BAB 17: Ghost (Tamat)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari setelah UN. Semua anak kelas 12 dikumpulkan di lapangan. Panggung kecil dari meja yang disusun dan pengeras suara beserta mikrofon sudah disiapkan. Salah seorang siswa naik ke atas panggung itu. Bukan orang asing bagi Amara, dia kenal siswa itu, teman sekelasnya yang juga mantan anggota OSIS.

"UN sudah selesai, mari kita rayakan," teriaknya penuh semangat.

Semua anak bersorak-sorai, mereka senang. Yang lain memutar lagu. Lagu yang sedang trend tahun itu, tahun 2019. Mereka menggoyang badan, mengangkat tangan keatas, dan berteriak-teriak menyanyikan lagu yang diputar.

Langit biru kini ditutupi asap warna hijau, biru, dan merah dari flare asap. Beberapa siswa-siswi membawanya, dan membawanya berputar-putar di sekeliling anak-anak lain. Hingga  asapnya menutupi hampir semua lapangan.

Senyum lebar menghiasi setiap wajah orang di sana. Semua, kecuali Amara yang rasanya hampa. Ditengah keramaian ini dia merasa sepi. Dia merasa bukan bagian dari semua ini. Amara memaksakan senyumnya di depan Gita yang bahkan melompat-lompat kegirangan. Namun senyum terpaksa ini sangat cepat memudar. Amara bejalan ke belakang, meninggalkan Gita yang berada di tengah-tengah kebahagiaan.

Amara menghadap ke belakang, ke sisi lapangan yang sepi. Di ujung lapangan dia melihat Yaksa berdiri di sana. Sulit melihat Yaksa dengan jelas karena tertutup asap warna-warni ini. Tapi Amara tau, dia Yaksa. Rambut kriting itu, dan senyumnya yang khas. Yaksa bersandar pada tiang ring basket di pinggir lapangan. Begitu sadar Amara melihatnya, dia mengangkat satu tangannya, masih tetap tersenyum. Setelahnya, wajah datar dan hampa Amara berubah menjadi senyuman. Amara membalas Yaksa dengan lambaian tangan hanya sebatas depan dada.

Seseorang menepuk pundak Amara. "Ayo Ra, kita foto bareng," ajak Gita yang menunjuk anak-anak kelas lain yang sudah mengambil posisi.

Amara mengangguk, dia menoleh ke arah itu lagi. Namun sudah kosong. Tidak ada siapa-siapa di sana. Amara menghela nafas, dan mengejar Gita.

-0-

Bertahun berlalu, waktu sangat cepat berjalan. Dalam singkatnya waktu, ada beberapa hal yang tetap sama, dan ada yang sudah sangat berbeda.

"Kita saksikan penampilan band Dragon Butterfly!" Ujar MC acara.

Banyak tepukan tangan terdengar. Lebih dari 200 orang, dan ada yang sengaja datang dari luar kota untuk menyaksikan band itu. Vokalisnya masuk ke atas panggung. Seorang cewek yang sangat carming, memakai dress lapis tile berwarna pink tanpa lengan, dan rambut di kepang satu. Sebelum memegang mikrofon dia berputar-putar membuat roknya nampak seperti bunga di aras panggung. Semua yang melihatnya terpukau.

"Halo semuanya, yang belum kenal, kenalin aku Grace. Vocalis Dragon Butterfly, DB. Terimakasih sudah datang!" Teriaknya menyambut penonton. Semua menjawab dengan sorakan. "Sebelum aku nyanyi, ada pesan sedikit yang akan disampaikan oleh gitaris DB, Aiden. Silahkan Aiden," ujar Grace dan melirik ke Aiden.

"Terimakasih Grace." Aiden diam sebentar, dia mengisyaratkan dengan tangan, meminta semua orang untuk tenang. Dia menghela nafas panjang, dan memaksakan sebuah senyum. "Kebetulan hari ini adalah hari dimana DB khususnya, kehilangan sosok penting. Orang yang telah mendirikan DB. Beliau memang sudah tidak ada, tapi jiwanya tetap hidup bersama DB. Ini tahun ke-5," sekali lagi Aiden menghembuskan nafas berat. Matanya sedikit berkaca-kaca. Hanya saat momen ini mereka bisa melihat Aiden menahan air matanya. "Untuk sahabat kita semua, saudara, dan orang terpenting di DB. Mohon doanya untuk Yaksa, semoga dia damai di alam sana. Amin."

Suasana sempat hening beberapa saat. Tapi kembali meriah saat Grace sang vocalis mulai memainkan lagu pertama. Semua orang melupakan suasana hening dan sedih beberapa saat lalu. Dan larut pada lagu yang dibawakannya DB. Amara menjadi salah satu penonton di sana. Dia tersenyum kecil.

Empat tahun yang lalu, bagaimana Amara bisa lupa. Setelah dari pantai, mereka masih saling menghubungi lewat WA. Lalu suatu hari, Yaksa tidak lagi membalas Chatnya. Perasaan Amara saat itu campur aduk, dia berfikir mungkin Yaksa sudah bosan dengannya, tidak suka padanya, atau Amara telah melakukan hal yang tidak disuka Yaksa.

Setiap keluar dari gerbang sekolah, Amara selalu berharap Yaksa ada di sana. Berharap Yaksa akan tersenyum dan mengatakan dia sengaja tidak membalas chat dari Amara, dan berencana memberikan Amara kejutan. Kejutan itu benar-benar datang. Tapi bukan dari Yaksa. Melainkan Aiden yang menunggu Amara di gerbang sekolah. Dengan wajah lesu, mata sembab, rambut yang berantakan.

Semua terasa berhenti bagi Amara. Dia ingin mengatakan bahwa ini tidak benar. Tapi setelah mengatakan itu Aiden menangis, sedangkan Amara diam membantu melihat Aiden menangis. Aiden mengajak Amara ke makam Yaksa.

Kaki Amara lemas, dia jatuh terduduk. Aiden memegang tubuh Amara dan sekali lagi menangis. Bagaimana dia tidak sedih, dia ada di sana saat dan melihat Yaksa jatuh hingga ditemukan. Air mata Amara turun, pelan-pelan hingga menjadi lebih deras. Dia berteriak, dengan kedua tangan meremas-remas tanah dekat makam itu. Suaranya kencang, hingga hampir menggema area itu.

Hingga ia sampai di rumah, tubuhnya sudah lemas. Dia hanya bisa berbaring di tempat tidur. Tangisannya sudah kering, namun sedihnya tidak akan bisa hilang dalam waktu singkat. Pikirannya kacau, sangat kacau, berputar-putar, ditambah perasaannya yang campur aduk. Hingga saat ini dia tidak bisa mempercayai semuanya.

"Harusnya aku yang mati," gumamnya sebelum kembali menangis.

Tangisannya terhenti lagi ketikan dia mendengar suara gitar. Dia bangun, dan melihat ke arah meja belajarnya. Seseorang duduk di sana, dia pikir itu Rash yang kembali muncul dan bermain gitar. Namun itu Yaksa yang bermain gitar, gitar yang waktu itu diberikan oleh Yaksa. Yaksa menyanyikan lagu yang sering dia nyanyikan.

So don't let me fall asleep
I don't wanna meet you there in my dreams
I know that we'll never build a time machine
It's time for me to try and wake up again
I fall asleep
But honestly
I wanna see you in my dreams
I'm trying to wake up again

Yaksa mengakhiri lagunya dengan sebuah senyum, dan melihat ke arah Amara dengan lembut. "Maaf aku pergi duluan. Biarkan aku yang mati menggantikanmu. Jadi gantikan aku untuk hidup," ujarnya. Amara hanya bisa diam membisu melihat sosok Yaksa di depannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro