Dia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Written by MeguMegumi16

Hari pertama tarawih untukku setelah hampir satu minggu tak ikut tarawih karena datangnya tamu spesial setiap bulannya. Sebenarnya sangat tidak menyenangkan, namun inilah istimewanya menjadi seorang wanita. Ya, harus kunikmati. Aku sudah duduk manis mengisi shaf shalat.

Sampai akhirnya iqomah mulai berkumandang, tanda bahwa shalat Isya akan segera dimulai. Setelahnya ada kultum dari pak Ustadz, intinya tentang bahwa berharap pada manusia hanya akan menyakiti hati dan bersifat fana, sedangkan berharap pada Allah swt akan membuat hati menjadi lebih ikhlas dan siap dengan segala cobaan. Lalu dimulailah shalat tarawih yang berjalan dengan khidmad dan khusyu.

Membaca doa niat puasa menjadi akhir dari shalat tarawih malam ini. Saat akan mengambil sendal di tempat penyimpanan depan teras masjid, tak sengaja aku melihat bang Okta yang sedang bersalaman dengan bapak-bapak di dalam sana. Tetangga sekaligus cinta (monyet) pertamaku. Tak lama ia keluar dan aku sengaja menunggu di depan Masjid untuk menyapanya.

"Bang Okta," kupanggil dengan sedikit berteriak. Karena ia masih sibuk mengobrol dengan segerombolan bapak-bapak. Ia menengok ke arahku dan memberikan senyuman. Aku segera menghampirinya. Bang Okta pun mengakhiri obrolan dengan bapak-bapak itu.

"Hey, Dhira. Apa kabar?" tanyanya. "Ahamdulillah baik. Bang Okta apa kabar? Kok aku baru tahu bang Okta pulang?" tanyaku. "Sambil jalan pulang yuk?" ajak bang Okta dan menjawab pertanyaanku, "Abang baru pulang tadi pagi, karena memang baru kemarin selesai tugasnya. Tadi sempat kerumahmu kok, tapi katanya belum pulang ngajar." Aku menjawab dengan anggukan.

"Keren, tahu-tahu udah gede aja kamu tuh, sekarang ngajar dimana?" Aku cukup tersipu dengan ucapan bang Okta. "Ngajar bimbel aja sih, belum ada keinginan ngajar di sekolah. Doain aja ya bang, semoga lancar." Bang Okta mengangguk mendengar ucapanku, "Aamiin.. doain abang juga ya, semoga selalu diberi kesehatan dan semoga kerjaan abang selalu lancar." Aku menjawab dengan anggukan, "Aamiin.. kita saling mendoakan ya bang."

Sudah lama sekali rasanya tidak berbincang santai dengan bang Okta, karena pekerjaannya yang selalu di luar kota sedangkan aku sibuk menjadi pengajar. Karena sebab itu pula, perasaanku padanya hilang begitu saja. Bukan hilang, hanya mengirimkan proposal doa di sepertiga malam. Jika dia memang jodoh terbaikku, Allah akan memberikan jalan yang tidak akan terduga untuk kami, namun jika sebaliknya Allah akan menjauhkan kami dengan cara yang tak terduga pula. Bang Okta, cinta pertamaku.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro