Ch. 6 - Gelisah karena Ulangan Harian

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Gawat."

Ulangan harian baru saja dibagikan. Fujino menelan ludah menilai angka merah pada kertas di tangannya. Itu adalah nilai yang sangat buruk. Terlalu anjlok untuk disebut nilai.

'Bagaimana bisa aku dapat nilai seburuk ini!? Tidak habis pikir!'

Fujino serasa ingin menangis. Meskipun cuma ulangan harian tetap saja hal ini terlalu memalukan.

'Sial! Ini gara-gara aku kebablasan membaca majalah modelnya Sakuragi-san. Harusnya aku menahan diri untuk tidak membacanya sampai ulangan harian selesai.' Fujino mengepal erat tangannya sampai kertas ulangan agak rusak. 'Tapi ... tapi ... Sakuragi-san adalah aktris yang terlalu cantik! Apalagi saat memakai kacamata! Tidak hanya jadi model. Dia juga aktor dorama dan seiyuu. Maruk amat! Apa boleh aktris muda sepertinya semaruk itu!?'

Fujino masih hanyut dalam penyesalan mendalam.

Sementara itu wilayah tempat duduk di samping Fujino, Kasahara membicarakan nilai bersama teman-temannya. Mereka tertawa dan saling memuji. Circle Kasahara diisi oleh siswi-siswi teladan baik dibidang akademik, olahraga, kecantikan, maupun hal lainnya.

Kasahara sendiri bisa dibilang lumayan pintar tapi tidak sampai masuk ke dalam top 7 murid terpintar di kelas ini.

Ketika teman-teman gadis itu kembali ke tempat duduk masing-masing, Kasahara iseng menoleh ke arah Fujino. Dia melihat lelaki itu sedang membenamkan wajah pada meja sembari menggunakan sesuatu yang tidak jelas.

"Eh? Fujino dapat nilai 20?"

"H-Huaa!"

Fujino terkejut. Dia langsung menyembunyikan kertas ulangan itu. Tawa garing keluar dari mulutnya, tangan kanan menggaruk-garuk bagian belakang kepala.

"K-Kasahara pasti salah liat!"

Kasahara mengerutkan dahi. "Hee? Tidak mungkin. Aku melihatnya dengan jelas kok."

"Tidak! Kamu salah liat, Kasahara. Tempat duduk kita memang bersampingan sih. Tapi pokoknya kamu salah liat!" Fujino bersikeras menyangkal tanpa alasan jelas.

"Fujino, aku pakai kacamata loohhh. Penglihatanku sangat jernih. Jadi seratus persen aku tidak salah liat. Tidak perlu malu, Fujino. Aku tidak akan mengejekmu kok."

Kasahara memang tidak suka menertawai siapapun dengan tanda kutip mengejek. Entah itu nilai akademik, olahraga, hobi, maupun fisik. Dia sudah merasakannya sendiri pahitnya ditertawakan.

Perasaan itu benar-benar tulus dari hatinya. Pada siapapun.

"Hahaha ... meskipun kamu bilang begitu. K-Kamu sebenarnya senang 'kan? Kasahara? Teman yang dulu menghina parasmu sekarang. Kini dapat karma nilai anjlok."

Fujino memalingkan wajah. Dia ragu menatap ekspresi Kasahara. Kali ini bukan hanya karena kecantikan gadis itu melainkan juga karena rasa rendah diri yang muncul tiba-tiba.

'Jangan terbawa perasaan, Fujino. Meskipun Kasahara baik dan cantik, kau tidak boleh senang karena hal itu. Ingat apa yang kau lakukan sampai Kasahara pindah rumah ....'

Fujino tiba-tiba murung. Rasa rendah diri menyelimuti dirinya. Begitu juga dengan kebencian pada diri sendiri. Rasa tak enak hati.

Di sisi lain Kasahara menaikkan alisnya. Dia cukup terkejut mendengar Fujino mengatakan hal buruk pada dirinya sendiri seperti itu secara tiba-tiba.

'Fujino ternyata masih memikirkan itu ya ...? Aku jadi merasa tidak enak ....'

Kasahara menundukkan pandangannya. Raut wajahnya terlihat sedih.

'Dulu aku selalu ingin Fujino mengakui kesalahannya dan merasa bersalah karena sudah mengejekku waktu itu. Aku ingin membalas Fujino, dan diakui sebagai gadis cantik di mata banyak orang untuk membuktikan kata-kata Fujino salah. Tapi ... kenapa perasaanku tidak enak begini saat melihat Fujino kesal pada diri sendiri?'

Kasahara pun menoleh ke arah Fujino lagi. Fujino masih enggan menatap wajah Kasahara meskipun sesekali melirik untuk memastikan masih diperhatikan atau tidak. Kertas ulangan bernilai buruk itu sudah dirusak menjadi bola dan disimpan di kolong meja.

"Fujino. Lihat ke sini."

Fujino terbelalak.

"Ada apa ...? Mau mengejek? M-Mau pamer kau sudah cantik dan pintar?"

Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Fujino. Fujino sendiri kaget dengan lisannya sendiri, tetapi ia enggan minta maaf.

"Jangan ngomong begitu. Aku hanya ingin bicara baik-baik tau ...."

"Hahaha. Tidak mungkin. S-Sudahlah Kasahara. Tidak usah mengajakku mengobrol. Kau berbincang dengan teman-temanmu saja. Ah, k-kalau ada teman laki-laki yang mau diajak ngobrol. Makoto sepertinya cocok denganmu. Dia cowok humoris."

"Jangan bicara begitu, Fujino. Aku tidak suka," ucap Kasahara tegas. "Jangan merasa seperti itu saat mengobrol denganku. Kita kan teman. Masa' kau tidak mau dekat lagi denganku, sih? Aku benar-benar tidak nyaman mendengarnya."

Kasahara paham perasaan Fujino. Meski begitu ia tetap kesal dengan hal ini.

"Saat jam istirahat nanti. Datanglah ke atap sekolah. Aku ada yang ingin kubicarakan."

"H-Hah ...? Untuk apa?"

"Pokoknya aku ingin berbicara denganmu. Gak mau tau!"

Kasahara memalingkan wajah. Dia cemberut lalu tidak mau menggubris apapun dari Fujino.

Fujino terus menanyakan alasan dan menolak permintaan Kasahara. Dia tidak mau melakukan pembicaraan yang tidak nyaman. Fujino merasa tidak siap untuk itu. Sayangnya apapun yang ia katakan benar-benar diabaikan oleh Kasahara. Fujino tentu tidak bisa bersuara dengan nada tinggi maupun menyentuh Kasahara dengan niat memanggil. Selain karena harga diri laki-laki, tempat mereka di kelas membuat Fujino tidak mau menolak terlalu jauh.

'Hah ... kenapa malah jadi begini?'

Fujino bertopang dagu. Kertas ulangan ia keluarkan lalu dilihat lagi. Helaan nafas keluar dari mulutnya beberapa kali karena menyesal sudah terlalu terbuka pada Kasahara.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro