Bagian 12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rasa penyesalan kini menghantui Safina. Penyesalan itu bukan karena menolak Ustaz Kahfi, tapi karena Hanan. Safina menyesal karena sudah membiarkan Hanan bermain air hujan cukup lama. Apa yang Wulan wanti-wantikan kini terjadi. Sudah beberapa kali Safina mengompres kening Hanan tapi suhu tubuh putranya belum menurun. Mata Safina berkaca karena merasa bersalah pada putranya. Kali pertama melihat Hanan sakit membuat hati Safina seperti teriris. Berulang kali Hanan merengek meminta pulang ke rumah Wulan, tapi Safina tak menanggapi. Safina tak mau jauh dari putranya. Jika Hanan di rumah Wulan, maka Safina akan sendirian di rumah, karena dia tak bisa tinggal di rumah Wulan. Di sana ada orang tua Rizal. Tentu Safina akan merepotkan mereka jika menitipkan Hanan dalam keadaan sakit. Belum lagi masalah antara Safina dan Wulan mengenai taaruf itu.

Mata Hanan perlahan terpejam. Air mata masih mengalir di pipi Safina. Rasanya tak tega melihat Hanan sakit dan tak berdaya. Safina berniat membawa Hanan ke dokter jika beberapa jam ke depan suhu tubuh Hanan tak turun. Dia tak panik karena sudah menangani kejadi seperti itu pada anak asuhnya saat bekerja di Turki.

Perhatian Safina teralih saat mendapati ponselnya bergetar. Dia bergegas meraih benda pipih itu yang tergeletak di atas nakas. Dahinya berkerut saat melihat nama Ustazah Sofia menghiasi layar ponselnya. Digesernya layar ponsel, lalu menempelkan pada telinga. Suara salam menyapa Safina saat panggilan telepon bersama Ustazah Sofia tersambung.

"Wa alaikumussaalam," balas Safina lirih sambil beranjak keluar dari kamar. Tak ingin obrolannya menggangu tidur Hanan.

"Ukhti Safina di mana? Sekarang saya di depan rumah ukhti. Apa ukhti sedang nggak ada di rumah?" tanya Ustazah Sofia.

"Di depan rumah saya?" tanya Safina memastikan.

"Iya, Ukhti. Saya di depan rumah ukhti sama Mas Kahfi."

Ustaz Kahfi? Dia beneran datang ke sini? tanya Safina dalam hati.

"Ukhti Safina."

"I-ya. Tunggu sebentar. Saya cari jilbab dulu." Safina kembali masuk kamar setelah mengatakan hal itu. Dia bergegas mengganti pakaian agar terlihat rapi di depan Ustazah Sofia dan Ustaz Kahfi. Tak menyangka jika mereka akan datang ke rumah Safina. Semua itu pasti karena Wulan.

Safina menatap Hanan sebelum keluar dari kamar. Putranya masih terlihat pulas tertidur. Dia beranjak keluar dari kamar setelah memastikan semuanya aman. Langkahnya terayun ragu menuju ruang tamu. Sejenak Safina menarik napas saat tiba di hadapan pintu ruang tamu. Tangannya menyentuh handel pintu, lalu membuka pintu perlahan. Senyum menghiasi wajah Safina saat mendapati dua sosok kakak beradik sedang menantinya di teras rumah.

Kalimat salam kembali terlontar dari mulut Ustazah Sofia. Safina membalas salamnya, lalu menyilakan kedua tamunya untuk masuk. Setelah tamunya duduk, Safina pamit ke dalan untuk membuatkan minum.

Apa kedatangan mereka karena penolakan taaruf itu? Apa karena permintaan Bi Wulan? Kenapa mereka harus datang sekarang? tanya Safina dalam hati.

Setelah dua cangkir teh hangat dan camilan siap di atas nampan, Safina bergegas membawanya ke ruang tamu untuk disajikan.

"Ya Allah, kami jadi ngerepotin Ukhti Safina," ucap Ustazah sofia saat Safina tiba di hadapan mereka sambil membawa nampan berisi minuman dan makanan.

Hanya senyuman yang Safina berikan sambil menyajikan apa yang dia bawa di atas nampan. Perhatian Safina teralih saat mendengar Hanan menangis. Safina kembali pamit ke dalam untuk memastikan kondisi Hanan.

"Bunda di sini, Sayang," kata Safina sambil membuka pintu kamar.

Hanan masih menangis sambil memanggil Wulan. Safina bergegas meraih tubuh Hanan lalu memeluknya erat. Diusapnya punggung Hanan agar memberi ketenangan.

"Di luar ada Ustaz Kahfi sama Ustazah Sofia. Hanan sudah lama nggak masuk ngaji dan ketemu mereka. Temui Ustaz Kahfi sama Ustazah Sofia, yuk?" ajak Safina pada putranya.

Putranya mengangguk lemah tanda setuju. Tangis Hanan pun mereda. Safina menggendong tubuh Hanan untuk dibawa menuju ruang tamu.

"Ada Hanan rupanya di sini," sapa Ustazah Sofia pada Hanan saat melihat Safina dan Hanan tiba di ruang tamu.

"Salim dulu sama Ustazah Sofia dan Ustaz Kahfi," perintah Safina pada putranya setelah duduk di sofa tunggal.

Hanan menggeleng lemah. Kepalanya masih bersandar pada dada Safina.

"Maaf ya, Ustazah. Hanan lagi kurang sehat, jadi nggak mau salim." Safina tersenyum kikuk.

"Iya, Nggak apa-apa. Syafakallah, Hanan. Pantesan nggak masuk-masuk. Ternyata Hanan lagi nggak enak badan," timpal Ustazah Sofia.

Sesaat suasana hening. Hanan kembali memejamkan mata dalan pelukan Safina. Sengaja waktu diulur agar Safina merasa rileks. Senyum menghiasi wajah Ustaz Kahfi saat melihat kedekatan Hanan dan Safina. Seperti bukan antara keponakan dan tante, tapi seperti ibu dan anak.

"Maaf kalau kedatangan kami mengganggu waktu Ukhti Safina dan keluarga. Kami datang ke sini sesuai arahan dari Teh Wulan mengenai taaruf yang saya ajukan untuk Ukhti Safina dan Mas Kahfi. Apa yang ingin ukhti jelaskan ke kami?" tanya Ustazah Sofia membuka obrolan sekaligus mengungkapkan maksud kedatangannya bersama sang kakak ke rumah Safina.

Safina menggigit bibir bawah. Bingung. Entah dari mana dia akan menjelaskan. Cukup lama Safina terdiam, membuat kedua tamunya saling pandangang.

"Saya tidak memaksa ukhti untuk menjelaskan, tapi saya hanya minta sedikit alasan kenapa menolak taaruf dari saya." Ustaz Kahfi angkat suara.

"Alasan saya menolak Ustaz karena Hanan," ucap Safina ragu.

Hanan?

"Maksud Ukhti?" tanya Ustazah Sofia memastikan.

"Hanan anak saya," ungkap Safina akhirnya.

Kedua kakak beradik itu terlihat syok saat mendengar ungkapan Safina jika Hanan putranya. Selama ini, mereka hanya tahu jika Hanan adalah putra Wulan dan Rizal. Bagaimana mungkin Safina ibu kandung Hanan sedangkan selama ini yang mengasuh Hanan adalah Wulan dan Rizal?

"Saya meninggalkan Hanan untuk bekerja di Turki setelah melahirkannya. Hanan saya titipkan pada Bi Wulan dan Om Rizal," lanjut Safina sambil menunduk. Dipeluknya erat tubuh Hanan untuk mencari kekuatan. Terasa berat mengungkapkan masa lalunya karena teramat sakit di dalam hatinya.

"Ayah kandung Hanan?" Ustazah Sofia merasa penasaran.

Ustaz Kahfi menyentuh lengan adiknya saat mendengar isakan keluar dari mulut Safina.

"Jangan dilanjutkan jika ukhti merasa berat. Saya tidak memaksa ukhti untuk menjelaskan." Ustaz Kahfi menyambar. Mengerti keadaan Safina.

Ustazah Sofia menghampiri Safina, lalu mengusap punggungnya untuk memberi kekuatan karena tangis Safina pecah. Orang mana yang sanggup menceritakan masa lalu yang ingin sekali dia lupakan. Masa lalu yang menyiksa hati dan ingatannya saat kejadian itu kembali terlintas.

Safina mengusap air matanya dan meminta maaf pada kedua tamunya karena tak bisa menceritakan masa lalunya. Mereka diberi izin untuk bertanya pada Rizal jika ingin tahu masa lalu Safina. Dan hal itu menjadi pertimbangan mereka jika untuk tetap bertaaruf dengan Safina atau membatalkannya. Keputusan kembali pada Ustaz Kahfi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro