BAB 9: Kebahagian Berakhir

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Amara pulang amat larut, lupa waktu karena begitu menikmati acara tadi. Gita dengan baik hati menawarkan untuk mengantarnya pulang. Setelah berpamitan dengan Gita di depan rumah, Amara berjalan pelan-pelan menuju pintu depan, merasakan dinginnya malam yang menusuk kulit.

Begitu membuka pintu, Amara langsung merasa ada yang tidak beres. Ayahnya duduk di sofa ruang tamu dengan ekspresi marah, mata tajam mengawasi setiap gerakannya. Asap rokok mengepul tebal dari ujung jarinya yang gemetar menahan marah.

"Amara! Dari mana saja kamu? Kok pulang malam?" Ayahnya membentak dengan suara keras, membuat jantung Amara berdegup kencang. Seluruh tubuhnya terasa kaku, seperti beku oleh ketakutan.

"Aku... aku main sama Gita, Yah," jawab Amara dengan suara gemetar, hampir tidak terdengar. Dia berharap jawabannya bisa meredakan kemarahan ayahnya, tapi sia-sia.

"Kok gak izin?" Suara ayahnya makin meninggi, seperti badai yang siap menghancurkan segala di depannya. Amara bisa merasakan amarah yang membara dari setiap kata yang keluar dari mulut ayahnya.

"Aku... aku lupa, Yah. Tapi udah izin ibu." Padahal sebenarnya Amara sengaja nggak bilang ke ayanya, karena tahu pasti akan dilarang pergi. Padahal ibunya udah memperingatinya. Amara mencekram telapak tangannya hingga merah, kukunya hampir menembus kulit. Kepalanya tertunduk, takut menatap ayahnya di depan.

"Dasar anak gak bener!" Tamparan keras melayang ke pipi Amara, membuatnya terhuyung ke belakang. Rasa sakit menyebar cepat dari pipinya, air mata mulai menggenang di sudut matanya.

Amara berdiri terpaku, menahan isak tangis yang ingin meledak. Ayahnya masih memandangnya dengan tatapan penuh amarah, sementara dia merasa semakin kecil dan tidak berdaya. Semua kebahagiaan tadi, seketika lenyap, digantikan dengan rasa takut dan kesedihan. Amara berbalik dan berjalan menuju kamarnya dengan langkah gontai, menutup pintu dengan perlahan. Begitu pintu tertutup, Amara terduduk di baliknya, menahan air mata yang mulai mengalir deras. Dengan punggung bersandar pada pintu, ia mencoba menguatkan dirinya.

Kepalanya terangkat, dia meliat Rash berdiri di depannya. Dia kembali tersenyum seperti biasa padanya. Rash dalam posisi jongkok, kedua tangan terlipat di atas lutut kaki. Nampaknya dia menikmati kesedihan Amara saat ini. Tangan Rash terulur, dia memeluk Amara. Menepuk-nepuk lembut belakang kepala Amara.

-0-

MAKSUD DUNIA

Ini aku, sang pengembara yang masih tak mengerti maksud dunia membiarkan orang jatuh cinta

Lucunya dunia membuat seseorang, khususnya aku, merasakan kebimbangan saat belajar bagaimana menghargai cinta

Karena cinta yang kutahu selalu datang dan pergi, datang pergi, datang lalu pergi, berulang kali, hanya terpendam, hingga bernanah, dan sembuh dengan meninggalkan bekas luka 

Lalu sekarang sedang berusaha mencari indah dari perasaan yang sebenarnya ingin kutangisi, namun bodoh jika dibahas dengan orang lain

Aku mengerti jika dunia membiarkan orang jatuh cinta, agar bisa mengerti bagaimana indahnya cinta, dan sakitnya jatuh 

Namun aku masih tak mengerti kenapa jatuh lebih sering terasa, dibandingkan dengan cinta itu sendiri

"Apa itu lirik lagu?" tanya Rash setelah melihat apa yang beru Amara tulis.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro