Dua puluh satu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hepi reading en lope-lope yu ol, Gaesss....

**

Dalam perjalanan menuju ke apartemennya, Robby terus berpikir. Apakah dia sebaiknya memberitahu Hara kalau laki-laki dari masa lalunya itu menguntitnya? Mereka memang tidak kenal baik, tetapi keluarga saling menjaga, kan? Ya, bukan saudara kandung, tetapi perempuan itu tinggal di rumah orangtuanya sekarang. Ayah dan ibunya bertanggung jawab atas dirinya dan Pelita.

Pelita! Robby mendadak merasa tidak nyaman memikirkan gadis kecil itu ikut dimata-matai. Hara memang pernah mengatakan bahwa laki-laki itu tidak tahu tentang keberadaan Pelita, tetapi orang itu akan mencari tahu kalau akhirnya melihat Pelita bersama Hara. Tidak sulit menyimpulkan karena wajah Pelita dan Hara sangat mirip. Umur Pelita pasti akan membuat laki-laki itu curiga. Dia tidak kelihatan seperti orang bodoh. Sekarang dia perlahan bisa memahami ketakutan Hara.

Robby kemudian memutar kendaraan, kembali menuju rumah orangtuanya. Mobil laki-laki penguntit Hara itu sudah tidak ada lagi di sana. Robby mengemudi masuk ke pekarangan, langsung memarkir mobil begitu saja. Dia tidak akan lama. Hanya peelu memperingati Hara supaya perempuan itu tahu kalau dia diikuti.

"Ada yang ketinggalan?" Inggrid menyambut Robby di depan pintu. Dia terlihat kaget melihat Robby kembali ke rumah padahal belum sampai sejam yang lalu pergi.

Robby menatap ibunya sambil berpikir. Apakah ibunya tahu masa lalu Hara? Mungkin sebaiknya ibunya yang memberitahu soal ini kepada Hara. Perempuan bisa berkomunikasi lebih baik, kan?

Tidak, ibunya tidak bisa dipercaya soal menangani masalah. "Aku harus bicara dengan Hara." Robby memutuskan melakukannnya sendiri. "Hara, ibu Pelita," Robby melanjutkan saat melihat ibunya mengernyit bingung.

"Ada masalah dengan Hara?" Inggrid tidak tahu kalau Robby cukup dengan Hara sampai dia kembali ke rumah dan meminta bicara dengannya.

"Aku harus bicara dengan dia, penting. Bisa tolong panggilkan?"

Inggrid tidak berniat mengorek lebih dalam. Dia tahu Robby masih tidak nyaman dengannya. Dia lantas melambai kepada asisten yang mendekat ke arah mereka. "Panggil Hara turun," katanya.

Robby duduk sambil menunggu. Ibunya ikut duduk di kursi yang lain. Robby tahu dia pasti penasaran. Selama ini ibunya tidak pernah melihatnya berinteraksi dengan Hara, dan sekarang dia tiba-tiba mencari sepupunya itu malam-malam.

"Ibu mau bicara dengan saya?" Hara muncul beberapa menit kemudian. Dia sudah berganti pakaian dan sepertinya bersiap untuk tidur.

"Bukan ibu," jawab Inggrid. "Robby yang mencarimu." Dia menunjuk Robby. "Katanya ada yang mau dibicarakan."

Hara langsung menatap Robby waswas. "Ini pasti tentang Pelita, kan? Dia memang suka memaksa. Dia sudah cerita kalau Mas Robby akan menemaninya berenang sabtu nanti. Kalau nggak bisa, jangan dipaksakan. Biar saya yang akan menjelaskan sama dia."

"Ini memang ada hubungannya dengan Pelita, tapi bukan soal berenang." Robby melirik ibunya. "Kita bisa bicara berdua?"

Inggrid yang mengerti segera bangkit. "Kalian bicara saja, ibu masuk dulu."

Robby menunggu ibunya masuk sebelum ikut berdiri. "Kita bicara di luar saja." Mungkin saja apa yang mereka bicarakan bisa terdengar ke dalam. Ibunya pasti penasaran.

Hara mengikuti Robby ke teras. Dia menggigit bibir dengan tegang. Apa yang sudah Pelita lakukan sampai anak dokter Inggrid yang pendiam ini perlu bicara dengannya? Kenapa juga dia harus bicara sekarang? Tadi Hara berpapasan dengan mobil laki-laki itu di dekat gerbang. Meskipun tidak menegur, dia yakin Robby melihatnya.

"Saya benar-benar minta maaf kalau Pelita sudah membuat Mas Robby sebal. Itu salah saya karena nggak mendidik dia dengan tegas. Saya akan—"

"Bukan soal Pelita," sela Robby sebelum Hara terus menyalahkan diri.

"Tadi mas Robby bilang—"

"Saya bilang ada hubungannya dengan Pelita. Ini tentang ayah Pelita."

Hara sontak membelalak. "Andrew? Ada apa dengan dia?" desisnya setengah berbisik.

"Dia tahu kamu tinggal di sini?"

Hara menggeleng kuat-kuat. Dia tidak gila sampai harus memberikan alamatnya kepada Andrew. Laki-laki itu bisa saja menyusulnya ke sini. Keluarga dokter Lukito pasti akan terkena getah masalahnya. Dokter Inggrid sudah tahu tentang masa lalunya, tetapi tidak berarti dia harus ikut terlibat sekarang. "Dia nggak tahu saya tinggal di sini. Saya sudah bilang kalau saya nggak mau berhubungan lagi dengan dia. Saya nggak akan menggunakan Mas Robby sebagai tameng seperti tempo hari kalau masih ingin bertemu dia lagi."

"Ssya melihatnya di depan tadi." Robby mengamati keterkejutan Hara yang tampak jelas. Sekarang perempuan itu terlihat sedikit panik. "Sepertinya dia mengikuti mobil yang mengantar kamu pulang tadi. Saya kembali ke sini untuk ngasih tahu, supaya kamu nggak terlalu kaget kalau dia tiba-tiba saja muncul di rumah ini." Robby terdiam sejenak untuk memberi jeda. "Kalau dia benar-benar bermaksud menemuimu, akan sulit menyembunyikan Pelita darinya."

Hara mundur beberapa langkah. Dia kemudian duduk di kursi teras. Tungkainya terlalu lemah untuk dibawa terus berdiri setelah mendengar berita yang disampaikan Robby.

"Saya sudah pernah memberi kartu nama saya, kan?" Robby mengerti kalau Hara butuh waktu untuk menyesap informasi yang baru dia terima. "Hubungi saya kalau kamu butuh bantuan apa pun."

"Saya... kartunya sudah saya buang." Hara menyesali tindakannya yang impulsif. Tetapi siapa juga yang mengira kalau dia akan bertemu kembaki dengan Robby, dan laki-laki itu ternyata anak dokter Inggrid?

Robby merogoh saku dan mengeluarkan dompet. Dia mengelurkan selembar kartu yang lain. "Jangan ragu-ragu menghubungi saya kalau kamu perlu sesuatu. Keluarga saling membantu."

Hara menerima kartu nama itu tanpa menjawab. Dia masih diam ketika Robby kemudian berbalik dan pergi. Keluarga? Apa maksud laki-laki itu dengan kata keluarga?

"Robby sudah pergi?" Inggrid tiba-tiba sudah berada di dekat Hara. "Dia kenapa?" Kartu nama di tangan Hara sudah berpindah tangan. "Ada apa sebenarnya? Kenapa kamu bengong begitu?"

Hara balik menatap Inggrid. Sebelum sadar, air matanya sudah jatuh. "Saya... saya harus pergi dari sini, Bu."

"Pergi dari sini gimana maksudnya? Balik ke kamar? Kamu kelihatannya memang butuh istirahat."

"Bukan... maksud saya bukan itu." Hara berdiri sambil mengusap pipi. "Saya dan Pelita harus pergi dari rumah ini."

"Robby bilang apa sih sama kamu?" Inggrid terlihat kesal. "Dia nggak bisa main suruh kamu pergi dari sini begitu saja. Dia saja jarang datang ke sini!"

"Bukan Mas Robby yang menyuruh saya pergi," Hara buru-buru membenarkan. "Mas Robby malah menawarkan bantuan sama saya, karena itu dia ngasih kartu nama."

"Jadi kenapa kamu harus pergi dari sini?"

Hara mengembuskan napas melalui mulut. "Laki-laki itu... ayah Pelita, dia tahu saya tinggal di sini. Saya yakin dia akan datang ke sini dalam waktu dekat. Saya nggak mau dia bertemu Pelita. Dia tidak punya hak atas diri Pelita."

"Dari mana kamu tahu dia tahu tempat tinggal kamu?"

"Mas Robby melihatnya mengikuti Grab yang mengantarn saya pulang tadi, Bu."

"Robby kenal orang itu?" Inggrid semakin bingung sekarang. Apakah Robby dan Hara saling mengenal sebelumnya? Tapi Hara tidak pernah menyinggung soal Robby sebelumnya. Mereka juga bersikap layaknya orang asing. Dan kartu nama Robby yang diambilnya dari tangan Hara membuktikan kalau Hara tidak mempunyai nomor telepon Robby.

"Orang itu... dia tahu tempat kerja saya dan menyusul ke sana. Waktu itu kami sempat ribut, dan Mas Robby tiba-tiba ada di sana. Mungkin untuk bertemu Bapak, Ibu, atau Mas Rajata. Dan saya menggunakan Mas Robby sebagai tameng untuk menghalau orang itu. Tapi rupanya dia belum menyerah." Hara kembali mengusap pipi. "Saya dan Pelita beneran harus pergi dari sini, Bu. Saya nggak mau menyusahkan Bapak, Ibu, dan keluarga lain yang sudah membantu kami tanpa pamrih."

"Kamu dan Pelita nggak akan kemana-mana," kata Inggrid tegas. "Satpam di luar itu gunanya untuk menghalau orang yang nggak kita inginkan masuk. Sekarang masuk dan tidurlah. Kita nggak akan bicara soal kamu dan Pelita pergi dari rumah ini lagi."

Air mata Hara terus mengalir.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro