21

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Ultima.

kata itu terus berputar–putar di kepala Selena sejak ia dan Horace meninggalkan tenda milik Glaive kemarin. Ia ingin bertanya lebih lanjut, tapi tidak sopan rasanya berada di tenda seorang pendeta sihir sampai larut malam.

"Apa itu Ultima?" tanya Horace, pada pagi selanjutnya ketika mereka duduk berdua di depan tenda milik Selena untuk sarapan.

"Aku hanya mendengar sihir terkuat yang pernah diciptakan sepanjang sejarah manusia." gumam Selena sambil menelan kismis yang terasa pahit di tenggorokannya. "Sihir yang memakai energi bintang untuk menghancurkan musuh. itulah yang mengalahkan Morgrath ketika perang Khadgar."

"Kalau yang seperti itu, aku juga mendengarnya dari pelajaran pengenalan sihir," timpal Horace.

"Tapi, Ultima perlu mana yang besar dari penggunanya karena ia harus mengumpulkan energi bintang yang tersebar di langit." Sambung Glaive yang mendatangi mereka. Di kedua tangannya ia memegang nampan berisi sarapan. "Boleh aku duduk di sini?"

"Tentu." Selena menggeser duduknya, lalu melirik isi nampan yang dibawa Glaive, ternyata makan paginya tidak berbeda dengan para prajurit. Roti kasar dan buah-buahan kering. "Aku kira makanan para pendeta sihir sedikit lebih mewah daripada kami."

"Aku harap begitu," Glaive terkekeh. "Di Biara tempat kami tinggal, biasanya kami hanya makan sayur rebus dan buah – buahan segar. Daging hanya diizinkan untuk dua kali dalam sebulan."

Selena dengan sabar menunggu Glaive menghabiskan makan paginya, dan penyihir itu juga menyadari bahwa dirinya sedang ditunggu oleh orang – orang yang penuh rasa ingin tahu di sampingnya. Setelah roti yang ia habiskan dengan susah payah dan penuh keringat, ia makan sedikit demi sedikit buah keringnya

"Glaive, ceritakan padaku tentang bagaimana Morgrath dikalahkan. Menurut pendeta yang lain, kau adalah orang yang beruntung bisa melihat penyihir agung mengalahkan iblis itu." pinta Selena

"Ya, aku cukup beruntung bisa melihat pendeta agung kita mengalahkan iblis itu," kata Glaive setelah menyelesaikan minumnya. "Waktu itu aku masih seusia kalian, mendampingi yang mulia penyihir agung menyerbu ke kaki gunung Khadgar. Walaupun aku tidak melihatnya dari dekat. Tapi aku masih bisa melihat kehancuran yang ditimbulkannya."

"Setelah itu apa penyihir agung Gladius pernah memakai sihir itu lagi?"

Glaive menggeleng. "Aku sudah bilang, butuh pengorbanan energi besar untuk menggunakannya, tepat setelah tuan Gladius mengeluarkan sihir itu dan mengalahkan Morgrath, aku menemukannya dalam kondisi antara hidup dan mati." Ia melanjutkan dengan nada prihatin. "Dan akibatnya seperti yang kita lihat sekarang, penyihir agung selalu tampak sakit dan lemah."

Pertanyaan baru muncul di dalam pikiran Selena, tetapi sebelum ia sempat berbicara. Horace menyenggol lengannya, dan menunjuk ke depan, Selena mengikuti telunjuk Horace dan melihat dua orang Zealot yang ditemuinya semalam mendatangi mereka.

"Kau tidak melakukan apa – apa sampai aku datang kan?"Horace berbisik khawatir ketika mereka mendekat.

"Aku bahkan belum menyentuh mereka seujung rambutpun," balas Selena. "Tapi biasanya orang – orang seperti mereka suka melebih-lebihkan cerita. Mereka pasti mengadu kepada penyihir agung semalam."

"Kau perempuan yang kemarin malam?"kata salah seorang Zealot itu. "Pendeta agung ingin bertemu denganmu." Selena bangun dari duduknya, juga Horace dan Glaive.Tapi ia memperingatkan. "Hanya perempuan ini saja, anda berdua bisa melanjutkan kegiatan anda."

Horace nampak ingin menentang mereka, tapi Selena memberi tatapan yang meyakinkan bahwa ia akan baik – baik saja. "Tunjukkan jalannya," kata Selena kepada dua Zealot itu.

Selena dibawa ke tenda utama, dan Gladius sudah menunggu di dalam. Jendral Aiber duduk dengan wajah yang terlihat semakin tua dibandingkan terakhir kali Selena melihatnya, rambut dan janggut kelabunya nampak berantakan.

"Putri tersayangku," kata Aiber bangun dari duduknya,ia menghampiri Selena lalu memegang bahunya. Suara pria itu gemetar dan serak."Kiranya berkat Kalios selalu menaungimu. Kau tampak sehat." Ia memandang dengan penuh harap. "Bagaimana dengan Alan?"

Selena memandang pria di depannya dengan sedih, mata Jendral Aiber yang dulu selalu berwibawa kini nampak bengkak, berkantung, dan lelah. Ia pasti menangisi putra satu-satunya itu setiap malam.

Selena menggeleng,"Alan sudah tiada, dia gugur sebagai pahlawan."

"Semoga Kalios berbelas kasih dan menyediakan tempt di Valadrin untuknya." Jendral Aiber meratap, segaris airmata meleleh dari matanya. "Ternyata tidak ada lagi berkat Kalios untuk pria tua yang malang ini."

"Sang penjaga kita selalu punya rencana yang baik," kata Gladius dengan nada bersimpati. "Putri kita ini telah kembali dengan selamat, dan itu adalah keajaiban dari Kalios sendiri, tuan. Aku yakin dia pasti mengetahui satu atau dua hal penting. Bukan begitu nona?"

"Selena dari keluarga Redhearn," tukas Selena mencoba memperkenalkan diri dengan sesopan mingkin, kemudian ia membungkuk untuk memberi hormat. "Satu kehormatan untuk saya bisa berbicara langsung dengan yang mulia."

Selena menatap Gladius, ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan pria tua ini. Pikirannya bekerja keras untuk menentukan apa yang sebaiknya ia katakana kepada dua orang di hadapannya.

"Tentu aku akan menceritakannya," kata Selena. "Tapi aku tidak yakln apakah cerita ini akan membantu anda."

Setelah mereka duduk, Selena mulai menceritakan kisahnya lagi dari awal, tetapi kali ini ia memilih – milih bagian yang diceritakannya. Ia tidak memberitahukan tubuh Alan yang nyaris dijadikan kurban oleh para Omniwolf, juga kepingan jiwa Morgrath yang dilihatnya. Ia hanya menceritakan segala kebaikan yang ia terima dari para orc.

"Para orc tidak ada bedanya dengan manusia," Selena menutup ceritanya. "Mereka tidak sebodoh dan semenakutkan yang kita kira."

"Jadi, apa yang kau harapkan dari kami setelah mendengar ceritamu, nona Selena?" Glaive mengangkat alisnya yang tipis.

"Aku-." Selena terdiam untuk memilah kata-kata yang tepat, karena ia tahu hal ini akan sulit diterima oleh kedua orang yang mendengarnya. "Aku ingin Jendral Aiber dan yang mulia penyihir agung menarik mundur pasukan dan menghentikan perintah untuk memerangi para orc, kita ... kita bisa berunding dengan mereka."

Hening langsung menggantung di seisi tenda ketika Selena menyelesaikan kalimatnya. Ia menggigit bibir bagian bawahnya, menunggu reaksi dari kedua orang yang ada di depannya.

Aiber menarik napas dalam – dalam. "Selena," katanya. "Apa yang terjadi padamu? Apa sihir para shaman telah mengendalikanmu? Mereka yang membunuh Alan, dan merebut kebahagiaanmu, dan kau sekarang malah membela mereka!"

Selena terlonjak mendengarnya, muka Jendral Aiber merah padam dengan kedua tangannya terkepal. Ia menatap Selena dengan pandangan sedih, kecewa, dan marah.

"Kita yang memulai perang ini lebih dulu." Selena memberi penjelasan. "Kita ... melakukan hal yang sama kepada, membunuh anak – anak dan orang tua mereka,dan-"

"Dan mereka adalah iblis ciptaan Morgrath yang harus kita musnahkan! Tidak ada perundingan untuk monster yang telah membunuh putraku satu – satunya!" Suara Aiber menggelegar, membuat nyali Selena menciut. Mata pria tua itu berkaca-kaca dan napasnya terengah-engah. "Aku tidak ingin memperpanjang ini lagi, aku kecewa padamu."

"Tapi-"

"Pergilah sekarang," Aiber memberi perintah. "Sebelum aku berubah pikiran untuk memenjarakanmu karena tuduhan pembangkangan."


=========
Bab 21

Apa kabar semuanya? Ternyata perkiraan saya sedikit meleset, saya sebenarnya menargetkan 2k reader pada saat mencapai bab 20 ini tapi jumlahnya hanya sekitar 1,993 hahaha benar-benar tanggung ya?  Tapi sekali lagi terima kasih semuanya yang sudah mendukung cerita ini :) 

Saya akan terus mohon dukungan kalian semua berupa komentar, saran dan vote. 
m(_ _)m 
=========

Bab selanjutnya

."Tapi, apa kau berpikir akan lebih baik aku masuk ke Valadrin tapi masih menyesali hal yang seharusnya bisa aku lakukan? Katakan padaku Glaive, apa Kalios sekejam itu sampai kita harus menghancurkan kaum yang berbeda dengan kita hanya untuk masuk surga milik-Nya?" 

=========

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro