Bab 8

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sam memperhatikan beberapa titik yang bergerak di area bangunan besar dari layar datar transparan di hadapannya. Sebuah teknologi terbaru rancangan Simon yang dibuat khusus untuk sahabatnya. LED transparan tersebut hanya bisa diakses oleh pria berambut gondrong itu dalam kamar pribadi.

Ia memantau seluruh area demi memastikan Alex dan Simon tidak berada dalam bahaya. Terkadang, Sam mengalami krisis percaya diri jika tempat yang ia pantau berada jauh dari jangkauan. Sebuah pengalaman di masa lalu yang menjadi alarm kuat agar dirinya lebih teliti lagi. Pria itu selalu menginginkan hasil yang sempurna. Namun, karena hal itu juga menjadi sebuah tekanan berat baginya.

Gambaran yang Sam dapat hanya berupa blueprint tiga dimensi dari hasil menjelajah situs dunia bawah. Maniak teknologi itu harus menganalisis berbagai hal terlebih dahulu sebelum menyerahkannya kepada Alex atau Simon. Kedua sahabatnya tersebut seringkali bertindak di luar rencana, mereka lebih mengikuti insting. Ia harus mambuat strategi yang tepat.

"Hei, Sam! Kami sudah bisa masuk?" Suara Simon tiba-tiba terhubung dengannya.

"Tunggu sebentar!" perintahnya tak ingin dibantah. Terkadang Sam memang harus memarahi kedua pria itu. Mereka seringkali mengganggu konsentrasinya di detik-detik terakhir penyusunan rencana.

Mereka benar-benar tidak sabar sekali. Sam mengambil mackbook dan menghubungkan salah satu sistem untuk memunculkan layar LED lainnya. Ia mengakses sebuah program, lalu dalam hitungan detik layar itu menampakkan wajah Alex dan Simon.

"Oh, Sam! Lama tak bertemu," sapa Alex di seberang sana.

"Diamlah! Aku hanya butuh ketenangan satu menit lagi." Sam masih sibuk dengan mackbook, tak peduli terhadap kelakuan kedua sahabatnya itu.

"Biarkan saja dia, jangan mengganggu kucing manis kita."

"Sial! Hentikan omong kosongmu, Simon!" bentak maniak komputer itu.

"Ah, ia akan berubah menjadi singa sebentar lagi." Alex pun tak ingin kalah.

Mereka berdua sangat suka menggoda Sam yang notabene paling tenang dan bisa dikatakan anak manis di antara ketiganya. Namun, jika ditilik lebih dalam, semua punya peran kuat masing-masing.

Sam mengabaikan kedua sahabatnya itu. Ia fokus pada yang dilakukan saat ini, lalu layar LED transparan ketiga muncul. Menampilkan coding yang hanya dimengerti olehnya. Kemudian proses install yang dalam sekejap sudah mencapai seratus persen. Kini, maniak komputer itu tersenyum puas dengan hasil yang terpapar di layar ketiga.

"Kalian bisa masuk sekarang dan ikuti instruksiku, mengerti?" Sam menegaskan nada bicaranya yang dijawab anggukan singkat oleh dua orang di seberang sana.

Alex dan Simon memulai operasi mereka. Keduanya berpencar dengan membawa anak buah masing-masing. Menyerang dari dua arah merupakan strategi terbaik. Kelompok Simon menggempur dari bagian depan, sedangkan Alex menyusup masuk dari sisi terlemah penjagaan.

Awalnya, penguasa Double A itu protes karena mendapat bagian yang tidak menantang. Menurut Alex, ia seperti pengecut yang berlindung di balik anak buahnya. Sangat bukan seorang Abraham sekali. Seharusnya sebagai pemimpin, ia berada di barisan terdepan. Namun, Alex menerima keputusan tersebut setelah mendengar penjelasan Sam mengenai strategi mereka.

Sam sendiri masih memantau tiga layar LED transparan yang ada di hadapannya. Ia fokus pada layar paling kiri. Kini ada dua sisi terbagi sesuai dengan keberadaan Alex dan Simon yang terpisah.

Simon sudah memulai gebrakan dan menyerang para penjaga bagian depan untuk mengalihkan fokus mereka agar Alex bisa menyusup lebih mudah. Suara tembakan saling beradu di luar sana memancing orang-orang yang berada di dalam untuk keluar.

Namun, memang tidak semudah itu untuk menyusup. Alex tahu mereka bukan orang bodoh. Karena organisasi ini masih termasuk lima besar di Italia. Audrey sudah menceritakan sedikit tentang cara kerja mereka.

Alex sudah berada di dalam bersama beberapa anak buahnya. Sedikit sepi memang, tetapi masih ada yang berjaga. Mereka harus berpencar lagi untuk menjalankan rencana. Pria itu membagi kelompok untuk berpencar dan menjalankan tugas masing-masing. Ia hanya ditemani oleh dua orang menuju ruangan utama.

"Tunggu, Alex!" perintah Sam begitu jelas di telinganya. Pria itu menghentikan langkah dan tetap bersembunyi.

"Ada apa?"

"Tunggu Simon sebentar lagi."

"Itu tidak ada dalam rencana, Sam."

"Sial! Menurutlah sedikit!"

Kali ini Alex benar-benar dibuat harus bersabar berulang kali. Ia tidak mengerti dengan ucapan Sam. Untuk apa harus menunggu Simon lagi? Sial! Ini akan memakan waktu lebih lama.

"Cepatlah, Simon!" geram Alex.

Pria yang ditunggu masuk sendiri, meninggalkan anak buahnya di luar. Ia mendapat instruksi dari Sam untuk membantu Alex. Namun, bukankah tugas menyusup ini harusnya lebih mudah?

"Sebenarnya ada apa, Sam?" tanya Simon.

"Tunggu sebentar, aku mengirim sesuatu ke perangkat kalian."

Alex dan Simon mengeluarkan sebuah benda persegi berukuran lima inci dari saku mereka. Perangkat khusus dari stainless yang tampak transparan. Di sana sudah tergambar jelas maksud ucapan Sam.

"Sial! Aku akan menghubungi Audrey." Alex tak bisa menahan lagi emosinya. "Hancurkan tempat ini!" perintah pria itu kepada seluruh anak buahnya.

Sam sendiri rasanya ingin langsung terbang ke Italia. Ia merasakan apa yang membuat Alex begitu panik seperti ini. Namun, di antara mereka harus ada yang berkepala dingin. Jika semua emosi, Double A benar-benar akan mudah dihancurkan.

***

Audrey masih menyimak cerita Joanna tentang kejadian semalam. Ia ingin membantu hubungan kakak dan istrinya agar lebih baik. Jadi, wanita itu perlu tahu apa yang ada dalam pikiran kakak ipar polosnya ini.

"Alex tidak mungkin membunuhmu, Joanna," ucap Audrey memberi pengertian.

Sementara Joanna menatap lekat wajah wanita di hadapannya. Gadis itu masih sedikit ragu dengan ucapan Audrey hingga sang adik ipar mengangguk meyakinkan. Ia pun memberanikan diri untuk bertanya sesuatu yang masih mengganjal.

"Jadi, kalau aku nakal Alex tidak akan menembak seperti itu?"

"Tentu, tidak! Alex sangat menyayangimu, Joanna." Audrey menjawab cepat dan tegas dan kakak iparnya mengangguk sebagai persetujuan.

Tiba-tiba ponsel Audrey berdering, nada khusus yang ia gunakan setiap Alex menghubungi. Hanya saja, sedikit mengherankan baginya. Kakaknya itu sangat senang bermain dan ia tidak mungkin sudah selesai. Ada apa?

"Audrey!" Baru saja ia menjawab dan belum sempat menyapa, Alex langsung menyambar tidak seperti biasa.

"Kau aneh, Alex," jawabnya waspada.

Audrey mencium sesuatu yang tidak beres di sini. Pasti telah terjadi hal yang membuat Alex begitu panik. Pria itu biasanya begitu tenang walau terkadang sulit mengontrol emosi jika sudah berhubungan dengan Double A.

"Mereka di sana," sahut Alex cepat. "Kau membawa anak buah? Persiapkan diri, Audrey! Aku akan segera kembali. Tolong jaga dia."

Setelah mengucapkan hal itu, sambungan langsung dimatikan sepihak oleh Alex. Audrey hanya bisa mengumpat, hari ini ia akan sangat repot. Sial! Wanita itu menatap Joanna yang memang memperhatikannya.

"Alex kenapa?"

Audrey menggeleng pelan dan tersenyum. Ia memegang kedua pundak Joanna dan meyakinkan diri sendiri. "Dengarkan aku, Joanna. Jangan keluar dari kamar ini sampai aku kembali, mengerti?"

Joanna bingung, tetapi ia tetap mengangguk patuh. Namun, wajahnya langsung ketakutan saat Audrey mengeluarkan sebuah pistol. "Itu untuk apa?"

"Lihat aku cara menggunakan benda ini."

Audrey mengajarkan hal yang pasti dangat dilarang oleh Alex. Namun, ia tidak memiliki pilihan karena di penthouse ini hanya ada mereka berdua. Dirinya akan sangat sibuk di luar sana sehingga sulit untuk menjaga Joanna.

"Tembak siapa pun yang menjadi musuh Alex. Dan jika mereka masuk ke kamar ini, jangan segan untuk melakukannya, mengerti? Aku keluar sebentar, ingat Joanna! Lakukan untuk Alex."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro