Chapter 02 : Turns out he is ...

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saat aku memberitahukan orang yang ku maksud pada Harumi, tiba-tiba saja ia tertawa. Sekarang, malah aku yang dibuat heran olehnya.

"Pffft ... itu sih ...." Harumi menjeda ucapannya, membuat aku semakin penasaran dibuatnya.

Sambil mendekatkan mulutnya ke telinga kiriku, ia berbisik, "... kakakku."

Mendengar hal itu, aku hanya bisa terdiam, tak tahu harus berkata apa.

Sementara itu, Harumi berusaha menahan tawanya. "Ayok! Kita duduk di sana saja," ajaknya, sambil menyenggolku pelan menggunakan sikutnya.

Aku hanya menganggukkan kepalaku, lalu mengikutinya dari belakang, lagi.

"Haru-niisan~" sapa Harumi pada laki-laki yang disebutnya kakak itu saat kami sudah berada di depan mejanya.

"Hmm?" Sedangkan orang yang disapa itu hanya menjawabnya dengan dehaman sembari menoleh ke lawan bicaranya.

"Apa aku boleh duduk di sini bersama temanku, Nii-san?" tanya Harumi. Namun, sebelum kakaknya menjawab 'iya', dia sudah terlebih dahulu menaruh nampannya di atas meja.

Sambil tersenyum kecut, kakaknya menjawab, "Tanpa harus ku jawab 'iya', kamu pasti tetap akan duduk, 'kan?"

Harumi hanya tertawa cekikikan mendengar jawaban kakaknya. Sementara itu, aku masih berdiri di tempat. Lagi-lagi aku tak tahu harus berbuat apa.

"Kok kamu masih berdiri, Shakina-san? Ayo duduk di sini," ucap Harumi sambil menepuk-nepuk kursi kosong di sampingnya.

"H-hai'." Aku pun berjalan menghampiri kursi kosong di samping Harumi, lalu meletakkan nampan berisi menu makan siang-ku ke atas meja juga.

Aku dan Harumi pun memulai kegiatan makan siang kami. Tapi sebelum itu, kami mengucapkan 'itadakimasu¹' secara bersamaan.

Suasana begitu hening, tidak ada yang memulai pembicaraan di antara kami bertiga. Sebenarnya aku ingin sekali berkenalan dengan kakaknya Harumi yang kalau tidak salah bernama Haru itu, tapi aku terlalu canggung untuk mengatakannya.

"Oh iya ...." Tiba-tiba Harumi mengeluarkan suaranya, meskipun ia masih menggantung ucapannya.

Spontan aku dan Haru-senpai —kakaknya Harumi— menoleh ke arah Harumi.

Gadis itu pun melanjutkan ucapannya tadi. "Nii-san ... Kenalin, ini teman baruku, namanya Shakina Orisa," tukasnya. Ia menengok ke arahku sambil mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum.

Aku paham maksud dari kedipan matanya, ia ingin aku memperkenalkan diriku pada orang yang berada di kursi seberang meja kami itu.

Dengan terbata-bata, aku pun memperkenalkan diriku lagi. "K-konnichiwa, Senpai ... Watashi wa Shakina Orisa desu, Shakina to yonde kudasai. Douzo yoroshiku onegaishimasu²."

Ketika aku sedikit membungkukkan badanku, Haru-senpai terlihat menyunggingkan senyuman yang lebih lebar daripada beberapa menit yang lalu.

Entah kenapa, tiba-tiba jantungku berdebar-debar saat melihat senyumannya itu.

(U-uwaahh~ Haru-senpai, i-ikemen~)

Hanya kalimat itu yang terpikirkan olehku pertama kali. Ternyata kalau dilihat-lihat, kakaknya Harumi ini ganteng juga, ya.

"Shakina-san? Kok malah diam gitu?" celetuk Harumi. Ia memiringkan kepalanya seraya menatapku bingung.

Aku pun langsung tersadar dari lamunanku. "E-ehh ... e-enggak kok, ahahaha ...." sanggahku dengan segera. Ah, kenapa juga aku harus melamunkan hal itu, sih!

Aku kembali menatap ke orang yang berada di depanku. Kini Haru-senpai yang akan berbicara. Ia menyunggingkan senyuman di bibirnya lagi, kemudian berkata, "Namaku Haru Suzuki. Salam kenal juga, Shakina."

"H-hai'," balasku dengan terbata-bata.

Hening kembali melanda atmosfer di antara kami bertiga. Padahal suasana di sekitar kami lumayan riuh dengan aktivitas para pengunjung cafeteria yang kebanyakan adalah para mahasiswa baru maupun senior.

Rasa canggung dan gugup masih melanda diriku. Aku tak tahu harus berkata apa pada dua orang di dekatku ini. 

Kenapa aku masih saja memiliki sifat ini? Padahal aku sangat ingin berubah. Aku tak mau menjadi pendiam seperti dulu lagi, hingga aku merasa dijauhi oleh teman-temanku.

Karena itulah aku ingin berkuliah dan tinggal di luar negeri. Aku ingin bebas dari segala hal yang mengganggu dan dapat membebani pikiranku. Tetapi kenapa aku masih saja begini, malu dan merasa sulit untuk sekedar membuka suara. Padahal tadi pagi aku berani-berani saja menyapa Harumi yang waktu itu belum ku kenal. Arghhh ... Pokoknya aku harus berubah!

"Gochisousama deshita.³"

Baru saja aku ingin buka suara, tapi tiba-tiba Haru-senpai mengatakan itu dan hendak beranjak pergi sambil membawa nampan makanannya jika saja Harumi tidak bertanya padanya terlebih dahulu.

"Nii-san mau langsung pergi gitu aja? Gak mau ngobrol-ngobrol dulu gitu?" tanya Harumi.

Haru-senpai yang sudah berada di posisi berdiri dan hendak melangkah itupun seketika berhenti dan menolehkan kepalanya ke arah kami —lebih tepatnya pada adiknya, Harumi.

"Nii-san harus kembali ke kelas. Kalau kalian perlu bantuan, bilang saja." Haru-senpai kembali tersenyum lebar. Ia pun beranjak meninggalkan kami berdua.

Kami berdua masih memperhatikan Haru-senpai hingga punggungnya tak terlihat lagi.  Diam sejenak. Akhirnya Harumi menolehkan kepalanya kembali. Ia mengambil sumpit yang ada di mangkuknya, memakan karedon-nya lagi. Aku pun melakukan hal yang sama sepertinya.

"Eumm ...." Aku berdeham. Harumi pun refleks mengalihkan pandangannya kepadaku.

Setelah aku menelan makanan yang ada di mulutku, aku pun melanjutkan perkataanku lagi.  "Harumi-san ... boleh aku meminta alamat email-mu?" tanyaku.

"Tentu saja boleh!" Harumi mengatakan itu dengan sangat antusias. Aku jadi ikut senang mendengarnya.

Dengan segera, aku mengambil gawai berbentuk persegi panjang itu dalam ransel kecilku. Seraya menggulir-gulirkan layar hapeku, aku bergumam, "Chotto matte ...."

Harumi masih setia menungguku, ia sudah menyiapkan gadget-nya yang diambil dari saku kanan rok selutut yang dipakainya di samping mangkuk karedon-nya. Sesekali ia meneguk matcha drink cup yang dibelinya saat kami memesan menu makan siang.

"Nah ... ketemu," gumamku pelan.

Sedari tadi aku hanya sibuk menunggu loading saat membuka aplikasi surat elektronik itu. Ah ... betapa lemotnya jaringan hapeku ini.

"Alamat email-mu apa, Harumi-san?" Aku menanyakan hal itu tanpa menoleh —hanya sedikit melirik orang yang aku ajak berbicara.

Harumi mendekatkan badannya padaku agar bisa melihat jelas layar hapeku. "Boleh aku yang tuliskan?"

"Oh, boleh kok!"

Aku pun menyodorkan gadget-ku kepadanya. Tampak ia sedang menekan-nekan tombol keyboard-ku untuk mengetikkan alamat email-nya.

Setelah ia selesai mengetikkan alamat email-nya dan menyisipkan pesan 'hello' di dalamnya, ia pun meng-klik tombol kirim.

Sedetik kemudian, handphone Harumi berdering singkat, menandakan ada notifikasi pesan masuk di aplikasi email miliknya.

Mengembalikan handphoneku kembali, ia terlihat mengetikkan sesuatu di gawai pintarnya.

Ternyata Harumi mengirim balasan agar aku bisa tahu alamat email-nya.

Aku mengalihkan pandanganku lalu berganti menatapnya. Kami saling berpandangan, kemudian tersenyum puas.

"Ah iya! Apakah Shakina-san punya akun Instagram juga?"

Oh iya, kenapa aku tidak kepikiran untuk saling follow IG ya tadi?

Dengan antusias, aku menjawab, "Punya dong! Harumi-san juga punya, 'kan?"

"Iya! Nama akun Instagram-mu apa, Shakina-san?"

Harumi sudah bersiap untuk kembali menekan huruf demi huruf dari keyboard-nya, sebelum akhirnya aku sendiri yang menekan huruf-huruf itu di layar gadget-nya.

Aku memencet tombol-tombol huruf yang bahkan tidak bisa ku raba —tak timbul— satu persatu hingga tertera tulisan ‘shana_kiori12’ di kolom pencarian.

Segera aku meng-klik ikon yang bentuknya seperti kaca pembesar untuk mencari akunku itu.

Tanpa menunggu loading selesai, aku menyodorkan handphone itu kepada pemiliknya kembali.

Entah kenapa ekspresi Harumi mendadak berubah ketika melihat profil akunku. Ia nampak terkejut sekaligus kagum di waktu yang bersamaan.

"Shakina-san!"

Refleks aku berkata 'iya' ketika mendengar Harumi menyerukan namaku secara tiba-tiba.

"Kamu ... Youtaite ya?!" tanyanya.

Wah, aku lupa memberitahukan Harumi pasal diriku yang suka meng-cover lagu di YouTube ini.

"I-iya, benar."

Harumi tampak menggulir-gulirkan layar hapenya. "Kalau begitu ...."

Ia kembali menjeda ucapannya, membuat diriku jadi penasaran.

Dering tanda notifikasi masuk, tiba-tiba terdengar dari hapeku. Aku pun segera mengeceknya.

"Hobi kita sama!"

Aku tercengang mendengar hal itu. Bersamaan dengan itu, aku dibuat lebih terkejut lagi ketika melihat profil akun miliknya.

―――――――――――――――――――
¹ Selamat makan.
² S-selamat siang, Senpai (Kak) ... Namaku Shakina Orisa, panggil saja Shakina. Senang berkenalan denganmu
³ Terima kasih atas hidangannya.
Tunggu sebentar ....

✧✧✧✺✧✧✧







To be continued ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro