Sliper

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

L'AMOUR
A Fanfiction

'
Nama, tokoh, karakter dan cerita hanya fiktif,
hasil imajinasi penulis.

💚

"Noona, aku merindukanmu," ucap DK lalu memeluk Se Riz yang berdiri di antara orang-orang yang sedang berdiri menunggu di gate kedatangan Incheon airport sore ini.

Merasakan hal yang sama, Se Riz membalas pelukan kekasihnya itu tanpa ragu meski mereka sedang berada di tempat umum. Hal yang wajar bukan, mereka tak bertemu selama tiga hari.

"Kau baik-baik saja tanpa aku?" tanya DK begitu dia melepaskan pelukannya.

Se Riz mengangguk. "Di mana kopermu? Aku bawakan." Tangan wanita itu lalu terulur mengambil alih koper yang ada di belakang pria pirang itu.

"Aku bisa bawa sendiri, Noona," kata DK. Tapi Se Riz menggeleng.

"Tak apa," balas Se Riz. "Ayo, aku akan mengantarmu pulang," lanjut Se Riz lalu mulai melangkah menjauh dari kerumunan. Di belakang, DK menyusul menyejajarkan langkahnya dengan Se Riz.

"Aku ingin menginap di tempatmu," ucap DK seraya meraih tangan kiri Se Riz yang bebas.

Wanita itu menoleh dan tersenyum tipis saat DK menggenggam tangannya erat.

"Tiba-tiba?" Dia bertanya. "Mengapa?"

"Aku rindu padamu," jawab DK. Tersenyum manis dengan tatapan yang meneduhkan. "Aku membawakan hadiah Natal untukmu. Pasti kau suka."

"Apa itu?" tanya Se Riz.

Bukannya menjawab DK hanya mengendikkan bahu.

"Bagai–"

Se Riz ingin menanyakan apa yang terjadi di Jepang saat tiba-tiba deringan ponsel terdengar. Bukan miliknya tapi milik kekasihnya.

DK berhenti melangkah dan merogoh saku jaket yang dia pakai dan mengeluarkan ponselnya dari sana. Ada panggilan.

"Sebentar, Noona. Dari sekretarisku," ucap DK lalu melepas genggaman tangannya dari Se Riz.

"Ada apa Han Biseo?" tanya DK begitu dia menerima panggilan. "Aku baru saja sampai... Jadwal untuk besok?... Tak bisakah aku libur sehari? Aku ingin menghabiskan waktu Natalku yang terlewat bersama kekasihku," ucap DK lalu menoleh pada Se Riz yang menatapnya.

"Bisa kau atur ulang jadwalnya? ...."

Se Riz menghela napas. Dia baru saja bertemu DK dan mereka sudah diganggu dengan pekerjaan lagi? Wanita itu menggeleng tak suka.

"DK," panggil Se Riz menyela perbincangan DK di telepon.

Sang kekasih menoleh.

"Aku tunggu di mobil," ucap Se Riz. Anggukan DK membuat wanita itu lantas meninggalkan sang kekasih yang sibuk dengan ponselnya.

Membawa koper milik DK, Se Riz berjalan keluar bandara dan menuju mobilnya di depan bandara. Setelah memasukkan koper ke dalam bagasi, fotografer cantik itu menunggu DK di dalam mobil.

Jam di tangan menunjukkan pukul 17.45 saat ini. Sengaja Se Riz menjemput DK setelah dia selesai pemotretan begitu pria itu memberitahu jika dia dalam perjalanan pulang ke Korea. Wanita itu menunggu sekitar 30 menit hingga pesawat DK mendarat.

Se Riz menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi mobil. Pandangannya dia lempar keluar mobil tapi belum ada tanda-tanda sang kekasih muncul.

"Lama sekali," ucap Se Riz. Dia menghela napas lalu jemarinya menekan radio mobil. Tepat saat itu sebuah lagu terputar.

Eonjebuteoinji geudaereul bomyeon
Sejak kapankah itu? Saat aku melihatmu

Unmyeongirago neukkyeossdeon geolkka
Aku merasakan kau adalah takdirku

Bamhaneurui byeori bichnan geoscheoreom
Seperti bintang-bintang yang bersinar di langit malam

Oraesdongan nae gyeote isseoyo
Yang sudah lama berada disisiku

Geudaeraneun siga nan tteooreul ttaemada
Kau adalah sebuah puisi yang setiap saat selalu ku ingat

Oewodugo sipeo geudael gieokhal su issge
Aku ingin menghafalnya, agar aku bisa mengingatnya

Seulpeun bami omyeon naega geudaereul jikyeojulge
Saat malam yang menyedihkan datang, aku akan menjagamu

Nae maeum deullyeoonayo ijji marayo
Apakah kau mendengar isi hatiku? Jangan lupakan aku

Se Riz sedang berpikir judul lagu tersebut dan merasa sangat familiar ketika ponselnya bergetar. Wanita itu mencari tas di mana dia meletakkan ponselnya.

Senyumnya terangkat demi melihat sebuah nama di layar. Disapanya dengan riang seseorang di seberang sana.

"Yeoboseyo."

"Sedang apa? Mengapa kau tak membalas pesanku?" tanya seseorang di sana.

"Kau mengirimiku pesan?" Se Riz justru balik bertanya. "Maaf, aku sedang di luar dan aku meninggalkan ponselku di mobil," lanjutnya menjawab.

"Kau masih di studio?"

"Tidak. Aku sudah pulang hanya saja aku ada urusan." Se Riz kembali melayangkan pandangan keluar mobil. DK belum terlihat. "Pesan apa yang kau kirim?"

"Aku merindukanmu."

Se Riz terkekeh. "Bukankah semalam kita baru saja bertemu? Bagaimana kau bisa merindukanku secepat ini, Doy?"

"Entahlah. Merindukanmu adalah suatu kewajiban bagiku. Lagipula salah jika aku merindukan kekasihku sendiri?"

Se Riz terdiam cukup lama mendengar pertanyaan lawan bicaranya. Kekasih? Kata itu masih cukup mengejutkan di telinganya.

"Mendengar kau menyebutku kekasihmu terdengar aneh di telingaku," kata Se Riz.

"Aneh kenapa? Aku kan hanya bicara fakta. Bukankah semalam kau bilang kau menerimaku menjadi kekasihmu? Jangan bilang kau lupa."

Se Riz tersenyum. "Bukan lupa, Doy. Hanya saja aku ragu."

"Ragu tentang apa? Perasaanku? Aku serius mencintaimu, Se Riz."

"Bukan itu. Aku masih ragu tentang kita. Apakah yang aku putuskan tentang menerimamu itu benar. Aku tak tahu bagaimana perasaanku padamu, Kim Do Yeon."

"Aku tak peduli tentang perasaanmu. Meski kau belum mencintaiku, aku akan menunggu. Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku dan meninggalkan kekasih aslimu."

Se Riz menggeleng. Dia tak menyangka seorang idol seperti Kim Do Yeon segila ini.

"Kau gila," celetuk Se Riz.

Di seberang Do Yeon terkekeh.

"Aku tak peduli. Se Riz, dengar. Kau hanya butuh waktu untuk terbiasa denganku hingga nantinya kau akan balik mencintaiku."

Se Riz menggigit bibirnya. Mencintai Do Yeon di saat dia sudah memiliki kekasih? Tapi jujur Se Riz merasakan sesuatu yang berbeda saat dia bersama idol itu. Perasaan nyaman, merasa begitu diperhatikan dan itu berbeda saat dia bersama DK. Apakah ini artinya dia menyukai Do Yeon?

"Katakan, jika kau juga menyukaiku, Se Riz."

Bahkan Do Yeon tahu dirinya mulai menyukai pria itu?

"Doy, aku-"

Se Riz berniat mengatakan secuil kejujuran ketika pintu mobilnya terbuka. DK masuk dan tersenyum.

"Maaf, membuatmu menunggu lama," kata DK. "Setelah Han Biseo selesai menelponku, aku harus mengangkat panggilan lain dari sepupuku."

"Se Riz, kau sedang bersama seseorang? Kekasihmu yang sangat sibuk itu?"  tanya Do Yeon begitu mendengar suara pria berbicara pada Se Riz.

Se Riz tersenyum. Dia menjauhkan ponselnya.

"Ah, kau sedang menelpon seseorang rupanya," kata DK menyadari Se Riz sedang memegang ponsel di tangan kirinya.

"Temanku," ucap Se Riz pendek.

"Hei, aku bukan temanmu lagi," protes  Do Yeon.

Se Riz menghela napas lalu memandang DK, dia tak mendengar suara Do Yeon bukan?

DK hanya mengangguk. "Natha?" Tebaknya. "Teruskan saja dulu."

Se Riz tersenyum tipis.

"Aku akan menghubungimu lagi nanti," ucap Se Riz kemudian pada Do Yeon. "Aku sedang dalam perjalanan pulang, tak bisa mengemudi dengan menerima panggilan."

"Tapi aku–"

Do Yeon bermaksud protes tapi Se Riz sudah menyela.

"Aku tutup sekarang."

"Tunggu!" Seru Do Yeon membuat Se Riz menjauhkan lagi ponselnya. "Baiklah. Hati-hati di jalan," ucap Do Yeon.

"Ne," balas Se Riz. Ketika dia ingin menutup panggilan, Do Yeon mengucapkan sesuatu yang membuatnya mematung.

"Saranghae, Se Riz."

Matanya melirik pria yang berada di sebelahnya. Helaan napas lega keluar dari bibir Se Riz saat DK sedang sibuk dengan ponsel miliknya sendiri.

"Se Riz," panggil Do Yeon. "Mengapa diam saja tak membalas?"

"Apa?"

"Aku mencintaimu."

"Aku juga," jawab Se Riz. "Bye."

Semoga DK tak mendengar, doa Se Riz.

"Ada apa?" Tanya DK yang tiba-tiba menoleh. Dia menaikkan alis ketika Se Riz memandangnya dengan menggigit bibir. Wanita itu menggeleng sebelum menurunkan ponselnya dan memasukkannya ke saku mantel.

"Aku lapar," kata Se Riz. "Kau ingin makan sebelum pulang?" Tawarnya.

"Ide bagus. Kebetulan aku juga lapar," jawab DK.

Se Riz tersenyum sebelum melajukan mobilnya menjauh meninggalkan bandara.

*

"Hyung, kau sudah kembali?"

Seseorang yang baru saja masuk ke kamar membuat Do Yeon yang masih memegang ponselnya terlonjak.

"Aigoo, kau mengejutkanku, Kim Jung Won!" Seru Do Yeon.

Yang punya nama terkekeh. "Mengapa kau terkejut begitu? Sedang apa? Mencurigakan," kata Jung Won dengan alis terangkat.

Do Yeon mengangkat bahu. "Tak ada. Aku hanya merasa sedikit senang."

"Senang karena apa?" Jung Won duduk di ranjang kosong yang ada di kamar hyungnya itu. Milik manajer ENKOTA.

"Adalah," jawab Do Yeon pendek. Membuat penasaran Jung Won.

"Ah, kau tak asyik," ucap Jung Won sebelum merebahkan diri di ranjang. Ditatapnya langit-langit kamar sebelum menoleh. "Hyung, bagaimana Natalmu di rumah kemarin?"

Do Yeon yang sedang mengetik sesuatu di ponsel menjawab tanpa menoleh. "Sangat menyenangkan. Mungkin Natal yang tak akan pernah aku lupakan."

"Ada apa? Kau sangat menikmati waktu dengan keluargamu ya?" tanya Jung Won lalu memiringkan badan menghadap Do Yeon.

"Tentu saja," jawab Do Yeon.

"Ah, tahu seperti itu aku ikut ke rumahmu saja kemarin," kata Jung Won sambil menghela napas.

Do Yeon menggeleng. Itu bukan ide bagus, karena jika dongsaengnya itu ikut, bisa dipastikan dia tak bisa pergi ke Seoul menemui Se Riz. Dan dia pikir situasinya akan berbeda dengan yang saat ini terjadi. Beruntung Jung Won tetap di dorm.

"Memangnya kau tak pulang dan hanya di asrama kemarin?" Do Yeon meletakkan ponselnya di ranjang. Dia sudah selesai berkirim pesan dengan seseorang. "Apa yang kau lakukan?"

"Aku hanya bermain game dengan Lee Chan sampai aku bosan," jawab Jung Won. "Tapi kemudian Jae Hyuk hyung mengajak kami keluar dan bersantai."

"Tak buruk juga bukan?"

"Yah, lumayanlah dia yang mentraktir kami. Tapi tetap saja aku ingin merasakan Natal di rumah. Makan masakan rumah. Ah, aku rindu rumah!" Seru Jung Won.

Do Yeon tersenyum. "Kau bisa pulang ke rumah jika jadwal kita kosong besok"

"Tapi bukan Natal, Hyung. Rasanya beda." Jung Won cemberut.

Do Yeon menggeleng. "Lalu apa kau sudah makan malam?"

Jung Won menggeleng. "Bibi asramaku ijin hari ini. Tak ada yang masak."

"Aigoo, kasian sekali. Baiklah ayo ikut aku ke dapur, aku masakkan sesuatu."

"Ah, Do Yeon hyung terbaik," ucap Jung Won berbinar dan menegakkan badannya.

Do Yeon tersenyum kemudian berdiri dan merapihkan tempat tidurnya sebelum keluar kamar.

"Ngomong-ngomong kapan kau pulang, Hyung?" tanya Jung Won ketika mereka berjalan ke arah dapur.

"Semalam."

"Jam berapa? Aku ada di kamar Lee Chan semalam tapi tak tahu."

"Entahlah aku lupa." Do Yeon membuka lemari pendingin. Mengecek ada sayuran apa di sana.

"Kau dari Guri?"

"Tentu saja. Rumahku kan di Guri, Juon."

"Iyakah?" Jung Won ragu. "Tapi mengapa Tae Lee hyung bilang melihatmu di taman bermain semalam?"

Tangan Do Yeon yang berniat mengambil ayam menggantung. Dia menoleh ke arah Jung Won.

"Tae Lee hyung?"

Jung Won mengangguk. "Dia sedang ada di taman bermain Apgujeong- Dong dengan temannya dan melihatmu bersama wanita."

Do Yeon diam. Benarkah? Hyung tertua itu melihatnya bersama Se Riz?

"Dia bilang itu aku?" tanya Do Yeon. Was was.

Jung Won mengangguk. "Katanya, itu jelas kau karena memakai mantel hitam favoritmu dan topi putih."

Do Yeon tak menjawab. Semalam dia memang memakai benda yang disebutkan Jung Won.

"Tapi jika kau ada di Guri berarti dia salah lihat," ucap Jung Won. "Benarkan, Hyung?"

Do Yeon hanya tersenyum tipis. Aku harus bertanya pada Tae Lee hyung soal ini, batinnya.

~l'amour~

Setelah Se Riz dan DK menikmati makan malam di sebuah restoran langganan DK, mereka berdua pulang ke apartemen Se Riz.

Wanita itu membuka pintu apartemen dan menarik koper milik DK yang bersikeras ingin dia bawa.

"Akhirnya pulang juga," ucap DK setelah menarik pintu hingga menutup. Dia melepas sepatu yang dia pakai, meletakkan ke rak di samping pintu dan meraih sandal rumah di sana.

"Kau membeli sliper baru, Noona?" tanya DK saat matanya melihat sebuah sliper yang baru kali ini dia lihat. "Apakah tidak terlalu besar untuk ukuran kakimu?" DK memperhatikan sandal putih yang dia sadari keluaran sebuah merek terkenal. Louis Vuitton.

Se Riz yang baru saja meletakkan koper DK di dekat sofa menoleh. Dia melihat DK menunjuk sliper yang dimaksud.

Milik Do Yeon, batinnya.

"Ah, itu kemarin ada yang datang," jawab Se Riz lalu membuka mantel yang dipakainya. Udara di dalam terasa lebih hangat dibanding di luar tadi.

"Siapa?" tanya DK lalu mengabaikan sandal yang sedikit menganggunya.

Se Riz tak langsung menjawab. Membuat DK menaikkan sebelah alisnya. Berpikir ada yang disembunyikan.

"Oppaku datang kemarin," jawab Se Riz lalu menggelung rambut panjangnya.

"Doo Joon Hyung?" DK menyebut nama kakak lelaki Se Riz.

Se Riz mengangguk. Wanita itu berbicara jujur jika memang kemarin kakak lelakinya datang ke apartemen, tapi masalah sandal itu Se Riz tak menjawab milik Do Yeon. Haruskah dia mengatakan jika kemarin idol terkenal se-Korea itu datang ke apartemennya setelah mereka jalan? Se Riz bodoh jika mengatakan hal itu. Biar saja. lagipula DK pasti mengira itu sandal milik kakaknya dan melupakan masalah sandal itu.

"Apa kau ingin mandi?" tanya Se Riz saat kekasihnya membuka jaket.

DK mengangguk. Badannya terasa lengket.

"Kau bisa memakai kamar mandiku sementara aku memakai kamar tamu," kata Se Riz.

"Aku bisa memakai kamar mandi tamu," ucap DK.

Se Riz menggeleng. "Tak apa. Aku akan menyiapkan baju ganti," ucap Se Riz sebelum masuk ke kamarnya.

"Baiklah aku menurut saja," kata DK lalu mengikuti Se Riz ke kamar.

"Kau perlu air hangat? Bisa aku siapkan?" Tawar Se Riz sembari menata piyama yang biasa DK pakai jika menginap, di tempat tidur.

"Tak perlu. Aku bisa sendiri, Noona," jawab DK lalu mendekat ke arah Se Riz. Diusapnya lengan wanita itu. "Melihatmu seperti ini aku seperti melihat masa depan."

Alis Se Riz bertaut. "Masa depan?"

DK mengangguk. "Kau terlihat seperti seorang istri yang berbakti pada suami."

Ucapan DK membuat Se Riz tersenyum tipis.

"Hanya membayangkan masa depan denganmu sudah membuatku bahagia," ucap DK membuat Se Riz tersipu.

*

Setelah sepasang kekasih itu membersihkan diri, keduanya terlihat duduk di sofa sembari mendengarkan lagu yang diputar lewat gramophone. Terdengar jadul sekali memang, tapi DK menyukai suasana tenang di apartemen Se Riz dengan lagu yang menenangkan hati. Apalagi dengan sebotol wine menemani.

"Jika kau lelah sebaiknya tidur saja, DK," saran Se Riz.

DK yang sedang memegang gelas berisi wine sembari berpikir lantas menoleh. "Sebentar saja. Aku masih rindu dan ingin menghabiskan waktu denganmu," jawabnya.

"Besok kan Sabtu. Masih ada waktu untuk kita bersama," kata Se Riz.

DK tersenyum lalu memandang Se Riz. "Sebenarnya besok aku harus pergi ke Jeju. Ada rapat antar pemegang saham di sana." Diusapnya lengan wanitanya itu.

"Jadi kau akan pergi lagi?" Se Riz menelan rasa kecewa untuk kesekian kalinya.

"Aku pergi untuk urusan pekerjaan, Sayang. Maaf. Kau pasti mengerti," ucap DK.

Se Riz mengangguk. "Ya, aku mengerti."

Dalam hati, wanita itu membatin, Aku selalu mengerti tapi kau yang tak bisa mencoba mengerti aku, DK. Aku juga butuh waktu berdua denganmu.

"Aku akan ganti kencan kita di lain waktu. Janji." DK mengangkat jari kelingkingnya ke arah Se Riz. Wanita itu hanya diam.

"Jangan membuat janji yang nantinya hanya akan kau ingkari, DK," ucap Se Riz lalu berdiri. "Istirahatlah. Kau pasti lelah. Aku harus mengerjakan sesuatu."

"Noona, kau marah?" tanya DK. Tangannya meraih jemari Se Riz.

"Tidak," jawabnya. Bohong. "Aku ada pekerjaan yang harus aku selesaikan," ucap Se Riz beralasan.

"Pekerjaan?"

"He-em." Se Riz hanya menggumam.

"Perlu bantuanku?" DK berdiri.

"Tidak perlu, DK. Kau tidur saja."

DK menatap Se Riz cukup lama hingga akhirnya dia mengangguk.

"Baiklah. Kau juga harus tidur setelah pekerjaanmu selesai. Besok aku akan mengantarmu ke studio."

Se Riz tersenyum lalu melepas tangannya dari genggaman DK.

"Sleep tight, DK," ucap Se Riz.

"You too. Love you," balas DK lalu memberikan sebuah kecupan di dahi sang kekasih sebelum wanita itu masuk ke kamarnya.

DK pun beranjak. Mematikan gramophone lalu kembali duduk di sofa. Sebenarnya dia lelah tapi ada sesuatu yang mengganggunya. Dia meraih ponsel di atas meja lalu memanggil sebuah nomor. Menunggu seseorang di sana mengangkat panggilannya, DK memandang pintu kamar Se Riz yang tertutup.

"Hei, DK. Apakabar?"

Yang disapa tersenyum. "Baik, Doo Joon Hyung. Bagaimana denganmu?" DK balik bertanya.

"Aku baik-baik saja. Sedang sibuk syuting dan menyiapkan album baruku."

"Ah, kau akan comeback?"

"Ya, begitulah."

"Wah, calon kakak ipar ku sibuk sekali rupanya," gurau DK.

Kakak lelaki Se Riz, Yoon Doo Joon adalah seorang  penyanyi yang merangkap sebagai aktor. Menuruni bakat sang ibu yang juga aktris papan atas Korea.

"Hahaha. Ada apa omong-omong? Tumben kau menelponku. Ada masalah?"

"Tidak, Hyung. Aku hanya ingin bertanya," kata DK lalu dia berdiri dan menjauh menuju jendela apartemen Se Riz. Ditatapnya pemandangan Hannam-Dong dari lantai 12 ini.

"Tentang apa? Se Riz?"

"Apa hyung semalam ke apartemen Se Riz?" tanya DK.

"Se Riz? Iya aku memang ke sana kemarin. Ada apa?"

Jawaban kakak Se Riz membuat DK menghela napas lega lalu dia tertawa. Dia sudah berpikiran macam-macam tadi saat melihat sandal baru di rak sepatu Se Riz.

"Jadi sliper itu memang milikmu," kata DK.

"Sliper apa?"

"Sandal LV putih di rak sepatu. Milikmu kan?" tanya DK.

"Sandal LV yang putih itu?"

DK mengiyakan. "O,"

"Sandal itu sudah ada saat aku ke tempat Se Riz kemarin. Bukan milikku."

DK berpikir lagi. Jika bukan milik kakak Se Riz berarti,

"Pasti milik Dowoon." DK menyimpulkan. Kali ini menyebut nama adik Se Riz.

"Kupikir bukan. Sandal Dowoon bergambar dalmation."

DK memandang rak sepatu dari tempatnya berdiri. Ada 6 sandal di sana. Sandal bulu berwarna pink milik Se Riz, sandal berkepala anjing dalmation seperti kata Doo Joon yang berarti milik Dowoon, sandal bergambar matahari milik Doo Joon, sandal biru yang dia tahu biasa dipakai Natha jika datang, lalu sandal yang dia pakai sekarang dan terakhir sandal baru mahal itu.

"Jadi sandal LV itu milik siapa?" tanya DK.

💚

----Cast

Yoon Doo Joon as Se Riz's older brother

Yoon Do Woon as Se Riz's younger brother


----
Se Riz Yoon
06.10.2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp