(Mst) Mati Lampu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Riddle klasik yang aku bawakan dalam bentuk cerita pendek.

Saran baca : Ubah latar belakang menjadi hitam. Klik icon Aa pada pojok kanan atas, pilih hitam. Dan juga redupkan layar ponsel.

Cerita oleh : Tafansa

Hari yang melelahkan untuk seorang gadis bernama Pelita. Bagaimana tidak? Acara pentas seni di kampus membuat dirinya harus bekerja ekstra hingga larut malam seperti ini. Ya, apa daya? Sebagai panitia tanggung jawab tetaplah tanggung jawab, terlebih lagi Pelita adalah ketua panitia.

Jalan gelap dengan penerangan minim membuat langkah kaki Pelita bergerak cepat, nyanyian jangkrik terdengar membuktikan betapa sepi jalan yang dia lalui, hal yang membuat dia merinding jika mengingat sekarang sudah masuk pukul sebelas malam.

Bukan hanya itu, tanpa diketahui arah datangnya, seorang laki-laki berperawakan besar menabrak tubuh Pelita. Karena sama cepat laju pria tersebut membuat tubuh Pelita terhempas jatuh, tangan menopang tubuh yang kini terduduk. Sontak hal itu membuat Pelita terkejut dan kesal.

"Kalau jalan yang benar! Anda tunanetra? Punya mata? Pakai!" umpat Pelita, dirinya bergegas bangun seraya menyapu keras kotoran di pakaian yang Pelita kenakan. Mata menatap tajam penuh amarah pada pria yang menabraknya.

Setelah itu Pelita bergegas meninggalkan pria tersebut dengan rasa amarah masih tersisa sepanjang jalan, sesekali Pelita bergumam mengeluarkan kata kasar dari lisan.

Sesampai Pelita di rumah, dia membuka pintu dan langsung masuk menuju kamar mandi untuk menghilangkan rasa penat yang menempel di tubuh bersama keringat. Satu per satu lampu masing-masing ruangan dia aktifkan. Orang tua pelita sedang pergi keluar kota, itu sebab tidak ada satu pun orang ketika Pelita sampai di rumah.

Lampu kamar mandi diaktifkan, cahaya menerangi seisi ruangan. Terlihat jelas wadah bulat dengan air yang siap menyejukkan diri, lengkap dengan peralatan mandi. Sebelum kaki kiri Pelita berpijak sempurna di lantai kamar mandi ....

Suara pintu diketuk keras terdengar dari arah luar rumah. Dahi Pelita mengernyit, bola mata berputar malas dari atas ke bawah.

"Pasti orang iseng! Bedebah!"

Lagi-lagi jiwa Pelita terbungkus amarah, kaki berjalan cepat menuju ruangan terdepan dari rumah. Diintip melalui jendela, sudut pandang terbatas membuat Pelita kesulitan memantau luar rumah. Hanya sebagian teras yang dapat terlihat.

Pelita menghampiri pintu lalu membukanya, mata seraya melihat sekeliling. "Tidak ada siapa pun."

Masih dengan rasa kesal Pelita kembali menuju kamar mandi, diaktifkan lampu kamar mandi. Helai per helai pakaian dia tanggalkan, seketika dingin menusuk kulit. Tangan kanan meraih keran, belum sempat membuka keran ....

Lagi-lagi terdengar suara ketukan pintu.

Kali ini dengan sigap Pelita berlari, dari gantungan dia mengambil handuk untuk membungkus diri. Hanya menggunakan handuk dia berusaha menangkap basah pelaku pengetuk pintu. "Tidak akan aku biarkan lolos!"

Dibuka pintu, bentuk mata sinis dengan pandangan tajam bak elang memeriksa seluruh sudut teras rumah yang dapat terlihat. "Tidak ada siapa pun."

Hanya kursi, meja, dan beberapa tanaman hias. Penasaran, Pelita memeriksa lebih detail, hanya gelap malam yang dapat terjangkau oleh mata.

Menghela napas panjang, percuma saja marah pada orang iseng yang tidak diketahui identitasnya, pikir Pelita seperti itu. Dirinya kembali ke kamar mandi untuk melanjutkan ritual penyejukkan diri. Tombol lampu ditekan, kamar mandi terlihat terang.

"Eh?" gumam Pelita kebingungan, dahi mengernyit.

Jleb.

Keesokan hari, Pelita sudah tidak dapat melihat dunia. Bukan meninggalkan dunia, hanya tidak dapat melihat dunia.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro