4.Griya Dara

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lily menatap lekat rumah berlantai dua yang berada di seberang jalan. Sebuah papan kecil di depan gerbang bertuliskan 'Griya Dara.' Lily tersenyum membaca nama indekos barunya. Kata 'Dara' seolah mengindikasikan bagaimana penghuninya. Satu koper dan ransel di punggung sudah siap untuk dibawa menempati hunian baru.

"Lily!"

Teriakan Della dari seberang membuyarkan lamunan Lily. Gadis berkaki jenjang itu melambaikan tangan, lalu meminta Lily untuk segera menyeberang.

Koper besar berwarna abu-abu segera diseret Lily menyeberangi jalan yang tidak terlalu ramai. Hari Minggu lalu lalang mahasiswa tentu saja tidak sepadat hari aktif.

"Barangmu cuma ini?" tanya Della begitu Lily tiba di teras. Ia langsung mengambil alih koper.

Lily mengangguk cepat. Ia memang tidak membawa banyak barang dari rumah. Bukan karena keinginannya sendiri. Namun, tentu saja campur tangan Bu Miranti. Tante Lily itu melarang keponakannya membawa banyak benda ke indekos. Alasannya cukup masuk akal. Lily hanya satu tahun saja di kampus Merpati, setelah itu akan pindah lagi. Akan repot jika harus memindah banyak barang. Langkah Bu Miranti sangat tepat, baru satu bulan saja Lily sudah minta pindah indekos. Tidak perlu menunggu satu tahun.

"Del, beneran di sini nggak kayak di tempatku yang lama?" tanya Lily seraya mengikuti langkah Della yang masuk ke rumah. Sebelumnya, Lily sudah menceritakan tentang kondisi indekos lama pada teman sekelasnya itu.

"Iya, tenang aja. Di sini juga nggak serame kos-mu dulu. Eh, kamu udah ketemu Bapak Kos, kan?"

"Udah."

"Mana berani teman-teman itu pulang malam atau masukin pacarnya ke kamar. Liat aja itu kumisnya Bapak Kos. Ngeri, 'kan?"

Aku tertawa kecil, lalu manggut-manggut. Bapak Kos memiliki kumis hitam lebat seperti suaminya Inul Daratista.

"Berarti jam malam di sini ketat ya, Del?"

"Jelaslah. Daripada diomelin Bapak Kos karena pulang malam, mending nggak pulang sekalian. Aman, deh."

"Hah? Maksudnya?" Lily merasa aneh denga pernyataan Della. "Nggak pulang sekalian itu gimana?"

Della tertawa canggung. Ia lalu menutup bibirnya tanpa menjawab pertanyaan Lily.

Lily tidak mau ambil pusing atas ucapan Della tadi. Prinsipnya masih sama, tidak akan mencampuri urusan orang lain. Hal ini juga yang menjadi salah satu alasan Lily memilih pindah daripada harus bertahan di sana dan terpaksa mencampuri urusan mereka.

Della mengantar Lily menemui Ibu Kos untuk mengambil kunci kamar. Pembayaran sudah diberikan kepada Bapak Kos kemarin.

"Lily, jam malam hanya sampai pukul sepuluh, ya. Lewat dari itu, kami tidak akan membukakan pintu. Kecuali kamu memang ada acara penting. Kalau cuma pergi pacaran, itu tidak akan ditolerir. Kunci pagar hanya saya dan Bapak yang pegang," ucap Ibu Kos tanpa senyuman.

"Baik, Bu," jawab Lily sambil mengangguk patuh. Ia bahagia mendengar peraturan ketat semacam itu. Keputusan yang tepat dalam memilih indekos.

"Oh, iya. Kamu di sini itu ngekos. Berarti pulang ya, ke sini." Ibu Kos menatap sekilas Della dengan tatapan sinis. Lily menautkan kedua alis melihat tingkah perempuan bertubuh tambun tersebut.

"Terima kasih, Bu. Kami naik dulu," ucap Della tiba-tiba seraya menyeret koper. "Ayo, Ly."

Lily mengangguk, lalu berpamitan pada Ibu Kos. Rasa penasaran akan sikap perempuan paruh baya ditambah reaksi Della, cukup membuat Lily merasa heran.

Lily sudah sampai di kamar yang terletak di pojok sebelah kiri. Tepatnya di bagian belakang dekat tangga menuju atap tempat menjemur pakaian. Lily segera menata barang-barang miliknya. Sedangkan Della, sudah kembali ke kamarnya yang terletak di sebelah kanan kamar Lily.

"Kamu udah makan siang, Ly?"

Suara Della mengejutkan Lily yang sedang fokus berbenah. Ia sudah berdiri di dekat pintu kamar. Gadis asal Kota Jakarta itu pun sudah berganti pakaian.

"Udah, sebelum ke sini." Lily menjawab sembari menyunggingkan senyuman. "Kamu mau ke mana, Del?"

"Keluar sebentar. Nanti malam kita cari makan bareng, ya?"

"Oke." Lily mengacungkan ibu jari.

Della mengangguk seranya menyunggikan seutas senyuman. Ia pun berlalu dari hadapan Lily.

Lily meraih ponsel yang ada di saku celana denim. Ia lalu memotret kamar, kemudian mengirimkannya ke nomor WA Pak Dasuki dan Bu Miranti. Saat tengah asik berbalas pesan dengan keluarganya, suara ketukan pada pintu terdengar. Lily memalingkan wajahnya.

"Hai, penghuni baru, ya?" Sapaan keluar dari bibir gadis bertubuh sedikit kurus dengan rambut sebahu itu. "Aku Vita."

Lily bergegas bangun dari duduknya. Ia lalu berjalan ke arah pintu. Gadis yang mengenakan kaus oblong itu menjabat tangan Vita yang terulur ke arahnya. "Aku Lily. Salam kenal, ya."

Vita tersenyum. Gadis berkulit bersih itu melangkah menuju kasur.

"Aku masuk nggak pa-pa, 'kan?"

Lily tersenyum canggung, kemudian mengangguk perlahan. Sebenarnya, ia kurang suka jika ada orang yang belum dekat dengannya tetapi sudah berani duduk di tempat tidurnya. Namun, kondisi saat ini mengharuskan Lily harus bersikap manis sebagai penghuni baru. Senyuman palsu terpaksa dikeluarkan.

"Lily, kamu satu kelas sama Della, 'kan?"

"Iya, kami satu kelas." Lily menjawab sambil membalas pesan Bu Miranti.

"Kalian teman dekat, ya?" tanya Vita yang nada bicaranya terkesan mengiterogasi.

Lily mendongakkan wajah, mengubah perhatian dari layar ponsel begitu mendengar pertanyaan Vita. "Enggak, teman sekelas aja."

Vita manggut-manggut sambil tersenyum. "Bukannya apa-apa, ya. Kalau bisa jaga jarak aja sama Della."

Lily menautkan kedua alis mata. Rasanya tidak nyaman terdengar di telinga, jika teman yang baru dikenalnya itu meminta dirinya untuk menghindari Della.

"Maksudnya,Vit?"

"Della itu jarang banget tidur di kos."

Lily membeliak, tidak percaya dengan ucapan Vita. Ia lalu teringat dengan celetukan Della tentang lebih baik tidak pulang dari pada lewat batas jam malam. Tidak hanya itu, raut wajah Ibu Kos yang memandang Della sekilas tadi kembali berkelebat.

Mungkinkah Ibu Kos menyindir Della? Batin Lily bertanya-tanya.

"Della pulang ke mana?" tanya Lily penasaran.

Vita hanya mengedikkan bahu sambil tersenyum sinis. Ia kemudian beranjak dari ranjang, lalu melangkah keluar.

Lily menyilangkan kedua tangan sembari menghela napas panjang. Punggungnya bersandar pada lemari. Pikiran Lily mulai dibuat menerka-nerka tentang sosok Della yang sesungguhnya.

"Apa aku salah pilih teman?" Lily mulai bersenandika. "Tidak! Lebih tepatnya apa aku salah pilih kos lagi?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro