Ch. 7 - Mari Bicara

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Fujino masih agak ragu menyetujui permintaan Kasahara. Menurutnya lebih baik hubungan mereka seperti ini saja. Berteman sebagai teman sekelas saja. Tidak menjadi akrab seperti dulu.

Selain itu perkataan Makoto dan Arata mulai terbayang di kepala Fujino. Awalnya ia berkomitmen untuk tidak jadian pada Kasahara. Namun, sikap Kasahara yang tetap santai padanya sekaligus paras Kasahara yang secantik itu, membuat Fujino dilema berat.

'Yah ... ini perasaan sesaat aja. Dilema sesaat. Kegelisahan sesaat. Rasa bersalah juga mungkin akan menghilang lagi. Aku tidak perlu terlalu serius pada ucapan Kasahara nanti.'

Setelah berjalan selama beberapa waktu di tangga, Fujino akhirnya sampai juga di atap sekolah—rooftop.

Dia melihat Kasahara yang sudah menunggu. Berdiri membelakanginya sambil menatap pemandangan di balik pagar besi tinggi. Rambut pirangnya berkibar mengikuti arah angin.

Kasahara akhirnya berbalik usai Fujino mendekat ke arahnya.

"Fujino, kamu datang ternyata. Syukurlah ...! Aku kira kamu malas ke sini." Kasahara tertawa kecil.

Fujino tiba-tiba blushing. Meskipun sudah sering melihat paras Kasahara, Fujino masih belum terbiasa. Apalagi jika gadis itu tertawa dan menunjukkan ekspresi senang.

"Ya, mana mungkinlah. Kamu 'kan sudah memaksaku berjanji untuk bicara di sini. Lagipula aku tidak enak membuatmu menunggu terlalu lama."

"Fujino ternyata masih baik hati seperti dulu. Aku senang."

"E-Eh? Hahaha. Apaan. Mana ada." Fujino garuk-garuk kepala.

Kasahara bisa melihat Fujino agak sulit berkontak mata dengannya. Entah karena rasa bersalah atau karena Kasahara yang terlalu cantik. Bisa jadi dua-duanya benar.

"Begini Fujino, aku merasa kamu cukup sering menghindariku. Kamu kayaknya enggan mengobrol. Padahal sejak aku pindah ke sini aku selalu ingin berbicara panjang denganmu loh ...."

'Itu karena kamu terlalu cantik Kasahara! Aku minder dan gak tahan!'

"A-Apa karena kita sering digoda oleh teman-teman sekelas? Yah ... aku sendiri sebenarnya tidak terganggu sih. Tapi kayaknya kamu sangat tidak nyaman dengan itu ya?"

'Benar, benar ... mereka nyebelin.'

"Oh ... itu juga. Ada satu alasan lagi yang membuatku kepikiran. Ini dugaanku sih, tapi ... apa kamu enggan bicara denganku gara-gara memikirkan masalah kita saat kecil dulu?"

Fujino terbelalak. Jantungnya serasa dikejutkan.

Dia tidak tau Kasahara ternyata memikirkan hal itu juga. Memang benar, sejauh ini Fujino dan Kasahara tidak berbincang banyak. Fujino lebih sering nongkrong sama circle-nya, Kasahara pun begitu.

Beberapa kali Kasahara ingin mengobrol dengan Fujino, tapi Fujino selalu susah kontak mata dan membalas Kasahara singkat-singkat saja, yang mana hal tersebut membuat gadis itu tidak berbincang lebih jauh dan jadi kepikiran.

"Kasahara, apa yang kamu katakan tadi benar semua. Tidak ada yang salah. Aku sendiri memang sengaja menjaga jarak. Lalu soal masalah kita waktu kecil itu ... iya aku sangat kepikiran. Diriku yang sudah punya pikiran matang ini menyadari betapa bodohnya tindakanku saat itu."

Untuk pertama kalinya Fujino berbicara panjang lebar pada Kasahara. Kata-katanya keluar begitu saja. Dia juga tanpa sadar melakukan kontak mata secara penuh pada Kasahara.

"Begitu ya ... jadi kamu beneran kepikiran." Kasahara tersenyum tipis. Senyumannya itu kemudian melebar menjadi lebih hangat. "Tapi gapapa kok, Fujino! Aku sudah tidak memikirkan itu. Fujino waktu itu juga masih anak-anak. Jadi mengatakan apapun sebebasnya saja. Sekarang kita sudah sama-sama remaja. Rasanya sayang jika kita menjauh hanya karena masalah di masa kecil.

"Memang sih, aku sempat galau karena kata-katamu waktu itu. Aku tidak bohong kalau aku sakit hati. Namun, rasanya terlalu kekanak-kanakan bukan, jika berlarut pada masalah yang sama terus? Toh, itu juga sudah bertahun-tahun lamanya. Jadi, lupakan saja, Fujino."

Fujino tidak menyangka Kasahara telah tumbuh menjadi gadis yang sedewasa ini.

Menyakiti seorang gadis adalah aib bagi pria. Itulah mengapa Fujino masih sangat merasa bersalah sampai saat ini.

Kata-kata Kasahara membuat pikiran Fujino lebih terbuka dari sebelumnya. Ia juga merasa tenang karena tau telah dimaafkan.

Kasahara sendiri juga sudah puas. Dia mungkin sempat dendam oleh Fujino. Sekalipun sudah bertahun-tahun ia terkadang masih agak kesal, tapi setelah pertemuan di kereta itu dan beberapa kali pertemuan di sekolah, Kasahara yakin telah berkali-kali menaklukan Fujino dengan penampilannya yang baru ini. Fujino memang terlalu menyukai gadis berkacamata, dan berkat itu ia menjadi terlalu mudah ditaklukan.

"Aku paham apa yang kau katakan, Kasahara. Jadi begitu ya. Aku tidak menyangka itu yang kau pikirkan setelah bertemu denganku lagi setelah sekian lama." Fujino tersenyum tipis. Dia menggaruk-garuk kepala. Bukan pertanda bingung melainkan rasa senang.

"Saat kecil kita ini bersahabat loh ...! Jadi kamu jangan terlalu sungkan. Aku benar-benar tidak suka. Padahal saat kecil dulu kamu banyak sekali membantu dan menemaniku. Malah kalau dipikir-pikir, aku yang meninggalkanmu tanpa kabar 'kan? Uhh ... malah aku yang kekanak-kanakan."

"Eh! Nggak! Jangan berpikir begitu, Kasahara! Kamu gak salah soal itu. Saat itukan kamu sedang marah karena mendengar kata-kata kasar dariku. Jadi wajar saja."

"Tuhkan ... kamu sendiri juga gak mau aku merasa bersalah atau semacamnya. Berarti pernyataanku tadi terbukti benar dan tidak bohong 'kan? Karena kamu sendiri merasakan perasaan yang serupa."

Kasahara tersenyum.

Fujino sekarang tidak hanya memahami kata-kata Kasahara, tetapi juga perasaan dari lubuk hatinya.

"Baiklah, baiklah. Mari berbaikan ya, Kasahara. Ayo kita berteman seperti dulu lagi. Kali ini lebih akrab dari sebelumnya," ucap Fujino yakin. Tangan kanannya terulur.

"Tentu saja! Fujino! Aku sangat senang mendengarnya!"

Kasahara langsung menjabat tangan Fujino. Fujino agak kaget karena tangan Kasahara terasa lembut sekali. Ia tersadar sedang bersentuhan secara fisik untuk waktu yang terbilang lama dengan seorang gadis cantik berkacamata.

'Ini cuma jabat tangan!'

Fujino tersenyum kaku sambil blushing.

Kasahara tidak tau apa yang dipikirkan Fujino. Dia hanya menikmati jabat tangan itu sampai selesai, kemudian memikirkan hal-hal baik mengenai hubungan pertemanan mereka.

Sejak hari itu, Fujino bisa berbincang lancar lagi dengan Kasahara. Saat mereka bertemu di kelas Fujino bernisiatif menyapa dan mengobrol. Di lain kesempatan Kasahara lah yang melakukannya. Memang agak memalukan karena kecantikan Kasahara masih sering memengaruhi Fujino. Namun, itu tidak membuat Fujino mundur maupun rendah diri. Sebaliknya, dia merasa senang bisa berteman akrab dengan gadis itu lagi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro