Bab 8: Terlalu Polos

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sejak Dilan melihat Mawar dan Wira di kedai kopi sore itu, ia jadi berpikir ulang untuk mendekati cewek yang sudah berhasil menarik perhatiannya.

Dilan hanya mampu mencuri pandang saat kebetulan bertemu, di kantin misalnya.

Nyali Dilan menciut kala menyadari kenyataan.

Wira, mahasiswa jurusan akuntansi itu terlihat begitu intens berhubungan dengan Mawar. Belum lagi kedekatan Mawar dengan Mona cukup membuat Dilan risih. Entah mengapa Dilan begitu anti dengan apa-apa yang berhubungan dengan Mona. Baginya, kehadiran gadis itu semacam gangguan serius.

Seperti sore ini, Dilan yang belum sempat makan siang bergegas menuju kantin demi mengisi perut. Tujuannya tidak lain adalah lapak Bu Asih. Dilan memang selalu makan bakso di sana.

Langkah Dilan yang tergesa mendadak melambat saat matanya menangkap dua sosok cantik tak jauh di hadapannya. Dilan ragu untuk melanjutkan langkah. Namun cacing-cacing di perutnya sudah berdemo.

Sejenak berhenti untuk menimbang. Maju atau mundur, Dilan memilih maju. Ia langsung menuju gerobak Bu Asih dan memesan makanan dan minuman seperti biasa. Tak lama berselang, Dilan telah duduk di pojok kantin.

Rasa lapar dan sedikit penasaran akan obrolan kedua cewek yang sama-sama berkuncir ekor kuda itu menyerbu bersamaan.

Dilan sengaja mengambil tempat di pojok agar kehadirannya tak terlihat kedua target. Posisi Dilan sangat memungkinkan untuk sekadar menguping pembicaraan. Entah mengapa Dilan begitu penasaran dengan obrolan mereka. Sebenarnya Dilan memang memiliki kecurigaan dengan hubungan tiba-tiba keduanya.

Rasa-rasanya cewek model seperti Mona akan sangat mustahil mendekati Mawar jika saja tak ada maksud tertentu.

Dilan mulai memasang telinga sambil pura-pura fokus pada bakso dan es teh manisnya.

"Eh, gimana, mau nggak ke bioskop nanti malam?" Itu suara Mona. Mata Dilan sedikit melirik ke arah kedua target. Mona terlihat sedang meniup bola daging yang menancap di garpu.

Jarak mereka yang hanya terhalang satu meja dan suasana sedang tak terlalu ramai membuat pembicaraan para gadis itu terdengar jelas.

Mawar terlihat menyedot es tehnya. "Duh, gimana, ya?" jawab Mawar terlihat seperti berusaha menimbang. "Saya jarang keluar malam, sih, Kak."

"Ayolah, malam minggu harusnya memang diisi dengan kegiatan yang bisa menyegarkan otak." Mona merayu, kali ini sembari mengunyah. Ia terlihat begitu menikmati baksonya.

"Saya dilarang Ibu keluar malam kalau nggak ada kepentingan," jawab Mawar. Kali ini keduanya sama-sama mengambil tisue dan mengelap mulut. Makan siang mereka tampaknya telah usai. Kini mereka tinggal menikmati minuman masing-masing. Dilan masih pura-pura sibuk dengan makanannya, padahal sebenarnya mata dan telinga serta otaknya sibuk mengintai.

"Bilang kamu mau belajar sama teman."

Dilan hampir tersedak.

"Maaf, Kak. Saya nggak mau bohong." Dilan mengelus dada mendengar jawaban Mawar. Dalam hatinya bersyukur dan tanpa sadar bibirnya tersenyum.

"Kalau gue nggak salah ingat, lo pernah cerita makan somay bareng Dilan ...." Lagi-lagi Dilan hampir tersedak. Ia buru-buru meneguk es teh manisnya. "Itu malam-malam, kan, kejadiannya?"

"Itu beda cerita, Kak. Kebetulan saya ketemu Kak Dilan di seminar. Bukannya sengaja keluar bareng." Mendengar jawaban Mawar, Mona justru tersenyum lebar. Sepertinya ia menemukan sebuah ide brilian.

"Bilang aja lo ke seminar kalau gitu."

Mawar menggelang. Dilan yang sudah selesai makan, kini fokus mendengarkan pembicaraan Mawar dan Mona sambil sesekali memberanikan diri mengamati mereka. Sekali lagi Dilan merasa tidak salah menambatkan hati pada Mawar.

Mona terlihat kecewa. "Lo sama Dilan gimana hubungannya?" Dilan sudah menerka ke mana arah pembicaraan Mona. Tentu saja gadis itu ingin memepengaruhi Mawar agar tidak menaruh kepercayaan padanya.

"Kami nggak ada hubungan apa-apa, Kak."

"Tapi dia kayaknya suka sama kamu." Mona terlihat menatap Mawar serius. "Gue mohon lo hati-hati." Dilan yang mendengar itu tersenyum kecut.

"Kenapa memangnya, Kak?"

"Dia itu sok polos tapi sebenarnya--"

"Mawar!"

***

"Udah berapa kali aku peringatin kamu?"

"Aku bingung kenapa Kak Wira segitu bencinya sama Kak Mona," gerutu Mawar.

"Bukan benci, aku cuma nggak mau kamu kemakan omongan dia. Itu aja. Tolong jangan salah paham!" Wira dan Mawar kini sedang berjalan menuju parkiran.

"Aku nggak dalam posisi membela siapa-siapa--"

"Lalu?"

"Kamu nyadar nggak tadi dia ngomong apa?"

"Ngomong apa memangnya, Kak?"

"Aku nggak denger banyak. Cuma yang jelas dia lagi berusaha bikin kamu nggak menaruh simpati ke Dilan." Wira menghela napas berat.

"Kenapa bisa gitu?"

"Kamu polos banget, Dek," sesal Wira.

"Aku nggak ada hubungan apa-apa sama Kak Dilan. Jadi menurutku Kakak terlalu mengada-ada." Wira membelalakkan mata mendengar jawaban cewek yang sudah dianggapnya seperti adik sendiri itu.

***

Helooo welkambek di work ala-ala ini. Duhhh molornya hampir seminggu, maafkeun. Mamak rempong lagi agak sibuk.

Vote, koment, dan krisan masih ditunggu.

Salam,

Noya Wijaya

Tangsel, 24 Juni 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro