Gila!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

L'AMOUR
A Fanfiction

'

Nama, tokoh, karakter dan cerita hanya fiktif,
hasil imajinasi penulis.

💚

"Kau yakin ingin pergi ke bar, dan tidak pulang saja?"

Malam semakin larut. Udara dingin pun semakin terasa. Seharusnya Se Riz sudah bergelung di bawah hangatnya selimut saat ini tapi nyatanya dia masih berada di luar saat waktu menunjukkan pukul 22.45. Wanita itu masih bersama Do Yeon.

"Hanya sebentar, Doy. Temani aku ya?" Pinta Se Riz menjawab pertanyaan Do Yeon tadi.

Mereka dalam perjalanan pulang dari rumah Natha setelah pesta kecil di rumah sahabat Se Riz itu.

Niatnya Do Yeon akan mengantar Se Riz pulang tapi di tengah perjalanan, wanita itu justru mengatakan ingin pergi ke bar.

"Tapi sudah terlalu malam, Riz," ucap Do Yeon.

"Aku tahu," balas Se Riz. "Tapi ini kan Natal. Aku tak ingin malam Natalku sendiri di apartemen."

"Tapi hanya sebentar, oke? Tidak lewat tengah malam," kata Do Yeon.

Se Riz tersenyum dan mengangguk. "Oke, oke."

Melihat wanita itu tersenyum, Do Yeon melakukan hal yang sama. Kemudian dia melajukan mobilnya di jalanan Seoul yang masih ramai meski hari sudah semakin larut.

"Kau tahu bar yang bagus? Aku tak tahu daerah ini," kata Do Yeon sambil memandang keluar mobil. Memperhatikan deretan tempat makan dan bar yang masih buka di malam Natal ini.

"Sepertinya aku tahu bar yang bagus di ujung jalan sana." Se Riz menunjuk ke arah depan.

"Baiklah." Do Yeon mengangguk dan tak lama dia menghentikan mobilnya di depan sebuah bar yang masih cukup ramai.

The Lovelace, Cocktail and Gin Bar.

"Tapi aku tak mengijinkanmu minum bir," kata Do Yeon saat mereka berdua turun dari mobil.

Alis Se Riz naik. "Wae?"

"Terlalu banyak minum alkohol tak baik untuk kesehatan," jawab Do Yeon seraya membuka pintu bar untuk Se Riz.

"Lalu untuk apa pergi ke bar jika tidak minum?" tanya Se Riz.

"Kita bisa mengobrol," jawab Do Yeon.

Meski tak setuju, Se Riz mengangguk.

"Tapi minum satu botol tak apa kan?" kata Se Riz begitu mereka duduk di salah satu meja.

Do Yeon menggeleng. "Kita sudah terlalu banyak minum di tempat Natha tadi, Se Riz. Aku tak mau kau mabuk," kata Do Yeon.

"Tapi-"

"Kita pesan minuman non alkohol saja," potong Do Yeon.

"Satu gelas bagaimana," pinta Se Riz dengan tatapan memelas.

Se Riz bukan wanita yang mudah mabuk jika minum alkohol karena dia sudah terbiasa mengkonsumsi minuman itu semenjak masih remaja karena mengikuti sang kakak. Tapi Do Yeon yang tak tahu, tetap melarang.

"Please," lanjut Se Riz. Dia mengedip-ngedipkan mata pada Do Yeon.

"Satu gelas saja." Do Yeon akhirnya mengiyakan karena tak tahan dengan sikap menggemaskan Se Riz tadi.

Se Riz tersenyum menang.

*

"Aku ingin bertanya sesuatu," celetuk Do Yeon di saat mereka berdua diam menikmati musik yang diputar di bar saat ini.

"Apa?" Se Riz yang tatapannya tadi fokus pada ponselnya beralih pada Do Yeon.

"Bagaimana awal hubunganmu dengan kekasihmu itu?" tanya Do Yeon ingin tahu.

Se Riz meminum rainbow mocktailnya sebelum menjawab, "Kami dijodohkan."

Do Yeon cukup terkejut dan menatap Se Riz untuk waktu yang lama. "Dijodohkan? Sudah sejauh itu? Jadi kalian sudah bertunangan?" Cecar pria manis itu. Matanya lalu tertuju pada jari kiri manis Se Riz. Ada cincin emas di sana yang sudah disadari saat dia mengunggah foto tangan Se Riz tempo hari.

"Jadi itu cincin tunangan?" Lanjut Do Yeon.

Se Riz mengikuti arah mata pria itu lalu tersenyum tipis.

"Harus kujawab pertanyaan yang mana dulu?" tanya Se Riz.

Do Yeon menggeleng. "Terserah saja."

"Sebenarnya perjodohan yang aku maksud bukan seperti yang mungkin kau pikirkan. Kami tidak bertunangan." Se Riz kemudian mengusap cincin di tangan kirinya. "Dan ini hanya cincin biasa hadiah ulang tahunku tahun lalu dari DK."

Do Yeon tersenyum dalam hati mendengar Se Riz dan kekasihnya ternyata tidak bertunangan. Akan tetapi dia tak puas dengan jawaban Se Riz. "Lalu perjodohan apa jika kalian tidak bertunangan?"

Se Riz menyesap minumannya sebelum kembali bercerita.

"Jadi kami bisa menjadi sepasang kekasih dan berkencan seperti sekarang karena DK menjalin kerjasama dengan perusahaan ayahku. Ketika suatu saat DK ke kantor ayah dan bertemu denganku, kami seperti mempunyai ketertarikan satu sama lain dan kemudian dekat. Lalu ayahku memaksaku berkencan dengan DK," jelas Se Riz.

Do Yeon memandang Se Riz. "Jadi kau dipaksa?"

Se Riz balas memandang Do Yeon lalu menggeleng. "Awalnya karena ayah, tapi setelah kami bertemu beberapa kali DK bilang dia menyukaiku dan aku tak bisa menolak. Dia terlalu baik. Itu menjadi alasan kami berkencan."

Jadi Se Riz berkencan dengan DK karena pria itu terlalu baik? Hanya itu? Semudah itu? Do Yeon tak mengerti.

"Sudah berapa lama kalian berkencan?"

Se Riz memandang Do Yeon. Pria di depannya mempunyai rasa ingin tahu yang besar sekali ya?

"Sudah hampir dua tahun berjalan," jawab Se Riz.

"Wah, itu cukup lama," kata Do Yeon.

Se Riz hanya mengangguk.

"Jadi kau mencintainya atau tidak?" tanya Do Yeon.

"Tentu saja. Bagaimana aku tak mencintai pria yang begitu mencintaiku? DK sosok yang begitu perhatian, selalu memberikan apa yang aku inginkan, sosok yang bisa aku andalkan. Dia pria yang sempurna untuk dijadikan pendamping hidup," kata Se Riz panjang.

Do Yeon menghela napas kecewa mendengar kalimat terakhir Se Riz. Tangannya lalu terulur meraih gelas meminumannya.

"Kalian berencana menikah suatu hari nanti?" Lagi-lagi Do Yeon bertanya seperti petugas sensus. Pertanyaan yang enggan dia tanyakan tapi bibirnya spontan menyuarakan isi hatinya.

Se Riz tersenyum padanya.

Jangan tersenyum jika apa yang nanti kau ucapkan hanya membuatku kecewa, Se Riz, batin Do Yeon. Pria itu memalingkan muka.

"Aku tak tahu, Doy. Mungkin .... Tidak?"

Jawaban Se Riz membuat Do Yeon mendongak. Apa yang baru saja wanita itu katakan? Tidak?

"Kenapa?"

Se Riz mengangkat bahu. "Kau tahu menikah tidak cukup hanya dengan kata cinta," ucapnya. "Aku ingin pasanganku mempunyai waktu untukku tidak hanya sibuk dengan dirinya sendiri."

"Seperti kekasihmu?"

Se Riz menghela napas. "Tadinya ku pikir baik-baik saja. Aku bisa mengerti keadaannya yang sibuk dengan urusan pekerjaan. Tapi entah mengapa akhir-akhir ini aku merasa lelah. Aku merasa hanya aku yang menginginkannya sementara dia tidak."

Do Yeon diam, mencoba mengerti perasaan wanita di depannya itu.

"Kau baik-baik saja?" tanya Do Yeon.

Se Riz tersenyum tipis. Jujur, hubungan dia dan DK baik-baik saja tapi wanita itu merasa ada sesuatu yang kurang. Seperti lelah karena dia lebih sering mengalah di saat DK lebih memilih pekerjaan dibanding dirinya. Bosan akan hubungan mereka yang terasa datar meski Se Riz menyayangi pria itu.

Namun untuk saat ini, Se Riz sedang merasa tidak baik-baik saja.

"Aku lelah, Doy," ucap Se Riz.

"Lelah akan apa?" Tanya Do Yeon. "Kekasihmu?"

Se Riz mengangkat bahu. "Lupakan saja. Aku tak ingin membicarakan dia," ucap Se Riz lalu menghabiskan mocktailnya tanpa sisa. Dia menatap ponselnya yang tak menampilkan notifikasi apa pun. Tak ada pesan dari seseorang yang sangat dia tunggu.

Do Yeon memperhatikan itu. Pria itu tahu, Se Riz pasti sedang menunggu pesan atau mungkin panggilan dari DK. Pria itu menghela napas memandang wajah kecewa Se Riz.

Mengalihkan perhatian dari Se Riz, Do Yeon memandang jam dinding di bar yang sudah menunjukkan pukul 23.45. Pengunjung bar pun terlihat berkurang.

"Hari sudah mulai larut. Sebaiknya kita pulang," kata Do Yeon.

Se Riz yang tengah melamun mendongak.

"Cinderella harus pulang sebelum tengah malam bukan?" Gurau Do Yeon.

Se Riz memandang jam tangannya lalu mengangguk.

"Kau benar, Pangeran. Aku sudah cukup puas menikmati pesta malam ini," balas Se Riz. "Aku ingin pulang. Bisakah kau mengantarku ke kastil?"

Do Yeon tertawa mendengar jawaban Se Riz.

"Kau tak berniat ikut casting drama atau film?" tanya Do Yeon.

Se Riz tertawa. "Aktingku buruk, Doy."

"Kurasa tidak," komentar Do Yeon.

Se Riz hanya tertawa. "Ayo pulang jangan membahas akting."

Do Yeon mengangguk. Keduanya lalu beranjak dari kursi mereka dan keluar bar setelah membayar apa yang mereka pesan.

Se Riz merapatkan mantel yang dipakainya saat udara dingin menyapanya begitu dia keluar bar.

"Wah, aku tak tahu udara begitu dingin di luar," ujar Se Riz lalu memasukkan kedua tangannya ke saku mantel.

"Maka dari itu sebaiknya kita pulang sebelum membeku di luar. Kita bukan frozen food atau manusia salju," kata Do Yeon.

Se Riz tertawa. Pandangannya tertuju pada jendela bar di mana ada hiasan Natal yang cantik. Mata Do Yeon pun tertuju pada hal yang sama.

"Se Riz," panggil Do Yeon.

"Hm," Se Riz menoleh.

"Bisakah kau mengambil fotoku di sana?" Do Yeon menunjuk jendela bar yang tadi mereka berdua perhatikan. "Sepertinya lucu."

Se Riz pun berpikiran sama dan dia mengangguk. "Tentu saja." Kemudian wanita itu meraih ponsel dari saku bagian dalam mantelnya. Dilihatnya Do Yeon sudah bersiap di depan jendela bar di mana hiasan khas Natal itu terpasang di dalam sana.

"Oke, Kim Do Yeon-ssi. Lihat ke arah kamera dan senyum," ucap Se Riz memberi arahan seperti sedang sesi pemotretan.

Do Yeon menatap Se Riz dan tersenyum.

~l'amour~

"Gomawo, Doy, sudah mengantarku pulang," ucap Se Riz sebelum dia turun dari mobil Do Yeon. "Terimakasih juga sudah menemaniku ke rumah Natha dan menghabiskan malam Natal denganku."

Do Yeon mengangguk. "Tak masalah," jawabnya. Aku akan dengan senang hati menemanimu kemana pun kau mau, tambahnya dalam hati.

Se Riz tersenyum dan hendak mengatakan sesuatu tapi tiba-tiba kepalanya berdenyut.

"Kau tak apa?" tanya Do Yeon begitu melihat Se Riz memgaduh dan memijat pelipisnya.

"Entahlah, sepertinya efek alkohol mulai terasa sekarang," jawab Se Riz. Pandangannya perlahan mengabur. Do Yeon bergoyang ke kanan dan kiri.

Do Yeon mengambil sebotol air mineral utuh yang ada di laci mobil. Dia membuka tutup botol sebelum memberikannya pada Se Riz.

"Minum dulu," ucapnya.

Tanpa kata, Se Riz meraih botol itu dan meminumnya. Tenggorokannya terasa kering dan pahit. Diteguknya air mineral itu lebih banyak. Di depannya Do Yeon merasa khawatir.

Se Riz terlihat mabuk. Apa dia akan baik-baik saja? Batinnya.

Se Riz kemudian menggelengkan kepalanya. Ditatapnya Do Yeon yang memandangnya lekat.

"Bagaimana?" tanya Do Yeon.

Wanita itu tersenyum. "Mungkin aku terlalu banyak minum malam ini. Tapi sekarang tak apa," jawabnya saat pandangannya sudah membaik. Rasa pening di kepalanya menghilang.

"Kau yakin?" tanya Do Yeon.

Se Riz mengangguk. "Baiklah, aku turun. Terimakasih, Doy."

"Aku antar sampai apartemen," kata Do Yeon ketika Se Riz membuka pintu mobil. "Memastikan kau tidak pingsan menuju apartemenmu," lanjutnya.

Wanita itu mengangguk. Kemudian Do Yeon pun menemani Se Riz menuju apartemen wanita itu.

"Maaf aku merepotkanmu, Doy," ucap Se Riz tak enak hati begitu mereka berdua sampai dan berdiri di depan pintu apartemen Se Riz.

"Tidak sama sekali," jawab Do Yeon.

"Tapi ini sudah larut malam dan kau masih harus pulang ke Guri. Pasti kau lelah." Se Riz sedikit khawatir apalagi mereka berdua banyak minum tadi.

"Tak apa, Se Riz," kata Do Yeon.

"Kau mau menginap di apartemenku?"

Entah apa yang dipikirkan Se Riz hingga pertanyaan itu keluar dari bibirnya.

Do Yeon memandang Se Riz. Alisnya terangkat.

Sedetik kemudian Se Riz menyesali ucapannya. Tidak seharusnya dia menawarkan pria asing untuk menginap.

"Maksudku, aku khawatir jika kau harus berkendara ke Guri jika kau mengantuk atau apa," kata Se Riz. "Aku tak bermaksud lain."

Maksud lain seperti apa batin Do Yeon.

"Aku tahu maksudmu, Se Riz. Terimakasih tapi tak apa, aku harus pulang. Aku baik-baik saja," jawab Do Yeon.

Se Riz menghela napas lega. "Baiklah, hati-hati di jalan, Do Yeon. Selamat Natal," ucapnya.

Do Yeon mengangguk. "Selamat Natal untukmu juga," balasnya.

Se Riz tersenyum lalu mengangguk.

"Annyeong, Doy." Wanita itu melambai.

Do Yeon tersenyum.

Se Riz kemudian berbalik dan menekan password kode apartemennya. Saat dia hendak menarik handle pintu, suara Doy membuatnya menoleh.

"Kenapa, Doy?" tanya Se Riz.

"Ada sesuatu yang ingin aku katakan," ucap Do Yeon.

"Apa?" Se Riz, urung masuk lalu memandang Do Yeon.

"Aku bisa menggantikan kekasihmu," jawab Do Yeon.

Alis Se Riz bertaut. Tak mengerti maksud sang idola itu.

"Jika dia tak bisa berada di sampingmu, aku yang akan ada bersamamu. Kau bisa bergantung padaku, Se Riz."

"Doy, apa maksudmu?"

"Aku tahu yang aku katakan mungkin terdengar gila, tapi aku sungguh mencintaimu. Aku tak keberatan menjadi yang kedua untukmu."

Se Riz cukup terkejut dengan ucapan pria Guri itu. "Do Yeon, a-"

"Jadilah kekasihku, Se Riz," potong Do Yeon. "Aku tak masalah jika harus menjadi selingkuhanmu."

💚

----
Se Riz Yoon
03.10.2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp