BAB 10: Hampir Saja Menyerah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Air mata sduah tidak bisa keluar, setelah banyak tangisan hingga membengkakkan bawah mata. Pipi kanan merah, bekas tamparan itu tak mudah saja hilang. Hanya orang gila yang keluar dini hari ini dengan telanjang kaki, tak peduli dingin menginjak aspal atau sakit terinjak batu, bahkan tak takut karena gelap dan sepi, memakai kaos dan celana pendek tipis. Air matanya kembali berlinang ketika dia sampai di sebuah jembatan. Menangis terisak sendirian di sana,  perasaan ragu namun sudah tidak kuat menahan semuanya, berusaha yakin bahwa ini pilihan terbaik. Lagi pula dia masih tidak mengerti alasannya hidup. Apa yang salah padanya, hingga dia menjadi seperti sekarang. Dia sudah berusaha sebaik mungkin untuk bertahan, namun semuanya sia-sia. Dirinya malah semakin trpojok dan terpojok. Hingga dia benar-benar tidak punya keinginan lagi untuk hidup.

Amara menenagkan diri, dia mengusap air matanya. Dirinya menatap sungai gelap dan besar di bawah jembatan ini. Arus sangat deras karena curah hujan minggu ini. Apapun yang jatuh ke sana akan terhanyut jauh dari sini. Bisa saja ditemukan, dan bisa saja hilang selamannya.

"Jika aku terjatuh ke sana, maka memang takdirku mati malam ini. Namun jika seseorang menarik tanganku, berarti aku masih harus hidup." Taruhan kali ini menentukan apakah Amara akan hidup atau mati sekarang.

Rash di sampingnya. Seperti biasa dia tersenyum. Berbeda dengan Amara yang menatap kosong lurus ke depan. Secara bersamaan Rash dan Amara naik ke pinggiran jembatan. Pertama kedua tangan, lalu satu kaki naik ke atas, di susul kaki lain. Hingga mereka berdua berdiri di pinggiran jembatan, hanya perlu sedikit gerakan untuk bisa jatuh ke depan. Amara menatap langit yang banyak bintang. Sangat indah. Sudah lama dia tidak melihat bintang seindah itu. 

"Malam sempurna untuk ke Yuemeda," ujar Rash.

Amara mendorong tubuuhnya ke depan. Namun bukannya jatuh ke sungai yang gelap itu, dia malah tertarik ke belakang. Sebuah tangan mencekram lengannya. Menatiknya jatuh ke belakang, dan terjatuh ke tubuh seseorang yang menyelamatkannya.

"Apa kamu gila!" bentak orang itu. Suaranya tak asing. Amara bertatapan dengan orang yang menariknya. Orang itu diam sejenak, dengan ekspresi tak menyangka setelah mengenali siapa yang baru saja dia selamatkan. "Amara?" orang yang menariknya adalah Yaksa.

Amara diam membatu beberapa saat. Sebelum dia menangis kencang untuk sekali lagi. Kali ini tangisannya terasa beda. Ada perasaan sedikit lega namun masih takut. Yaksa memeluk tubuh Amara dengan erat. Amara bisa mencium bau minuman keras, dia sering menciumnya di tubuh ayahnya, selain itu dia merasa hangat, membuat Amara merasa tenang dan aman setelah semua yang baru saja terjadi. Amara sekali lagi hampir saja menyerah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro