Backstreet

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

L'AMOUR
A Fanfiction

'
Nama, tokoh, karakter dan cerita hanya fiktif,
hasil imajinasi penulis.

💚

Sabtu pagi tampak begitu cerah. Mentari bersinar hangat membuat udara dingin mengalah dan pergi. Cericip burung bersahutan, menari di langit tinggi.

Di sebuah apartemen mewah , di lantai nomor 12 kamar bernomor 23, seorang wanita tampak sibuk dengan penggorengan dan kompor. Tangannya dengan cekatan mengolah sebuah menu. Aroma harum masakan yang membangkitkan selera membuat seorang pria yang sudah terjaga beranjak turun dari ranjang. Langkah kakinya menuntun pria itu mencari asal aroma yang sampai di indera penciumannya. Dan dia tersenyum mendapati sang kekasih tengah menyiapkan sarapan di dapur.

"Kau sudah bangun?"

Belum sempat menyapa, Se Riz sudah lebih dulu menoleh dan bertanya pada DK.

"Bagaimana tidurmu? Nyenyak?"

Pertanyaan kedua oleh Se Riz. Wanita itu menata dua piring dan dua gelas di meja kemudian meletakkan mangkuk sayur dan lauk di sana.

"Ayo sarapan," ajak Se Riz lalu melepas apron yang dia pakai.

DK memandang Se Riz lalu berkata, "Aku mandi dulu."

Se Riz mengangguk. "Aku akan menunggumu."

Duapuluh menit kemudian DK kembali setelah mandi. Se Riz sedang melakukan panggilan video dengan seseorang.

"Siapa?" tanya DK mengambil tempat di sebelah Se Riz.

"Natha," jawab Se Riz lalu menggeser ponselnya hingga wajah DK masuk ke layar.

"Waw, ada Kim Sajang-nim di sana rupanya," ucap Natha. "Annyeong, DK."

DK tersenyum. "Halo, Natha-ssi," balasnya.

"Kau sudah kembali dari Jepang rupanya," kata Natha.

DK mengangguk. "Aku sampai kemarin sore dan bermalam di apartemen Se Riz."

Natha tersenyum ke arah Se Riz. "Pantas saja Se Riz terlihat bahagia pagi ini. Karena kau rupanya."

DK memandang Se Riz yang sedang menuangkan nasi ke piring miliknya. Wajah sang kekasih memang tampak ceria dan seperti kata Natha, karena dirinya. DK tersenyum.

"Kalian sedang sarapan?"  tanya Natha.

"Se Riz sepertinya bangun pagi dan memasak untukku," jawab DK.

"Calon istri yang baik," kata Natha.

DK mengangguk lalu memandang Se Riz. "Sangat baik."

Se Riz yang mendengar hal itu hanya tersenyum. "Jangan lupakan sarapanmu sendiri, Natha," Se Riz mengingatkan.

"Aku sarapan di kantor saja. Aku sudah terlambat," kata Natha.

"Jam berapa sekarang?" tanya Se Riz lalu mengangsurkan piring milik DK.

"Gomawo," ucap DK menerima piring dari tangan sang kekasih.

"Aku akan mampir sarapan karena tak sempat memasak jadi harus berangkat pagi," jawab Natha. "Ya sudah, aku tutup dulu panggilan ini karena mataku perih melihat kemesraan kalian," cibir Natha.

Se Riz dan DK hanya tertawa.

"Oke, nikmati sarapan kalian. Happy Saturday. Bye."

Setelah melambai, wajah cantik Natha Kim menghilang dari layar.

Se Riz dan DK kemudian menikmati makan pagi mereka dengan tenang.

"Masakanmu selalu menjadi favorit setelah ibuku," ucap DK begitu memasukkan sendokan pertama ke mulutnya.

"Baguslah jika kau suka. Habiskan sebelum kau terlambat," kata Se Riz sebelum mengunyah ayam kecapnya.

"Aku harus pulang ke rumah berganti baju," kata DK.

"Kalau begitu kau tak perlu mengantarku ke studio," balas Se Riz sebelum meminum air di gelasnya.

"Tak apa, hanya sebentar. Kemudian aku akan mengantar noona. Aku harus menepati janji."

Se Riz hanya mengangguk lalu menghabiskan isi piringnya.

"Kau tak marah karena masalah semalam bukan?" DK bertanya.

"Masalah apa?" Se Riz menoleh.

"Aku yang tak bisa menepati janji menghabiskan waktu akhir pekan karena aku harus ke Jeju. Semalam kau pergi ke kamar dengan raut kesal."

Se Riz diam lalu menggeleng. "Aku hanya lelah, DK. Bukan marah padamu."

"Yakin?" DK ragu.

Se Riz menjawab, "Iya."

"Syukurlah. Aku takut kau marah."

Se Riz menggeleng lagi. "Kapan kau pulang?"

"Mungkin besok. Kenapa?"

"Tak apa," jawab Se Riz pendek.

"Apa aku harus meminta Han Biseo menggantikanku ke Jeju agar kita bisa berkencan?" Tanya DK.

"Aniyo. Aku tak ingin mengganggu urusan kerjamu," Se Riz melambai.

"Atau kau mau ikut aku ke Jeju? Kau bisa cuti hari ini. Kita berangkat bersama. Bagaimana?" DK mengeluarkan ide brilian dari kepalanya. "Kita bisa jalan di Jeju akhir pekan besok. Pantai?"

Tawaran yang menggiurkan, pikir Se Riz.

"Tidak, DK. Aku ada janji keluar nanti malam," kata Se Riz.

"Dengan Natha?"

Se Riz tersenyum lalu berdiri membawa piring dan gelas kotornya ke tempat cucian piring.

"Ya sudah. Mungkin tahun baru kita bisa pergi berdua. Liburan ke tempat yang kau mau," ucap DK. Pria yang sudah menyelesaikan makannya itu lalu berdiri dan menghampiri Se Riz.

"Biar aku saja," ucap DK lalu meraih piring kotor yang tengah digosok kekasihnya itu. "Aku saja yang mencuci piring. Kau bersiaplah."

"Kau duduk saja, Kim Sajangnim. Ini pekerjaanku," tolak Se Riz.

DK menggeleng. "Karena kau sudah memasak, biarkan aku yang mencuci piring. Lagipula ini hal kecil. Sudah sana bersiap atau kau ingin terlambat?" tanya DK.

Se Riz tersenyum lalu mengangguk. "Baiklah. Kau pria yang bisa diandalkan."

"Tentu saja." DK tersenyum.

"Aku tak akan lama." Se Riz mencuci tangannya di bawah keran.

"Berapapun waktu yang kau butuhkan untuk bersiap aku akan tetap menunggumu, Noona Sayang."

Se Riz tertawa. "So crispy, Chagi," jawab wanita itu sebelum beranjak.

~l'amour~

Ting!

Sebuah pesan masuk ke ponsel Se Riz.

Wanita yang baru keluar dari ruangan kerjanya di studio menghentikan langkah dan memandang ponselnya.

Kau tak lupa dengan kencan kita bukan?
Aku akan menjemputmu jam 6 sore.

Tanpa menunggu lama, Se Riz mengetik balasan. Begitu terkirim, wanita itu menuju lift dan turun meninggalkan studio tempatnya bekerja.

Bersenandung pelan, Se Riz berjalan menuju halte bus. Karena saat berangkat tadi diantar DK, maka dia harus pulang memakai kendaraan umum.

"Kapan terakhir kali aku ke halte umum seperti ini?" Gumam Se Riz saat dia sampai dan mengambil tempat di bangku halte yang kosong. Kebetulan halte tak terlalu ramai sore ini. Hanya ada seorang ahjumma, dua orang lelaki yang bersetelan rapi, mungkin karyawan perusahaan di depan studionya.

Se Riz melirik jam tangannya. Pukul 16. 25. Masih ada waktu sebelum jadwal kencannya bersama Do Yeon. Diam-diam dia tersenyum. Dia benar-benar berkencan dengan idol yang statusnya kini menjadi kekasihnya. Ralat, kekasih kedua? Kekasih cadangan? Ah, seperti itulah. Sebenarnya dia sudah menolak tawaran saat Do Yeon berkata  bersedia menjadi selingkuhannya tapi kekeraskepalaan Do Yeon membuat Se Riz terpaksa mengiyakan. Lagipula jika boleh jujur, diam-diam Se Riz juga mulai menyukai Do Yeon. Sejak kapan, dia tak yakin. Entah rasa suka seperti apa tapi dia tak bisa menyangkal jika Kim Do Yeon menyita perhatiannya.

"Saturday night. Would you be nice for me," doanya dan tersenyum membayangkan seseorang di benaknya.

Tin. Tin.

Klakson mobil terdengar. Membuat siapapun yang sedang duduk di bangku halte menoleh termasuk Se Riz.

Dari sebuah mobil Maserati Gran Turismo yang berhenti tepat di hadapan Se Riz, seorang pria bertopi tersenyum begitu menurunkan kaca jendela.

"Hallo, Yoon Se Riz," sapa pria yang tampak asing di mata Se Riz. Wanita itu masih berpikir siapa sosok yang menyapa dirinya, ketika pria itu kembali bertanya, "Kau lupa padaku?"

*

Se Riz tengah memoles bibirnya saat bel apartemennya berbunyi. Diliriknya jam di nakas. 17.55.

"Bahkan masih ada lima menit sebelum jam janjian," kata Se Riz dan segera berlari keluar kamarnya.

Melihat sosok Do Yeon di depan pintu melalui layar interkom, senyum Se Riz mengembang. Dia merapihkan poni dan rambutnya sebelum membuka pintu.

"Annyeong, Se Riz," sapa Do Yeon begitu Se Riz membuka pintu.

"Hai," balas Se Riz.

Keduanya saling pandang beberapa saat. Memperhatikan penampilan masing-masing yang terasa berbeda. Do Yeon yang memakai kemeja garis dengan luaran jaket jeans hitam dipadu celana senada dan sneakers putih tampak begitu casual sementara Se Riz memakai gaun biru selutut bermotif bunga sederhana tapi tampak begitu cantik di mata Do Yeon. Tatapannya tak beralih hingga Se Riz menjentikkan jemarinya di depan mata Do Yeon.

"Kenapa melamun?" tanya Se Riz.

Pria itu mengerjapkan mata kemudian menggeleng. "Tidak. Jadi, bagaimana, kau siap?" Ganti Do Yeon bertanya.

"Aku akan mengambil tas sebentar," jawab Se Riz. "Mau menunggu di dalam?" Tawarnya.

Do Yeon menggeleng. "Aku menunggu di sini saja."

"Oke."

Se Riz masuk ke dalam dan kembali dengan slingbag dan jaket jeans tersampir di lengannya.

"Kajja," kata Se Riz setelah menutup pintu apartemennya.

Do Yeon tersenyum.

Dua anak manusia itu berjalan menuju lift. Kebetulan hanya mereka berdua yang ada di benda kotak itu. Do Yeon memberanikan diri menggenggam tangan Se Riz.

"Kenapa?" tanya Do Yeon saat Se Riz menatapnya.

"Apa kau suka melakukan skinship dengan wanita?" Bukannya menjawab, Se Riz justru balik bertanya.

"Eum, lumayan. Dengan beberapa wanita," jawab Do Yeon.

Mendengar jawaban itu membuat Se Riz merasa kesal. Dia ingin melepaskan tangannya tapi Do Yeon justru mempererat genggamannya.

"Wanita pertama adalah ibuku. Kedua, bibi asramaku kemudian staf di agensiku lalu penggemarku," kata Do Yeon menerangkan. "Tapi aku lebih suka melakukan skinship denganmu, kekasihku."

Se Riz yang tadinya merasa kesal menghela napas lega. "Aku pikir idol wanita," kata Se Riz.

"Kenapa dengan idol wanita?" Tanya Do Yeon.

Se Riz mengendikkan bahu.

Do Yeon menatap Se Riz. "Kau kesal jika aku skinship dengan idol wanita? Cemburu mungkin?"

Se Riz menoleh. "Untuk apa aku cemburu? Kau siapaku?" Ketusnya.

Kali ini ganti Do Yeon yang tampak kesal. "Yak, kau jahat sekali. Aku kan kekasihmu. Meski hanya yang kedua."

Se Riz diam mendengar nada sedih di kalimat Do Yeon. Dia menghela napas lalu mengusap punggung tangan Do Yeon melihat pria itu menunduk menekuk muka.

"Iya, kau kekasihku, Doy. Sudah jangan cemberut. Kau terlihat jelek," kata Se Riz.

Do Yeon menatap Se Riz. "Aku jelek di matamu?" Dia bertanya.

Se Riz mengangguk. "Karena itu jangan memasang wajah merajuk lagi. Kau benar-benar jelek. Lebih baik tersenyum saja karena kau jauh lebih tampan jika tersenyum." Telunjuk Se Riz menempel di ujung bibir Do Yeon lalu menariknya ke atas. Membuat Do Yeon perlahan mengulas senyum.

"Aku lebih tampan dari kekasihmu itu?" tanya Do Yeon.

Se Riz diam. Berpikir. DK dan Do Yeon pria berbeda, tak bisa dia bandingkan. Tapi melihat pria di depannya menatapnya dan tak ingin Do Yeon merajuk lagi, Se Riz pun mengangguk.

"Iya, bahkan kau lebih tampan dari Lee Taeyeoku."

Do Yeon tersenyum lebar lalu meremas jemari Se Riz.

"Jadi, kau ingin pergi ke mana?" tanya Do Yeon. Moodnya naik mendengar Se Riz mengatakan dia tampan.

"Sebentar," Se Riz tampak berpikir. "Kita sudah pernah ke Lotte, ke bioskop, lalu baru kemarin kita ke taman bermain." Wanita itu menyebutkan tempat yang pernah mereka kunjungi saat berkencan.

"Kemana kita malam ini? Aku tak tahu." Se Riz menggeleng lalu memandang Do Yeon dengan mengembungkan pipinya. Terlihat menggemaskan di mata pria itu hingga refleks Do Yeon mencubit pipi Se Riz.

"Aw...." Se Riz megaduh. "Appo!"

Do Yeon tersenyum lalu mengusap pipi Se Riz yang dia cubit tadi. "Appo? Mianhae. Aku tak tahan melihatmu yang begitu menggemaskan."

Se Riz mengerucutkan bibirnya.

Do Yeon menggeleng. "Kau benar-benar imut, Se Riz." Tangannya lalu mengusap kepala Se Riz. Membuat wanita itu menunduk malu.

"Astaga aku jadi ingin memakanmu. Haha." Do Yeon tertawa melihat ekspresi wanita di depannya itu. Tangannya sudah terulur ingin memeluk Se Riz, sayangnya pintu lift membuka. Do Yeon menarik tangannya begitu ada seorang wanita paruh baya masuk.

"Halo, Nona Yoon," sapa wanita itu pada Se Riz.

"Halo, Ahjumma," balas Se Riz seraya menunduk. Dia bergeser lebih dekat pada Do Yeon. Pria itu mengerutkan alis mendengar wanita itu menyapa Se Riz.

Nona Yoon? Ah, wanita itu memanggil nama marga rupanya. Sepertinya mereka saling kenal, pikir Do Yeon.

"Keluar malam Minggu?" tanya wanita yang sudah lima tahun tinggal di apartemen ini. Dia memanggil Se Riz dengan sebutan nona Yoon karena dia tahu jika Se Riz anak pemilik apartemen yang dia sewa.

"Ah, iya, Bibi Jang," jawab Se Riz pada wanita yang tinggal di lantai 10 itu. Dia sering bertemu dengan bibi Jang karena kadang wanita itu datang ke apartemennya memberi makan cuma-cuma. Wanita itu mempunyai usaha catering yang cukup sukses.

"Bibi mau kemana?" tanya Se Riz melihat bibi Jang memakai baju rapi dengan mantel dan tas cukup besar.

"Ingin mengunjungi cucu di Seoul. Dia berulangtahun hari ini," jawab bibi Jang.

"Ah, begitu." Se Riz tersenyum.

Bibi Jang mengangguk lalu menyipitkan mata menatap Do Yeon.

"Tapi dia siapa? Bukan kekasihmu itu?" tanya Bibi Jang.

Do Yeon ingin membuka mulut, menjawab jika dia kekasih Se Riz tapi dia sadar sesuatu. Kekasih kedua alias selingkuhan, haruskah dia pamerkan?

"Dia temanku, Bibi." Se Riz memandang Do Yeon yang kemudian tersenyum ramah pada Bibi Jang.

"Halo, Bibi. Saya Doy teman Se Riz," ucap Do Yeon ramah.

"Wah kau tampan ya," kata Bibi Jang sambil menepuk bahu Do Yeon. "Tunggu, aku seperti mengenalmu."

"Benarkah?" tanya Do Yeon.

Se Riz di sampingnya lantas menatap Do Yeon.

Bibi Jang dengan lekat menatap Kim Do Yeon. Mencoba mengingat di mana dia pernah melihat pria muda itu.

"Kau yang sering muncul di televisi bukan? Yang suka menyanyi? Kim... Kim Do..."

"Kim Do Yeon, Bibi," sambung Do Yeon.

"Ah, iya. Kau artis itu kan?" Bibi Jang lalu meraih tangan Do Yeon dan menjabatnya. "Kau tampak lebih tampan di dunia nyata."

Se Riz tertawa pelan sementara Do Yeon meringis.

"Ah, bolehkan aku meminta tanda tanganmu? Salah satu cucuku adalah penggemarmu. Do Yeon. Iya, Do Yeon. Cucu perempuanku itu sering berteriak begitu melihatmu muncul di televisi."

Do Yeon tersenyum menanggapi ucapan Bibi Jang.

"Tunggu." Bibi Jang merogoh tas di bahunya. Mengeluarkan sebuah buku dan pena. "Bolehkan?"

"Tentu saja, Bibi," jawab Do Yeon lalu mengambil dua benda itu. "Siapa nama cucu bibi?" Lanjutnya bertanya.

"Go Ye Ri," jawab Bibi Jang.

Do Yeon menulis sebuah catatan dengan nama tersebut lalu membubuhkan tanda tangannya.

"Ah, terimakasih," ucap Bibi Jang setelah menerima balik buku yang sudah Do Yeon tandatangani. "Cucuku pasti akan senang sekali."

Se Riz tersenyum melihat Bibi Jang. Kemudian dia mengacungkan ibu jarinya pada Do Yeon.

Ting!!!

Tak terasa lift sudah berhenti di lantai satu. Se Riz, Do Yeon dan bibi Jang keluar bersamaan. 

"Semoga kencan kalian menyenangkan," ucap Bibi Jang seraya melambai sebelum pergi terlebih dahulu.

Se Riz hanya tersenyum tapi Do Yeon dengan semangat membalas, "Tentu, Bibi. Sampai jumpa. Hati-hati di jalan."

Se Riz tertawa pelan. "Kau bersemangat sekali," ucapnya.

"Tentu saja. Aku kan akan berkencan dengan kekasihku," bisik Do Yeon.

Se Riz hanya tersenyum. Sesenang itukah? Batinnya.

"Seperti kau tak pernah berkencan saja," ujar Se Riz.

Do Yeon memandang Se Riz cukup lama sebelum menggeleng. "Kau tahu idol dilarang berkencan."

Seakan sadar fakta itu, Se Riz tersenyum tipis. "Ah, kau benar. Maaf. Jadi kau jomblo sejak lahir?" Goda Se Riz.

Do Yeon menatap tajam Se Riz dengan ujung matanya. "Yang penting sekarang tidak lagi," ucapnya.

Se Riz mengangguk. Berdebat dengan Do Yeon menyenangkan.

"Jadi kemana kita pergi berkencan malam ini?" tanya Do Yeon kembali meraih tangan Se Riz. Mereka keluar lobi.

"Kau tak ada ide?" Se Riz memandang Do Yeon.

Do Yeon menggeleng sebelum pandangannya menyapu langit malam. Bintang tampak berkelap-kelip di atas sana.

"Se Riz," panggil pria itu.

"Heum?" Se Riz menoleh.

"Maukah kau menatap bintang denganku?"

"Bintang?" Se Riz mendongak dan melihat ribuan bintang di langit. "Wah, aku baru sadar jika langit malam ini cantik sekali," jawabnya.

"Aku ada tempat bagus di mana kita bisa melihat bintang lebih jelas," ucap Do Yeon. "Kau mau?"

"Aku mau." Se Riz mengangguk.

"Oke, ayo kita melihat bintang. Tapi sebaiknya kau pakai jaketmu. Akan terasa dingin sekali di sana."

Se Riz menurut. Dibantu Do Yeon, wanita itu memakai jaketnya.

"Gomawo," ucap Se Riz.

Do Yeon tersenyum.

Mereka berdua pun kembali melangkah menuju mobil Do Yeon yang berada di halaman gedung apartemen. Dengan sigap pria tampan itu membukakan pintu untuk Se Riz. Begitu wanita pujaan hati yang sudah menjadi kekasihnya itu masuk, Do Yeon segera melangkah cepat memutari depan mobil. Saat dia meraih handle pintu, seseorang menabrak badannya.

"Hei! Hati-hati!" Seru Do Yeon saat tubuhnya terdorong ke pintu mobil cukup keras.

Seseorang yang menabrak Do Yeon hanya diam tak bereaksi. Meminta maaf pun tidak. Orang yang Do Yeon tebak seorang pria itu pergi begitu saja sebelum Do Yeon memanggilnya.

"Dasar tak sopan!" Seru Do Yeon kesal.

Melihat ada yang aneh, Se Riz keluar mobil. "Ada apa, Doy?" Se Riz bertanya.

Do Yeon menoleh. "Hanya orang asing yang tak tahu sopan santun," jawabnya.

Se Riz memandang ke arah tadi dia melihat seseorang yang dimaksud "kekasihnya" itu.

"Lupakan saja," ucap Do Yeon acuh. "Masuklah."

Se Riz mengangguk dan kembali masuk ke dalam mobil.

"Jadi kita akan berkencan?" tanya Do Yeon setelah membawa mobilnya keluar gedung apartemen Se Riz.

Se Riz mengangguk. "Bukankah sepasang kekasih yang pergi berdua disebut kencan?"

Do Yeon memandang Se Riz. "Jadi kau mengakuiku sebagai kekasihmu?"

"Mau bagaimana lagi? Sombong sekali jika aku menolak cinta seorang idol ternama Korea."

"Hei, jadi kau  menerimaku karena terpaksa?"

"Kau yang memaksaku, Kim Dong Yeon," debat Se Riz.

"Ck, kau menyebalkan."

Se Riz terkekeh. Do Yeon lucu saat merajuk.

"Wae? Apa yang lucu?" Do Yeon memajukan bibirnya.

Se Riz menggeleng tapi tersenyum. Kiyowo, batinnya.

"Yoon Se Riz."

Panggilan Do Yeon membuat yang punya nama  menatap mata kelinci pria itu. Dada Se Riz perlahan berdebar kencang  demi mendapati ekspresi serius Do Yeon.

"Bersiaplah,"

Deg. Deg. Deg.

Suara Do Yeon dan tatapan pria itu membuat jantung Se Riz berdetak di luar kendali.

"Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku. Dan hanya melihatku."

💚

----Notes

Ahjumma : Bibi

Appo : Sakit

----
Se Riz Yoon
08.10.2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp