Ch. 4 - Diskusi Tiga Lelaki

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seminggu telah berlalu. Fujino masih sulit menerima Kasahara menjadi murid kelas 2-B. Dia juga jadi teringat masa lalu dan betapa kejam kata-katanya pada saat itu.

Kasahara telah tumbuh menjadi gadis cantik yang sangat sesuai dengan selera Fujino. Hal ini membuat Fujino merasa kecil karena status keduanya di sekolah berbeda jauh.

Kasahara dapat berbaur dengan baik. Banyak teman perempuan yang mengajaknya main atau masuk ke dalam klub. Tidak sedikit ada laki-laki yang mencoba menembak Kasahara. Namun, semuanya ditolak. Kasahara mengaku belum menyukai laki-laki manapun. Dia hanya ingin menikmati masa sekolahnya seperti biasa.

"Fujino! Mulai sekarang kita saingan ya ... ugh. Rasanya agak menyakitkan karena harus bersaing dengan teman sendiri. Sayangnya dalam hal percintaan tidak ada yang namanya kasihan dalam berkompetisi. Aku akan berusaha keras untuk mendapatkan hati Kasahara!"

Makoto nampak bersemangat. Untungnya suaranya tidak memancing perhatian beberapa murid yang juga sedang makan di kantin ini.

Fujino mendesah malas. Baginya ini merepotkan.

Seorang lelaki yang duduk di samping Makoto dan di depan Fujino, Arata Ryu, berkomentar pada permasalahan cinta ini.

"Makoto-kun. Aku rasa kau tidak punya kesempatan. Laki-laki populer saja ditolak oleh Kasahara. Apalagi kau yang biasa saja. Fujino masih mending karena terkadang digoda oleh teman-teman perempuan sekelas, dijodoh-jodohkan dengan Kasahara. Dan Kasahara sendiri nampak tidak begitu risih," ujar Arata pelan sambil makan karaage yang ia beli di kantin.

"Arata ...! Kau jahat sekali padaku. Sebagai teman kita harusnya kau bersikap netral."

"Justru itu. Sebagai teman aku yang ingin terbaik untuk kalian. Kalau kau sakit hati bagaimana, Makoto? Kau akan memusuhi Fujino 'kan? Lebih baik menyerah saja." Suara Arata terdengar kalem dan tenang. Dia menyampaikan secara baik-baik meski terdengar frontal dan nyelekit di hati Makoto.

"Arata ... dalam light novel romcom. Justru lelaki paling biasa yang bisa berpacaran dengan si gadis populer! Kau ini terlalu fix mindset. Itulah mengapa kau belum punya pacar sampai sekarang."

"Agak aneh mendengar itu dari sesama jomblo. Soal belum punya pacar aku memiliki alasan tersendiri yang cukup penting. Aku ingin fokus belajar saja sampai lulus sekolah dan kuliah, lalu menikah."

"Hee ... Arata. Aku tidak yakin kau mampu menahan diri sampai selama itu." Makoto tersenyum mengejek.

"Yah pokoknya, kita lihat saja nanti."

Makoto menggelengkan kepalanya. Perhatiannya mengarah pada Fujino lagi. Lelaki itu sedang makan udon dengan ekspresi lesu.

"Hey, Fujino! Dari tadi kau diam saja. Bagaimana menurutmu mengenai persaingan percintaan kita?" Makoto masih semangat.

Fujino memutar bola matanya. Dia terlalu malas membahas ini. Dia memang menyukai gadis berkacamata, tapi bukan berarti langsung jatuh hati begitu saja. Fujino sangat menyadari perbedaan antara kagum terhadap fisik dan jatuh cinta. Jadi ketika terpesona oleh kecantikan Kasahara, Fujino tidak langsung menjadikan gadis itu sebagai crush.

"Aku tidak tertarik dengan saingan-saingan. Kalau kau mau mendapatkan Kasahara, ya silahkan saja berusaha. Tidak usah ajak-ajak aku untuk saingan."

"Heee!? Fujino? Kau sadar temen dekatmu ingin merebut crushmu 'kan!?" Makoto terkejut.

"Aku sadar seratus persen. Tidak usah sekaget itu. Soal Kasahara ... ya memang benar aku kagum pada kecantikannya. Aku bahkan sampai membeku jika dia terlalu dekat. Tapi, hanya sebatas itu saja, Kasahara bukan crush-ku. Diapun mungkin tidak tertarik padaku juga."

"Heeee ...!?"

Makoto benar-benar tidak menyangka jawaban Fujino. Dia kira Fujino bertekad juga untuk mendapatkan hati Kasahara. Bukan tanpa alasan. Situasi ini berbeda dari yang biasanya.

Biasanya Fujino tidak berpacaran dengan gadis berkacamata karena memang tidak punya hubungan dekat. Atau memang karena 'gap'-nya terlalu jauh. Namun, kali ini Fujino memiliki kesempatan yang tidak kecil. Dia dan Kasahara memiliki hubungan akrab di masa lalu. Tidak sulit jika ingin memulai hubungan akrab dengannya sekali lagi.

"Fujino. Kau yakin tidak menyesal?" tanya Arata. Dia juga terkejut sekaligus kebingungan mendengar jawaban Fujino.

"Aku ... ah entahlah. Dia emang cantik banget sih."

"Tuh! Kau ragu 'kan!? Itu tandanya kau menyukai dia!"

"B-Berisik! Sudah kubilang bukan! Bukan begitu!"

"Lalu apa? Kenapa Kasahara tidak menjadi crush-mu?"

Masalah percintaan sungguhlah rumit. Fujino tidak menyangka akan mendebatkan hal ini sampai begitu rumit dengan dua teman dekatnya. Ia juga keheranan bagaimana bisa masalah crush saja diributkan seperti ini.

Namun, manusia memang suka antusias pada hal-hal tertentu. Dalam kasus ini Makoto berapi-api mendapatkan pacar sekaligus ingin berkompetisi secara sehat dengan Fujino.

Fujino, Arata, Makoto. Mereka banyak menghabiskan waktu bersama-sama. Jika Kasahara jatuh hati pada lelaki lain yang tidak akrab, Makoto akan sakit hati. Tapi jika dengan Fujino, Makoto tidak merasa demikian. Itulah mengapa ia berani menyatakan kompetisi. Karena ia akan puas jika menang dan tidak akan sakit hati berlarut-larut jika kalah.

Fujino menghela nafas berat. Dia lagi-lagi menjelaskan, "Aku sudah bilang tadi. Aku hanya kagum pada fisik Kasahara. Kalian 'kan tau sendiri aku suka gadis berkacamata. Selain itu yang aku anggap cantik bukan Kasahara saja. Gadis-gadis lain yang berkacamata juga begitu."

Makoto masih agak sulit menerimanya. Entah kenapa ketika mengetahui bahwa Fujino dan Kasahara teman masa kecil, dia merasa Fujino memiliki perasaan yang berbeda terhadap Kasahara. Tidak seperti perasaannya terhadap gadis berkacamata yang lain.

Baik Arata dan Makoto, sama-sama mengetahui lelaki seperti apa Fujino ini. Mereka pun yang paling tau seberapa sukanya Fujino pada gadis berkacamata. Bahkan beberapa kali melihat perbedaan reaksi ketika Fujino menatap gadis berkacamata A dan gadis berkacamata B.

"Fujino. Aku penasaran. Soal crush-crush seperti itu aku tidak terlalu mempermasalahkan sih. Namun, kenapa kau tidak coba saja berpacaran dengan Kasahara? Siapa tau cocok."

Fujino mengangkat alisnya. "Hah ...? Apa maksudmu Arata? Aneh sekali kau tiba-tiba tanya begitu. Padahal kau sendiri tidak ingin pacaran sampai menikah 'kan?"

"Hahaha. Iya juga sih. Tapi ... kau sering bercerita pada kami bahwa kau selalu ingin pacaran atau menikah dengan gadis berkacamata. Sebagai teman yang terkadang kasihan melihatmu jomblo sambil ngehaluin hal tersebut, aku jadi ingin memberi saran seperti barusan."

Fujino menghela nafas panjang. Dia melipat kedua lengan. Kemudian berpikir lebih dalam mengenai hal ini.

'Dasar Arata. Padahal biasanya kau kalem-kalem saja masalah begini. Sekarang ikut menasehati. Aku jadi kepikiran,' ucap Fujino dalam hati.

Sementara itu, Makoto memakan makanannya lagi. Hari ini ia membeli karaage. Suara kunyahannya cukup keras hingga agak sedikit mengganggu. Sepertinya Makoto masih agak bad mood karena Fujino menolak tawarannya bersaing.

'Huh! Kau penakut Fujino! Harusnya kau coba saja dekati Kasahara,' ujar Makoto kesal dalam hati. Menghabiskan satu suap karaage, ia mengunyah suapan lainnya. 'Jika di masa depan nanti aku berpacaran dengan Kasahara, aku tidak ingin melihatmu merengek dan menyesal.'

Makoto mungkin agak besar kepala karena berharap itu terjadi. Namun, mood-nya dalam percintaan sedang menggebu-gebu saat ini. Kasahara yang setinggi itu tiba-tiba terasa bisa digapai oleh Makoto.

"Yah ... pokoknya begitulah pandanganku pada Kasahara. Tidak usah terlalu dipikirkan. Lagipula dia masih murid baru di sini," ujar Fujino tenang. Dia memakan udonnya lagi. "Aku dan Kasahara hanyalah teman. Tidak lebih."

Entah mengapa, memori masa kecil Fujino tiba-tiba mengalir di benaknya.

Memori saat ia dan Kasahara masih berteman akrab. Kemudian komentar kekanakan-kanakannya yang melukai Kasahara hingga ia tidak sempat minta maaf. Usaha Fujino yang mengetuk pintu rumah keluarga Kasahara berkali-kali. Hingga memori disaat ibunya memberi kabar bahwa teman masa kecilnya itu telah pindah keluar kota.

Fujino merasa sangat bersalah dan merasa sangat malu setelah menjadi teman sekelas Kasahara. Kasahara Sumire yang baru dan cantik.

Jika berada di dekat gadis pirang itu, Fujino mungkin hanya gugup dan terlalu terpesona sampai lupa situasi. Namun, ketika jauh dari Kasahara atau merenung seperti ini, pikirannya jadi teringat kesalahan masa lalu.

'Ahh ... benar juga. Aku belum minta maaf pada Kasahara.'

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro