Bulan Bercerita (Menahan Diri)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Menahan Diri
By zzztare


Rasanya, hati ini dipenuhi keinginan memaki.

Rencana kepergian sudah disusun matang-matang, destinasi wisata sudah didaftar, estimasi anggaran sudah diperkirakan. Setahun lewat sejak pertama kali pandemi melanda negeri, alias sejak terakhir aku menjejakkan kaki di luar rumah dengan bebas. Kali ini, aku benar-benar antusias. Keluargaku memutuskan pergi menyikapi hari libur yang sebenarnya tak seberapa.

"Enggak ada waktu lagi, Dek. Ayah sudah burnout. Memang harus rekreasi." Itu kata Ayah yang akhir-akhir ini WFO dengan jatah cuti yang teramat sedikit. Cuti agak panjang hanya saat lebaran ini. Itu pun dengan aneka pembatasan yang luar biasa. Kami mempersiapkan hasil tes antigen yang tentu saja negatif.

"Kalau ini cuma berlaku 24 jam, berarti harus tes berkali-kali?" Aku bergidik ngeri membayangkan nyeri di hidungku.

"Enggak papa kan, Dek? Kita harus taat peraturan dan jaga protokol kesehatan. Ini bagian dari ikhtiar."

Oke, aku menerima. Namun, bukan hal itu yang membuatku emosi.

Pelonggaran aktivitas yang terjadi tepat sebelum libur beberapa hari membuat orang-orang lupa diri. Sebuah hajatan dilakukan di RW sebelah. Tepat saat hari raya, 11 orang dinyatakan positif covid-19. Itu hari keberangkatanku.

"Kayaknya, virusnya gampang banget menular, ya?" Aku menggerutu sambil menatap jendela mobil. "Selama enggak ke kerumunan, kita aman, kan?"

Ayah berjanji akan menjauhi keramaian. Setelah memantau berita, kami terpaksa mencoret beberapa destinasi wisata yang sudah disepakati. Ramai membludak. Bayangan ngeri akan virus yang menyebar cepat membuatku merinding.

Kecewa? Tentu. Namun, kata-kata Ayah menyentilku.

"Dek, enggak cuma kita manusia di sini yang rindu jalan-jalan. Enggak cuma Ayah yang baru dapat jatah libur sekarang. Orang-orang menahan diri sejak lama dan meledak sekarang. Tapi …."

"Tapi?" Aku tak tahan mendengar penjelasannya yang menggantung.

"Tapi, itulah perbedaan kita dengan mereka. Kita masih mampu menahan diri dan mengalihkan tujuan ke destinasi lain yang lebih sepi. Itu juga bagian dari ikhtiar."

"Ikhtiar apa, Yah?" tanyaku.

"Ikhtiar mematuhi protokol kesehatan. Kita tetap rekreasi karena kebutuhan, tapi kita harus tahu diri, karena kita mengerti. Kita harus memutus mata rantai penyebaran virus, jadi kita menjauhi kerumunan. Yang penting, tujuan kita tercapai, kan?"

"Aku enggak ngerti," keluhku. "Tapi ya sudah, enggak papa. Yang penting masih jalan-jalan."

Sepanjang jalan pulang pun aku masih merutuk dalam hati. Kerumunan di mana-mana. Bukan hanya warga lokal, wisatawan dari kota-kota besar pun banyak yang memadati tujuan wisata, termasuk rumah-rumah makan. Entah yang bodoh siapa. Apakah aku—dan keluargaku—yang terlalu naif? Atau mereka yang terlalu bebal?

Aku tidak tahu pikiranku jahat atau tidak. Kami sampai di rumah setelah tes antigen yang lagi-lagi menunjukkan hasil negatif. Tak butuh waktu lama sampai berita tentang lonjakan kasus covid-19 akibat klaster liburan menaik tajam. Aku gusar, tetapi dalam hati merasa puas. Kalian, sih, enggak patuh!

"Dek, kamu paham kalau menghindari kerumunan itu sangat penting?" tanya Ayah.

Aku mengangguk. "Pengin marahin mereka yang ngumpul-ngumpul, apalagi enggak pakai masker."

Ayah tersenyum simpul. "Dengan menjauhi kerumunan, kita membantu banyak orang."

"Ya, kita enggak nambah beban para nakes, enggak berkontribusi bikin rekor lonjakan kasus, enggak merepotkan orang lain karena harus isoman," sahutku. "Tapi … kita enggak jadi ke pantai."

Ayah menepuk-nepuk kepalaku. "Suatu hari nanti kita akan ke sana. Ketika negeri tak lagi berduka."

Aku mengangguk. Aku masih ingin marah mengingat betapa aku menahan diri selama ini, sampai detik ini, tetapi orang lain yang tidak sabaran malah memperkeruh situasi. Tak hanya bagi diri sendiri, melainkan ke banyak orang. Aku paham, ajaran Ayah soal sabar itu sangat berarti. Paling tidak, ini usahaku supaya tidak menzalimi orang lain.

Usaha untuk tidak menambah beban bagi negeri.

(23/6/21)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro