(SF) Diary Depresiku

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Songfict, dari lagu Diary Depresiku yang dipopulerkan oleh Last Child.

Ditulis oleh : Tafansa

Rintik hujan turun, mengalir bersama air mata, datang bersama luka. Tangisku lirih di tengah derasnya, hatiku masih hancur di dalam derita.

Kembali teringat kenangan yang pernah ukir luka di hati, kisah pedih yang kuharap tidak pernah terjadi. Satu per satu menyatu, membentuk kilas balik berupa peristiwa ....

Di saat aku lupa akan bahagia.

Aku tidaklah buta! Dengan jelas piring itu jatuh hancur di depanku! Begitu juga dengan hati kecil ini!

Jadi suami yang benar!

Mereka saling mencaci! Dengan jelas melalui gendang telinga, aku tidaklah tuli!

Di depanku mereka saling menghina! Aku mendengarnya!

Istri durhaka!

Namun tidakkah kalian mendengarku? Aku mohon, dengarkan aku! Tidak cukup jelaskah tangisku?

Aku menghela napas panjang. Tidak apa ... aku baik-baik saja. Sungguh, lanjutkan saja. Jika memang pertengkaran baik menurut kalian untuk meluapkan ketidaknyamanan.

Aku talak kamu!

Tidak! Bukan itu maksudku! Tarik perkataanmu Ayah! Aku mohon!

Ayah, dengarkan aku! Katakan kamu sedang bercanda! Hentikan langkah kakimu! Ayah ....

Aku mohon jangan pergi.

Kumulai mengerti arti sebuah perceraian, telah kutelaah makna perpisahan. Wajar bila aku iri pada temanku! Hidup mereka bahagia berkat suasana dalam rumah. Sedangkan aku? Tidak ada harga diri bagiku untuk tetap bertahan!

Rumah ini berbeda tanpamu Ayah, tidak bisakah kamu kembali? Aku akan selalu menunggumu ....

Tidakkah kamu melihat anakmu? Tangis anakmu setia menemani hingga tengah malam. Di balik daun pintu, di kala kelam. Lamunanku membawa imajinasi bersamamu. Aku masih menunggumu, Ayah.

Jam terus berdetak, suaranya bak menghina. Tertawalah! Hingga kamu puas melihat sakitku! Aku tidak akan menyerah, katakan itu pada sang waktu!

Aku akan tetap menunggunya di sini, di atas lantai keramik yang dingin. Biarkan aku duduk bersandar, bersiap untuk menyambut kedatangannya.

Selamat datang, Ayah! Aku sudah menunggumu bertahun-tahun lamanya.

Khayalku terus meninggi, tekanan ini semakin menjadi. Sampai kapan kamu akan terus tertawa? Waktu! Bawalah ayah kembali!

Setiap malam, di posisi yang sama. Aku terduduk dengan kaki bersimpul, hingga bekas pada lantai tidak terelakkan. Baiklah waktu, kamu menang ....

Aku menyerah.

Terlintas dalam benak, cara mengakhiri hidup. Terbayang pecahan kaca berjalan lembut memutari pergelangan tangan. Apa pun akan kulakukan! Aku ingin lupakan!

Jangan! Apa yang aku pikirkan? Bukankah aku sudah menyiapkan kata sambutan selamat datang untuk Ayah?

Suara pintu terketuk, seseorang memanggil namaku. Ayah? Itu pasti Ayah! Diri ini beranjak bangun, kubuka pintu dengan bahagia tidak terkira.

Ayah selamat datang!

Dengarkan aku, Ayah!

Selamat datang!

Kupeluk tubuhnya, menangis dalam dekap hangat nan kurindukan. Dia yang kuinginkan kembali dalam jangkauan!

Iya, aku mengetahuinya. Perih luka ini semakin dalam kurasa, kumengerti betapa indah dicintai yang telah lama tidak kurasa. Hingga imajinasi memenangkan raga.

Cahayanya memudar, sungguh tadi yang aku peluk itu ayahku! Tetapi sekarang ....

Ayah, kamu kemana?

Apa kamu masih belum mendengarku?

Jangan tinggalkan aku lagi!

Kali ini saja! Dengarkan aku!

Jangan pergi lagi, Ayah! Aku mohon ....

Aku tidak berbohong! Tadi telah kudekap, salahku karena tidak erat. Tangis kembali terjadi, tanpa sadar air mata kembali mengalir. Berjalan pelan membentuk sungai di wajah, jatuh menetes dan terpecah. Bak harapku yang tidak lagi tersisa.

Tersadar hanya akan menjadi mimpi, Ayahku tidak akan kembali. Tetapi, Ayah ... percayalah aku akan tetap menunggu di balik daun pintu.

Ayah segeralah pulang ....

Sebelum rindu ini menjadi benci.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro