Kelas Umum WWG Fantasi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Materi: Perbedaan Plot Driven dan Character Driven
Pemateri: Philia Fate PhiliaFate
Waktu: Kamis, 17 Januari 2019, 20.00 WIB

• • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

Beberapa prestasi yang pernah didapatkan PhiliaFate adalah:
• Wattys Winner 2018 kategori Breakthroughs
• Pengarang Remini
• Pemenang lomba 5 karya wattpad terbaik oleh Mizan

• • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

Oke, sebelum kita masuk ke dalam plot driven or character driven, kita masuk dulu ke definisi dari masing-masing istilah.

Sebenarnya istilah ini menurutku berkembang dari tipe plot yang ada, yaitu:
1. Tipe plot arsitek
2. Tipe plot pekebun

Ada yang tahu perbedaannya?

Tipe plot arsitek adalah tipe orang yang saklek sama cerita yang sudah ditentukan sejak awal. Jadi outline-nya sangat detail. Sangat kecil kemungkinan untuk berubah di tengah jalan.

Sementara tipe pekebun adalah sebaliknya. Tanpa menggunakan outline langsung jalan.

Masing-masing tipe plot punya plus minus tentu saja. Satunya terlalu kaku. Satunya terlalu fleksibel sehingga melebar ke mana-mana.

Dari dua tipe plot di atas, akhirnya muncul istilah plot driven atau character driven.

Plot driven adalah tipe arsitek. Mengutamakan plot di atas segalanya. Karakter HARUS tunduk sama plot, terlepas dari sifat-sifat yang dimiliki sebelumnya.

Sementara character driven termasuk tipe pekebun. Di mana pengarang menulis sesuai dengan kemauan karakter. Dia mau ke kanan, penulis ikut. Dia mau ke kiri, penulis juga ikut.

Sebenarnya dalam menulis tidak ada tipe yang mutlak salah satu. Sebaliknya, kita semua adalah campuran dari kedua tipe di atas. Terkandung kadarnya. :D

Ciri-cirinya bisa dilihat seperti ini:

Contoh, saat kita membaca cerita plot driven, kita akan merasa kalau plotnya bagus, intrik-intriknya cakep, plot twist-nya apa lagi, beuh! Mantap djaya.

Tapi kita ngga bisa nangkep perasaan karakternya. Kita merasa bahwa karakternya berubah terlalu cepat.

Contoh yang pernah kutemui:
Cewe punya trauma masa kecil dengan cowo. Dia akhirnya phobia cowo, phobia-nya udah bertahun-tahun, nih. Terus suatu ketika, ada kejadian di mana dia akhirnya harus menghadapi trauma masa lalunya. Eh, tiba-tiba dalam sehari, dia sudah ga takut cowo, sudah mau dipegang, dicium, dll. Itu masuk dalam plot tapi janggal secara karakter.

Karena bagaimana pun juga dalam penyembuhan mental butuh waktu. Sangat kecil kemungkinan cewe yang habis trauma bertahun-tahun langsung mau dekat dengan cowo dalam semalam.

Sedangkan ciri cerita yang character driven biasanya gini:

Karakternya kuat sekali. Misalnya si cewe digambarkan cewe setrong berkeinginan kuat, dia selalu berhasil dengan apa pun yang dia kerjakan.

Bagus nih, penulisnya nulis macem-macem dalam aspek kehidupannya. Kenapa dia bisa punya karakter seperti itu dan bagaimana dia membangun keluarganya, beresin masalah ortunya, bla bla bla.

Keliatan banget karakternya.

Tapi plotnya lemah.

Diceritain sampai ke keluarga padahal ceritanya benernya cuma mau bahas kehidupan percintaan dia ketika bertemu dengan cowo yang sama-sama strong-nya.

Nah, loh.

Ga bagus juga, kan?

Cerita akhirnya bertele-tele dan ga terarah.

Setiap penulis memang punya kecenderungan sendiri-sendiri. Tapi yang penting adalah bagaimana kita menyeimbangkan kedua aspek ini.

Sejauh ini, kisah-kisah epic yang kubaca biasanya mencampurkan kedua hal ini secara berimbang. Plotnya dapet, karakternya kuat.

Aku pribadi lebih condong ke chatacter driven. Aku suka membiarkan karakterku menentukan jalan ceritanya sendiri. Keputusan-keputusannya akan aku tulis. Tapi aku harus menyiapkan plot yang jelas, minimal check point atau keadaan yang membuat si karakter mengambil keputusan yang aku inginkan supaya ceritaku tidak melebar.

Dan seperti yang ditebak, tipe character driven biasanya punya char sheet lengkap. Sementara plot driven punya detail plot yang lengkap.

Benernya bagus kalau bisa melakukan kedua-duanya, tapi biasanya penulis memiliki pilihan-pilihan favoritnya untuk menentukan mana yang disukai. :D

• • • • • • • • • • • • • • • • • • •
—Sesi Tanya Jawab—

T1: Oh ya, apakah ada contoh novel character driven dengan plot yang lengkap?

J1: Kalau ini aku bisa ngomong The Heroes of Olympus. Ini termasuk plot driven, tapi karakternya kuat. Kalo character driven yang benar-benar chara driven .... Hmm, mungkin bisa The Lovely Bones.

T2: Kan kita yang menciptakan karakter beserta kepribadiannya, lalu bukankah keputusan karakter juga merupakan ciptaan kita?

J2: Kalau tipe character driven, ada saatnya karakter bertindak diluar kendali kita.

Contohnya waktu aku nulis Reminiscentiam. Itu hubungan Illa dan gurunya berkembang di luar kendaliku.
Awalnya aku set platonik ternyata si karakter (Illa) berkembangnya ke arah romantis.

Aku tinggal mengikuti aja selama tidak bertentangan dengan plotku. Good things, ketika ending malah berhasil dapet klimaksnya.

Selama ini, cerita-cerita seriusku (abaikan cerita klaborasi) lebih ke karakter driven yang aku letakkan ke dalam koridor plot yg bisa aku kendalikan.

Saat aku menulis Eleven Spade, aku nyaris tidak memiliki plot karena karakternya tidak tertebak. Aku tidak mengenali dia dan jalan pikirannya. Tapi ketika aku berhasil menamatkannya, aku baru ngeh, ternyata make sense semua cerita yang sudah aku tulis berdasarkan keputusannya dia.

Tentu saja, cerita ini masih perlu banyak editing agar seimbang. Karena itu, nulis cerita HARUS tamat dulu BARU REVISI

Itu alasannya kenapa ada quote: draft pertama adalah sampah.

Ketika kamu menciptakan karakter, kamu pasti sudah menge-set sifat-sifatnya, kesukaan dan hal yang tidak dia suka. Jadi keputusan-keputusan karakter itu sepanjang cerita harus konsisten dengan rencana awal. Pada perkembangannya, karaktermu akan memiliki keputusan-keputusannya sendiri.

Kamu bikin si A orangnya pemalu dan susah mengambil keputusan. Kan ga mungkin ketika ada pemilihan ketua OSIS dia tiba-tiba mengajukan diri menjadi kandidat. Kecuali ada alasan yang sangat kuat di belakangnya.

Contoh: beasiswanya dicabut kalau dia ga jadi ketos padahal dia dari orang tidak mampu.

T3: Kalau kita menyerahkan cerita atau keputusan pada karakter, apa kita masih bisa buat klimaks yang berkesan? Soalnya aku masih belum berani kalau menyerahkan semua keputusan dari awal sampai akhir ke karakter. Jadi kesannya seperti judi. Gak tau mau dibawa ke mana klimaksnya.

J3: Nah, itu pentingnya kita atur jalan karakter kita supaya dia mengambil keputusan yang ga enak, supaya mencapai klimaksnya. Kalau diserahin semua nanti jadinya karakter driven, dong. Ceritamu hilang fokus.

Tujuan pengarang adalah MEMBUAT TOKOH UTAMA KITA MENDERITA. Jangan biarkan dia mendapatkan keinginannya dengan mudah. Hancurkan dia.

Dan tidak ada karakter yang bersedia dihancurkan dengan sukarela. Kitalah yang 'menyiksa' mereka. Lebih tepatnya, atur plot kita supaya mau tak mau karakter terpaksa mengambil keputusan tidak enak itu.

T4: Bagaimana cara menghidupkan karakter?

J4: Intinya, tamatin. Masalah jelek atau gimana pokoknya nulis dulu. Karena begitu kita berhenti, feel-nya ilang dan susah buat di-starter lagi. :D

Aku sendiri disiplin untuk ga nulis cerita lain sebelum yang lama tamat. Buat character sheet, relate dengan pembaca, dan konsisten. Itu aja benernya heheheeh.

T5: Ada pesan nggak untuk kita-kita yang baru belajar tentang plot dan character driven ini?

J5: Aku belum nemu formula yang tepat. Intinya, jam terbang, sih. Banyakin baca, banyakin nulis.

T6: Referensi novel fantasi?

J6: Buanyak wkakakak. Aku menyarankan buk-bukunya Brandon Sanderson, Jay Kristoff, Amy Kauffman, Sarah J. Maas, Rick Riordan, J.K. Rowling, JRR Tolkien, dan CS Lewis.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro