu jika perasaan Emma hanya sesaat saja. Bahkan setelah tenang, Emma mampu melupakan Harry dalam sekejap. Entah itu pikiran Januar saja atau memang kenyataan. Tapi hal itu yang Januar rasakan.

Januar menghela napas. Ia menatap Emma yang sudah dulu menghampiri ruangan khusus di mana terlihat wanita yang sudah cukup lama tak ia temui. Terakhir bertemu dengan Retno sekitar 5 bulan yang lalu. Ini pertemuan ketiganya dengan nenek angkatnya. Januar masuk ke dalam ruangan itu. Ia menghampiri Retno, lalu meraih tangannya dan diciumnya telapak tangan Retno.

"Kamu apa kabar?" tanya Retno pada Januar.

"Ari baik, Ma." Januar tersenyum. Ia bergegas duduk di sofa sebrang. Pertemuan sebelumnya, ia masih memanggil Retno dengan sebutan 'Oma'. Retno meralatnya agar lebih santai memanggilnya sama seperti Emma. Januar menuruti permintaan Retno agar memanggil dengan sebutan itu.

"Mama sudah pesankan kalian makanan agar ketika kalian tiba langsung makan dan tidak menunggu lama. Ayo. Nanti dingin makanannya." Retno mengajak Januar dan Emma makan.

"Papa mana, Ma?" tanya Emma di sela ia menyendok pasta.

"Ada. Dia sedang bertemu dengan orang penting di atas. Tadi Papa sudah duluan makan. Kalian makan saja, tak perlu menunggu Papa." Retno menyantap makanan yang sudah ia ambil.

Januar pun menikmati makan siang bersama Retno dan Emma. Pikirannya bercabang antara pekerjaan dan makan siang. Di sisi lain, ia tak ingin menolak permintaan Retno. Di sisi lain, ia tak ingin mengecewakan atasannya yang sudah percaya penuh pada Januar. Januar galau.

"Bagaimana kuliah kalian?" tanya Retno memecah keheningan.

"Semuanya baik, Ma." Emma membalas. Tangannya menyuap makanan ke dalam mulut.

Januar hanya menyimak.

"Kamu tidak rindu dengan Papa? Papa sejak tadi menanyakan tentangmu. Mungkin pertemuannya sudah selesai. Papa memberi kabar Mama jika Papa akan istirahat di kamar." Retno menyampaikan pada putrinya.

"Baiklah. Emma akan menemui Papa sekarang." Emma mengusap mulutnya. Ia beranjak dari tempat duduknya untuk menemui sang ayah. "Ri, aku tinggal sebentar untuk menemui Papa." Emma pamit pada Ari.

"Iya." Ari membalas singkat sambil tersenyum. Mulutnya masih mengunyah makanan.

Suasana mendadak hening setelah kepergian Emma. Januar menenggak air putihnya sampai tandas. Ia merasa canggung ketika berhadapan dengan nenek angkatnya. Ia merasa jika Retno tidak begitu menyukainya.

"Sejak kapan kamu kerja di toko itu?" tanya Retno membuka obrolan baru.

Ari terdiam. Ia tak percaya jika Retno mengetahui dirinya bekerja di minimarket. Ari tak pernah cerita pada siapapun termasuk Emma, tapi kenapa Retno tahu jika ia bekerja di sana.

"Apa pemberian Damian masih kurang sehingga kamu mencari pekerjaan di luar?" Retno menyidang.

Januar menggeleng.

"Lalu?"

"Tidak, Ma. Uang pemberian Ayah cukup." Januar menunduk.

"Lalu kenapa kamu kerja paruh waktu? Kenapa kamu mengambil pekerjaan yang Ayahmu tidak sukai? Kenapa kamu tidak jujur? Kenapa, Ari?" Retno mencecar.

Januar masih menunduk. Ia tak mungkin menjelaskan pada neneknya jika dia sudah berjanji tidak akan merepotkan ayahnya. Ada alasan kenapa ia melakukan hal itu. Dan hanya dia yang tahu kenapa ia harus bekerja.

"Januar Adima!" Retno terdengar tegas.

Januar masih diam.

"Bicara atau Mama akan memberitahu Ayahmu?!" Retno mengancam.

Januar mengangkat kepala. Pandangannya bertemu dengan Retno. Mata Januar berkaca. Retno menatapnya penuh amarah.

"Mama tahu kamu punya alasan yang logis sehingga kamu melakukan hal itu. Terus teranglah. Ini Mama. Mama akan bantu kamu jika Mama sanggup. Kamu cucu Mama. Kamu anggap Mama apa?!" Retno terdengar sedih. Matanya yang menunjukan kemarahan perlahan memudar. Ia merasa peduli pada Januar setelah mendengar cerita dari Emma.

Maafkan Ari, Ma. Ari tidak bermaksud melakukan ini.

"Mama anggap kamu tidak percaya pada Mama karena kamu tidak terbuka. Tidak masalah. Lakukan apa pun semaumu. Mama tidak akan lagi peduli." Retno mengulur.

"Ari membutuhkan uang untuk masuk jurusan lain." Januar berterus terang.

Retno menatap Ari tak percaya. Januar kerja paruh waktu untuk mencari uang agar dia bisa masuk jurusan lain. Itu tujuannya. Ia ingin menguasai ilmu lain.

"Kenapa kamu menerima jurusan yang ditawarkan Ayahmu jika kamu tidak menyukainya?" tanya Retno memecah rasa penasarannya.

Januar menjelaskan pada Retno jika ia ingin menjadi segalanya agar bisa membantu semua orang termasuk anak-anak panti. Januar menerima tawaran sang ayah karena ia ingin lebih dulu membahagiakan orang yang selama ini membahagiakannya. Januar pun merasa tak ingin lebih membebani ayahnya karena dia sudah berjanji akan memakai uangnya sendiri untuk masuk jurusan lain dan ia masih akan meneruskan jurusan bisnis. Januar menjelaskan semuanya pada Retno. Retno merasa terharu dengan niat pemuda yang telah diangkat oleh anaknya. Betapa mulia hati Januar sehingga ia melakukan semuanya untuk orang-orang yang ia cintai. Bukan hanya Retno, Emma pun merasa terharu dengan pengakuan Januar. Ya. Dia belum meninggalkan tempat itu, melainkan bersembunyi di balik pintu untuk mengetahui tujuan Januar bekerja paruh waktu dan pernah bertanding tanpa ia ketahui. Emma meninggalkan tempat itu setelah mengetahui semua keganjalan yang ia rasakan pada Januar. Emma tersenyum bahagia bisa bertemu dengan Januar.

"Masuklah ke jurusan yang kamu inginkan. Mama yang akan membiayai semua kepentingan kuliahmu. Mama akan ambil alih mengurus kuliahmu dari Damian." Retno tersenyum menatap Januar.

"Tidak, Ma." Januar menolak.

"Semuanya tidak gratis Januar."

Januar menatap Retno dengan tatapan bingung.

"Jaga Emma. Mama menugaskanmu untuk menjaga Emma selama di sekolah dan mengawasi pergaulannya. Bisa?" Retno mengajukan penawaran.

Mengawasi Emma? Bukankah Mama tahu keseharian Emma di kampus dan mengenai pergaulannya? Kenapa Mama memilihku untuk menjaga Emma?

"Mama tak ingin Emma dimanfaatkan oleh laki-laki yang hanya ingin memanfaatkan apa yang dimiliki Emma. Mama tak ingin kejadian di mana Emma merasa sakit tidak terulang lagi. Mama percaya kamu bisa. Buktinya, kamu mampu mengalahkan Harry saat dia ingin mencelakai Emma." Retno melanjutkan.

Mama tahu semua itu? Apa Emma cerita pada Mama? Atau Mama mengawasi Emma? Emma memintaku untuk tidak cerita pada siapapun mengenai kejadian itu tapi kenapa Mama bisa tahu tentang masalah itu?

"Mama mencaritahu kebenaran itu melalui suruhan Mama. Beberapa hari Emma tak memberi kabar, membuat Mama cemas memikirkannya karena dia tidak biasanya seperti itu. Tapi Mama bersyukur karena ada kamu yang selalu bersamanya. Kamu mampu menjadi pelindung Emma. Mama berterima kasih padamu karena telah melindungi Emma."

Januar menatap Retno. "Ari hanya melakukan apa yang seharusnya Ari lakukan. Harry pantas mendapatkan balasan atas apa yang sudah dia lakukan pada Emma. Ari tidak akan biarkan siapapun menyakiti orang-orang yang Ari cintai termasuk Emma." Ari mengungkapkan.

"Apa kamu ..." Retno menggantungkan kalimatnya.

"Tidak, Ma. Ari menyayangi Emma sebagai saudara. Tidak lebih. Dia tetap kelinci kecil Ari yang lucu. Ari tak mau merusak hubungan kami dengan asmara. Ari hanya fokus untuk belajar." Januar tersenyum.

"Syukurlah. Mama senang dengarnya. Damian tidak salah mengangkatmu. Mama percaya padamu, Ari."

"Terima kasih, Ma." Januar tersenyum.

Januar melanjutkan makan siangnya bersama keluarga Emma. Dia memang tak pernah menyimpan perasaan lebih pada Emma karena tak ingin merusak hubungan keluarga hanya karena asmara. Banyak mahasiswi yang mendekati Ari, tapi dia tak pernah tertarik atau hanya ingin sekedar main-main. Baginya, meniti kesuksesan dalam kuliah adalah tujuannya sampai Melbourne.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro