5.Tentang Della

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dua jam lamanya Lily berada di kamar sejak tiba tadi. Semua barang yang ada di koper dan ransel sudah ditata di lemari. Sayup, terdengar suara televisi dinyalakan. Seperti ada yang sedang menonton di lorong sebelah depan.

Lily berpikir sejenak. Sebagai penghuni baru seharusnya lebih dahulu memperkenalkan diri. Lily pun memutuskan untuk bergabung di sana. Benar saja, ada dua orang yang sedang duduk di karpet depan televisi.

"Anak baru, ya?" sapa seorang perempuan bertubuh bongsor dengan raut ramah, begitu Lily menutup pintu kamar. Ia sedang mengambil air di dispenser dekat kamar Lily.

"Iya, Mbak." Lily mengulurkan tangan. " Lily."

"Aku Nana. Kalau dia yang lagi nonton itu namanya Indah." Nana menunjuk gadis dengan potongan rambut pendek bergaya bob.

Lily, Nana, dan Indah pun mulai berbincang. Rupanya dua teman baru Lily itu merupakan senior tetapi berbeda jurusan di kampus. Nana adalah mahasisiwi Ilmu Komunikasi semester tujuh, sedangkan Indah jurusan Psikologi semester tiga.

"Kamu temannya Della?" tanya Indah yang sedang duduk dengan tangan sebelah kiri bertopang pada lutut.

"Iya, Mbak. Kami satu kelas."

"Dekat, ya?" Nana ikut bertanya.

Lily merasa dejavu. Pertanyaan yang diucapkan Vita padanya tadi terulang kembali. Ia hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepala. Suasana pun menjadi canggung. Lily terdiam sambil menatap layar televisi yang sedang menyiarkan drama dari negeri Gingseng. Gadis dengan rambut sedikit berombak itu melirik ke arah Nana dan Indah. Mereka sedang membahas sesuatu seraya berbisik.

Suara derap langkah kaki menaiki tangga membuat Lily menoleh dengan cepat ke arah tangga yang menghubungkan lantai satu tersebut. Tampak Della berjalan ke arah kamarnya tanpa menyapa tiga orang di depan televisi itu.

"Tumben dia pulang ke kos, Mbak," ucap Indah pada Nana.

Lily sontak menoleh ke arah Indah. Namun, ia malah mendapati Nana menyentuh lengan Indah dengan sikunya. Lily terus mengamati tatapan mata mahasiswa tingkat akhir yang seolah meminta adik kosnya itu untuk tidak melanjutkan ucapan tadi.

Lily pura-pura tidak menyadari jika Nana dan Indah tengah memperbincangkan Della. Hal tersebut jelas semakin menambah rasa penasaran tentang teman satu kelasnya itu. Sudah ada tiga orang penghuni indekos yang seolah memandang tidak baik. Padahal, Della di kampus mempunyai sikap yang disukai banyak orang.

Bagi Lily, Della adalah sosok yang ceria dan mudah bergaul. Temannya itu pun ramah pada semua yang menyapanya. Namun, entah mengapa saat di rumah ini, Lily seolah mendapati sifat yang berbeda dari respon penghuni indekos.

"Ly, nanti jam enam aja, ya, keluar cari makan." Della tiba-tiba muncul dari balik pintu kamarnya.

"Ok, Del."

Della mengacungkan ibu jari. Ia lalu menutup pintu kamarnya kembali.

"Tumben banget, kan, Mbak." Indah mulai mengeluarkan celetukan tentang Della.

Lily kembali menatap Indah dan Nana bergantian. Ia sudah tidak tahan melihat orang-orang membicarakan temannya sendiri di belakang. "Ada apa dengan Della, Mbak?"

"Nggak pa-pa, kok," jawab Nana seraya tersenyum canggung. Begitu juga dengan Indah yang manggut-manggut.

***

Lily dan Della sudah tiba di warung tenda spesialis Chinese Food yang terletak tepat di depan gedung perkuliahan mereka. Dua mahasiswi baru itu memesan nasi goreng Hongkong dan Koloke.

"Kamu udah kenalan sama siapa aja, Ly?" tanya Della begitu mereka duduk di lesehan yang disediakan.

"Vita, Nana, sama Indah."

"Ramah, kan, mereka?" tanya Della seraya memainkan ponsel.

"Ramah, sih. Cuma ...." Lily menggantung kalimatnya. Sesungguhnya, ia ingin bertanya langusng pada Della. Dirinya tidak mau seperti merka yang berani berbicara di belakang saja. Namun, Lily takut jika Della tersinggung.

"Cuma apa?" Della menoleh ke arah Lily.

Lily hanya menggeleng pelan. "Enggak, kok."

Della menyunggingkan seutas senyuman. "Mereka bahas aku karena tahu kamu temenku, 'kan?"

Lily terkesiap, tidak menyangka dugaan Della tidak melesat.

"Mereka pasti kepo kenapa aku jarang pulang ke kos. Iya, 'kan?"

Sekali lagi, Lily dibuat membeliak dengan ucapan Della. "Kok, kamu ngerti?"

Della tersenyum sinis. "Buat apa, sih, ngurusin orang lain? Kayak mereka bener aja."

Lily menggosok tengkuknya pelan. Rasanya, suasana malah menjadi canggung sekarang. Lily ingin tahu lebih banyak tentang Della.

"Tidak semua yang kita impikan itu sesuai harapan. Waktu kamu nanya ada kamar kosong nggak di indekosku? Aku sebenarnya malas mau nawarin sama kamu. Jujur, aku jarang tidur di sana. Paling aku cuma numpang mandi sama ganti baju. Atau, kalau lagi pingin di kamar aja, baru aku pulang ke kos."

Mulut Lily terbuka sedikit. Gadis itu tidak menduga apa yang dibicarakan teman-teman barunya tentang Della ternyata benar. Lily pun menyimak cerita Della dengan antusias. Ada satu hal yang sedikit mebuatnya terganggu. Della sebenarnya tidak ingin menawarkan indekosnya. "Terus, kenapa dikasih tahu, Del?"

Della tersenyum manis. "Karena aku nggak mau kamu salah pilih indekos lagi. Ya, meskipun di tempat sekarang ini nggak seratus persen baik juga. Tapi, kalau satu rumah sama aku dan ada induk semang, kamu bisa lebih aman di lingkungan kampus yang parah ini, Ly."

Lily mengerjap tidak percaya mendengar penjelasan dari Della. "Maksudnya, kamu peduli sama aku, Del?"

Della menganggukkan kepala seraya tersenyum mantap. "Jujur aja, satu bulan lebih ini, aku ngamatin kamu, Ly. Sejak kita masuk kelas pertama kali. Kamu itu orangnya polos dan baik. Kadang muncul oon-nya juga, sih."

Lily terbahak mendapati kejujuran Della. Memang, dirinya sering tidak nyambung kalau diajak ngobrol.

"Aku takut aja kepolosanmu dimanfaatkan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab. Maaf ya, aku mau nanya. Kamu pernah pacaran?"

Lily menggeleng cepat. "Aku nggak dibolehin pacaran, Del. Kuno banget, ya."

"Apalagi itu, Ly. Lebih baik emang nggak usah kenal cowok sih, kalau bisa. Kamu tahu kan, citra kampus ini gimana? Banyak ayam kampusnya. Nggak cowok, nggak cewek."

Lily mendesah pelan. "Padahal aku pingin banget punya pacar."

"Nggak usah, pacaran itu enaknya di awal doang. Sesaat." Della menyesap es teh yang baru datang.

"Kamu juga nggak pacaran, Del?" Lily sebenarnya tidak yakin jika Della tidak pacaran. Secara fisik, ia memang memiliki tubuh yang bisa dikatakan seksi dan sintal. Wajahnya pun cantik dengan bibir yang tipis. Rambut panjang dan lurusnya semakin membuat Della terlihat memesona.

"Jangan tanya aku. Mana bisa aku tidak punya pacar. Haus kasih sayang diriku, Ly. Jangan ditiru pokoknya," ucap Della sambil tergelak.

Lily ikut tertawa menanggapi ucapan Della. Namun, pikirannya mulai kembali menerka, tempat Della berada saat tidak tidur di indekos.

Apa di kos pacarnya?

Lily menggelengkan kepala dengan cepat. Jika hal itu terjadi tentu sudah sangat keterlaluan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro