6. Bayi Gula

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Sudah satu bulan Lily menempati Griya Dara. Anehnya, tidak ada sedikit pun ketidaknyamanan saat menjadi penghuni baru di rumah yang bentuknya memanjang ke belakang tersebut. Penghuni yang tidak sebanyak saat di indekos lama, menjadi salah satu penyebabnya. Lily dengan mudah mampu bersosialisasi dengan teman baru.

Awalnya memang Lily dibuat menerka-nerka dengan pandangan penghuni indekos tentang Della. Dalam benaknya, teman-teman barunya itu terlalu mengurusi kepentingan orang lain. Namun, setelah mengenal selama beberapa hari, ia tidak mendapatinya lagi. Bahkan, Della yang disebut jarang tidur di indekos, sejak kedatangan Lily, selalu pulang ke Griya Dara. Hanya saat teman sekelasnya itu pulang ke Batu, Della kembali ke kebiasaannya.

"Kamu punya saudara di Malang?" tanya Lily saat mereka baru keluar dari gedung perkuliahan. Langit sore Kota Malang cukup cerah. Cahaya merah mulai terbentang di ufuk barat.

"Enggak. Aku sendirian aja ngerantau ini, Ly." Della berjalan sambil membalas pesan di WhatsApp. "Kamu kok, nyantai hari ini? Biasanya kalau Jumat, udah buru-buru aja pulang ke rumah."

"Kan, ada undangan traktiran Vita di Mi Gacoan besok. Kamu beneran nggak jadi ikut?"

Della menggelengkan kepala, matanya masih fokus pada ponsel. Gadis yang mengenakan celana denim dan kemeja ketat sebatas pinggang itu mengangkat dua sudut bibirnya.

"Besok adalah hari yang aku tunggu-tunggu, Ly. Nggak sabar rasanya."

"Apa-an?"

Della mendekap ponselnya dengan kedua tangan. Ia melirik ke arah Lily. Mereka sedang bersiap menyeberang jalan poros kampus.

"Mau tahu, apa mau tahu banget?" Lirikan mata Della mengajak teman sekelas yang kini menjadi teman terdekatnya itu menerka-nerka. Ia memasang tampang bergurau.

Lily mengangkat satu sudut bibirnya. Ia masih penasaran dengan kehidupan seorang Della.

"Bukan dua-duanya. Pokoknya kasih tahu!" Lily merengek seraya menyeberang jalan. Ia dan Della saling meminta dan menolak memberikan informasi.

Tiiiinnnn!!!

Sebuah motor CBR melaju cukup kencang dari arah timur. Pengendara dengan jaket berlambang singa gunung dan helm full face itu hampir saja terjatuh karena menghindari dua gadis yang sedang menyeberang. Sosok itu lantas membuka kaca penutup. Tatapannya tajam menatap dua mahasiswi baru yang sedang berbidiri mematung karena terkejut.

"Mbak! Jalan ini bukan punya nenek moyang kalian! Seenaknya aja nyeberang nggak lihat-lihat."

Teriakan pengendara motor itu membuat Lily yang masih meredakan keterkejutannya menjadi meradang. Ia tidak terima disalahkan.

"Jalan ini juga bukan milik mbahmu! Kalau mau balapan ke sirkuit sana!" Lily berteriak hingga urat pada lehernya terlihat.

Della yang juga sedang terkejut, menarik tangan Lily. Ia sampai menggelengkan kepala melihat tingkah teman satu indekosnya itu. Dirinya tidak menyangka jika gadis dengan rambut lurus sepanjang punggung tersebut juga bisa bersikap spontanitas dalam berbicara.

Pengendara itu menutup kaca helm dengan cepat. Ia tidak lagi menghiraukan Lily. Motor CBR itu pun kembali melaju dengan kencang.

"Sok keren!" Lily masih kesal dengan orang yang hampir menabraknya tadi.

"Emang kita udah salah, Ly. Nyebrang sambil bercanda."

Lily menautkan kedua alis mata. Ia tengah mengingat peristiwa menegangkan yang baru saja terjadi.

"Iya juga, ya. Kita juga salah." Lily terkikik seraya menutup bibirnya dengan tangan. "Alhamdulillah, masih selamat."

"Hu um. Belum kawin, nih," celetuk Della.

"Hu um. Belum nikah nih, aku." Lily manggut-manggut.

"Kamu nikah, kalau aku kawin," ujar Della sembari senyum-senyum.

Lily menghentikan langkahnya. Ia merasa dua kata itu sama saja maknanya. "Apa bedanya?"

Della tergelak. Ia baru menyadari ucapannya. Tidak mungkin juga dirinya menjelaskan tentang hal tersebut kepada Lily, teman yang baginya masih teramat polos.

***

Acara perayaan ulang tahun Vita akan berlangsung hari ini. Tepatnya saat makan siang berlangsung. Para penghuni indekos sudah bersiap di teras. Mereka sedang menunggu taksi online tiba.

"Kenapa nggak ikut, Del?" tanya Vita begitu Della turun dari tangga.

"Ada acara, Mbak. Aku oleh-olehnya aja." Della mengeluarkan ponsel dari celana denim ketat dengan motif sobek pada bagian lutut.

"Yang nggak ikut gak dapat traktiran. Ya, kan, Vit," sahut Indah seraya meletakkan tangan di bahu Vita.

"Semoga menyenangkan ya, acaranya. Aku berangkat dulu." Della berjalan cepat keluar pagar. Ponsel terus menempel di telinganya. Raut Della terlihat serius.

Vita, Lily, Indah, Nana, dan Mila serempak mengamati gerak-gerik Della. Mereka memiliki satu pertanyaan yang sama tentang Della. Terutama saat melihat outfit dan tatanan rambut gadis sexy itu. Kaus ketat sebatas pinggang berpadu dengan celana denim yang lingkaran pinggangnya sekitar tiga inci di bawah pusar. Jika Della mengangkat tangan, sudah pasti perutnya terlihat. Belum rambut yang dicatok model ikal pada bagian bawah saja. Della terlihat sangat sensual hari ini.

Sebuah motor CBR dengan pengendara yang memakai helm full face berhenti tepat di depan Della. Sosok tersebut tidak membuka kaca helm. Della bergegas naik. Ia langsung melingkarkan tangan di perut pengendara yang mengenakan kaus oblong berpadu celana sebatas lutut tersebut. Otomatis bagian punggungnya pun terlihat jelas.

"Gimana aku mau terus positif thinking sama Della?" Nana berujar seraya bersedekap. "Dia itu masih maba, tapi penampilannya ngalah-ngalahin angkatanku."

"Dia bayi gula bukan, sih?" celetuk Indah. Ucapannya sontak menjadi perhatian teman-temannya yang lain.

Lily mengerjap kaget. "Bayi gula itu sugar baby, ya?"

Semua gadis yang berdiri di dekatnya mengangguk. Lily menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ia tidak percaya jika Della adalah seorang perempuan yang menjalin hubungan demi kepentingan ekonomi.

***

Para gadis Griya Dara sudah sampai di kedai Mi Gacoan cabang Jalan Jakarta. Setelah memesan, mereka menuju lantai dua. Meja dengan sofa panjang menjadi pilihan untuk duduk santai sembari menunggu makanan datang. Desain interior di kedai ini terlihat memanjakan mata dengan daun-daun plastik yang memenuhi dinding.

Ponsel Lily berdering. Tertera nama ayahnya sedang melakukan panggilan video. Gadis yang mengenakan baju dengan lengan pendek model kerut itu menggeser gambar kamera ke atas.

"Lily ... ngapain nggak pulang?!" Suara menggelegar Bu Miranti menyapa pendengaran Lily dan teman-temannya.

Lily melirik ke dua arah. Ia lalu tersenyum canggung. Teman-temannya hanya menatap tanpa berbicara.

Mila mempersilakan Lily melanjutkan panggilan video melalui gerakan bibir dan tangan. Mahasiswi tingkat akhir jurusan Ilmu Komunikasi itu duduk tepat di seberang Lily.

"Aku lagi ada acara, Lek," jawab Lily. Ia memang baru minggu ini saja tidak pulang ke rumah. Tentu hal tersebut membuat orang rumah heran. Namun, ia sudah menyampaikannya pada Pak Dasuki kemarin siang.

"Kata bapakmu acara ulang tahun. Bohong paling itu. Kamu lagi pacaran, 'kan?" Mata Bu Miranti didekatkan ke kamera, hingga tampak penuh di layar ponsel. Hasilnya, membuat Indah dan Nana yang duduk mengapit Lily menjadi terbahak.

Lily mendesah kesal. Ia lalu menyorot semua teman-temannya agar tantenya itu percaya.

"Oh, iya. Cewek-cewek semua, ya, itu?" Bu Miranti memasang wajah manis.

Lily menarik satu sudut bibirnya. Ia sudah hapal dengan tingkah tantenya. Dari kelakuan 'nggak ada akhlak' di depannya , berganti kalem di depan orang lain.

"Udah, ya, Lek." Lily ingin menyudahi panggilan video tersebut.

"Eh, tunggu, Ly." Bu Miranti menggoyangkan tangannya di depan kamera. "Kapan-kapan ajak teman-teman ke rumah."

Para gadis Griya Dara langsung mengiyakan tawaran Bu Miranti. Mereka tidak menunggu Lily yang menyampaikan. Semua tampak bersemangat ingin berkunjung ke rumah Lily dan melihat toko Bunga milik keluarga teman indekos mereka itu.

Sambungan video call berakhir. Lily mengulas senyum bahagia. Ia senang berada di lingkungan barunya ini. Mereka menyambut kehadirannya dengan ramah. Tidak ada alasan untuk pindah indekos lagi.

"Woi, Ayang!" Vita berteriak ke arah tangga. Ia melambaikan tangan ke arah pemuda dengan kemeja polos berwarna hitam. Gadis itu juga mengundang Vio—kekasihnya—dan juga Dandy--sahabatnya.

Ternyata Indah, Mila, dan Nana sudah kenal dengan Vio dan Dandy. Mereka langsung berbincang dengan akrab. Lily menjadi satu-satunya orang yang hanya menjadi penonton.

"Vit, kenalin." Dandy menyenggol kaki Vita.

"Ngerti aja cewek cantik," ucap Vita lirih. Ia lalu memanggil Lily untuk dikenalkan kepada Dandy.

Lily menjabat tangan Dandy. Pemuda itu menatapnya lekat seraya tersenyum. Ia tiba-tiba teringat kejadian kemarin saat baru pulang kuliah. Sorot mata itu seperti sosok yang hampir menabraknya. Mata Lily mengamati pakaian yang dikenakan Dandy. Pemuda itu mengenakan jaket dengan gambar singa gunung di belakang. Persis dengan pengendara semalam yang membuatnya hampir celaka!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro