Tak Suka

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

L'AMOUR

A Fanfiction

'


Nama, tokoh, karakter dan cerita hanya fiktif,
hasil imajinasi penulis.

💚

Se Riz tersenyum tipis melihat berbagai komentar yang masuk setelah dia memposting sesuatu di akun Twitternya.

Dia mengingkari janji untuk kesekian kalinya dan aku benci. Lebih baik aku menghabiskan malam ini dengan salah satu pria kenalanku. Ada yang mau menemaniku? 😏

Dia membiarkan komentar dan pesan yang masuk tanpa membalasnya karena postingan yang dia buat tadi hanya main-main karena efek kesal semata. Dia tak berniat untuk pergi dengan sembarang orang yang membalas postingannya itu. Memangnya aku wanita murahan? Batinnya.

Jadi, Se Riz, sahabatku yang cantik, kau datang ke pestaku tidak? Aku tak keberatan kau datang sendiri. Kita nikmati malam Natal bersama.

Se Riz juga mengabaikan chat Natha.

"Entahlah, Tha. Aku tak berselera ke rumahmu tanpa DK," jawab Se Riz pada diri sendiri.

Wanita itu duduk berpikir hingga akhirnya dia bangkit dari sofanya dan meraih jaket di gantungan dekat pintu kamar. Dia memutuskan untuk keluar sendiri di malam Natal.

Se Riz bisa saja pulang ke rumah tapi moodnya sudah rusak. Dia ingin menyendiri saja.

Keluar dari apartemen dan masuk ke dalam lift, Se Riz mengernyit mendapati banyak notifikasi yang masuk ke akun Twitternya. Salah satu pengirim direct message menarik perhatiannya.

Doye@doykim_0201
Kenapa lagi dengan kekasihmu? Membatalkan janji?

Pertanyaan yang membuat Se Riz kemudian menelpon Do Yeon dan menceritakan kekesalannya.

"Lalu kau akan pergi dengan salah satu pria yang membalas postinganmu?" tanya Do Yeon melalui sambungan telepon ketika Se Riz sudah berada di lobi apartemen.

"Hanya bercanda, Doy. Aku hanya ingin tahu reaksi DK setelah membaca postinganku. Tapi ternyata dia tak merespon jadi lupakan saja mungkin dia tak peduli," jawab Se Riz.

"Syukurlah."

Jawaban Do Yeon membuat alis Se Riz naik. "Kenapa?" tanya wanita itu.

"Lalu yakin kau akan ke bar?" Do Yeon tak menjawab pertanyaan Se Riz tapi justru menanyakan hal lain.

Se Riz mengangkat bahu. Ke bar tanpa teman juga rasanya tidak menyenangkan. "Mungkin, aku bisa ke bar Mingyu. Aku malas jika ke rumah Natha sendiri, Doy."

"Bagaimana jika aku pergi denganmu?"

Usulan Do Yeon yang spontan itu entah mengapa membuat senyum terbit di bibir Se Riz dan tanpa berpikir wanita itu langsung mengiyakan.

"Tapi aku sedang di Guri. Apa kau bisa menunggu?" tanya Do Yeon.

"Tak masalah. Atau aku perlu menjemputmu?" Se Riz balik bertanya.

"Aniyo. Biar aku saja yang ke Seoul. Aku akan berangkat sekarang."

"Oke. Hati-hati di jalan, Doy," kata Se Riz.

Dan begitulah bagaimana Do Yeon bisa datang bersama Se Riz ke rumah Natha. Membuat sahabat Se Riz itu benar-benar terkejut.

*

Begitu Natha mempersilahkan Se Riz dan Do Yeon masuk, berbagai pertanyaan muncul di kepala wanita cantik itu. Begitupula Loey.

"Bagaimana sahabatmu itu datang dengan pria asing?" Bisik Loey pada Natha.

"Aku juga tak tahu," jawab Natha ikut berbisik. Sebetulnya Do Yeon bukan pria asing. Wanita cantik itu tahu siapa dia tapi Natha enggan  memberitahu sang kekasih.

Loey memperhatikan Do Yeon. Rasanya aku kenal, batinnya.

Merasa sosok pria di sebelahnya menarik perhatian Loey, Se Riz angkat bicara.

"Natha mungkin sudah tahu siapa dia tapi aku akan memperkenalkan dia padamu, Loey," ucap Se Riz pada Loey. "Dia Kim Do Yeon dari ENKOTA."

"Ah, aku ingat sekarang," ucap Loey tiba-tiba. "Pangeran kelinci."

Se Riz dan Natha memandang Loey penuh tanya sedangkan Do Yeon tersenyum tipis.

"Pengeran Kelinci?" Natha tak mengerti.

"Dia dijuluki kelinci oleh member juga fans," jelas Yeol.

Se Riz memandang Do Yeon. "Iya?"

Do Yeon mengangguk. "Mereka bilang karena mataku mirip kelinci."

Se Riz menatap mata Do Yeon, mencari kebenaran ucapan pria itu dan Do Yeon pun membalas tatapan Se Riz.

"Ah, maja," ucap Se Riz. Dia tersenyum.

Natha yang memperhatikan sang sahabat fokus pada Do Yeon kemudian berdehem. Membuat Se Riz dan Do Yeon memutus kontak mata mereka.

"Baiklah, pangeran kelinci teman Se Riz. Selamat datang di rumahku dan pesta kecilku. Terimakasih sudah menemani sahabatku yang tadi bilang enggan datang."

Do Yeon mengangguk. "Aku harap kehadiranku tak mengganggu pesta kalian."

Loey melambai. "Tentu saja tidak. Teman Se Riz berarti teman kami juga," kata pria berlesung pipit itu. "Oia, kenalkan aku Park Loey," lanjutnya lalu mengulurkan tangannya pada Do Yeon.

"Kim Do Yeon," balas Do Yeon seraya menjabat tangan Loey. "Ternyata kau produser terkenal itu. Senang bertemu denganmu."

Loey tertawa. "Aku tak menyangka kau berteman dengan sahabat kekasihku."

"Takdir?" jawab Do Yeon.

Se Riz hanya tersenyum.

"Baiklah sebelum kita mengobrol lebih jauh bagaimana jika kita mempersiapkan acara?" tanya Natha.

"Acara apa, Natha-ya?" tanya Se Riz.

"Kita pesta barbeque malam ini sambil mengobrol," jawab Natha. "Kita para wanita membumbui daging dan segala macam, sementara kalian para pria, tolong bantu kami dengan alat panggangan di halaman belakang. Sudah aku siapkan di sana," lanjut Natha lalu berdiri.

"Siap, Sayang," kata Loey. "Ayo, Pangeran Kelinci." Pria itu menepuk bahu Do Yeon.

"Se Riz bisa bantu aku mengambil daging di dapur?" ucap Natha.

"Oke," jawab Se Riz.

Do Yeon dan Se Riz berdiri bersamaan tapi mengikuti orang yang berbeda.

"Se Riz," panggil Natha saat mereka di dapur  mengambil daging dan sayur. "Bagaimana bisa kau membawa idol itu ke pestaku?"

"Memangnya kenapa? Ada masalah?" Se Riz balik bertanya.

"Bukan begitu. Kau kan tahu ini acara kita dan kau membawa pria asing?" Natha terlihat tak suka.

"Pria asing? Dia temanku, Natha," jawab Se Riz.

"Teman tapi tetap orang asing bagiku," balas Natha sambil memandang Se Riz.

Keduanya berpandangan untuk waktu cukup lama hingga Se Riz berkata, "Jika kau keberatan, aku dan Do Yeon bisa pulang."

"Bukan begitu, Se Riz," ucap Natha. "Aku hanya merasa ini acara pribadi dan pria itu–"

"Do Yeon, Natha. Pria itu punya nama. Kim Do Yeon. Mengapa kau selalu memanggil dia dengan sebutan "pria itu" atau "idol itu"?" tanya Se Riz kesal.

"Iya itu. Do Yeon," koreksi Natha acuh.

"Jadi bagaimana? Do Yeon sudah di sini. Haruskah aku bilang padanya agar dia pulang karena ini acara pribadi? Jika kau tak suka dia di sini lebih baik kami pergi. Kami bisa pergi ke bar." Se Riz meletakkan piring sayur yang ada di tangannya ke meja. Dia bermaksud pergi.

"Se Riz," panggil Natha lalu meraih lengan Se Riz. "Maaf. Aku hanya tak nyaman dengan dia," lanjutnya.

Se Riz dan Natha saling pandang. "Ayolah, haruskah kita bertengkar seperti ini?" tanya Natha.

"Kau yang memulai," kata Se Riz.

"Maaf," ucap Natha.

Sementara itu Loey dan Do Yeon sedang menghidupkan api di pemanggang.

"Jadi bagaimana kau kenal Se Riz?" tanya Loey.

"Kami berkenalan lewat sepupu Se Riz yang merupakan salah satu member grup kami," jawab Do Yeon.

"Se Riz mempunyai sepupu idol di ENKOTA?" Loey tak tahu.

"Kim Jung Won," Jawab  Do Yeon lagi.

"Ah, member yang kemarin hiatus itu?"

Do Yeon mengangguk.

"Dan apa hubungan kalian?" Loey ingin tahu.

"Teman," jawab Do Yeon sambil mengipasi bara api yang mulai menyebar.

"Hanya itu?"

Do Yeon tersenyum. "Kalaupun aku ingin lebih dari itu rasanya tidak mungkin. Se Riz sudah memiliki kekasih kan?" ucapnya terdengar cukup sedih.

Loey tersenyum tipis. "Kau benar. Tapi jika kau mempunyai rasa lebih tak ada salahnya."

Do Yeon menatap Loey. "Apa maksudmu?"

Loey mengangkat bahu. "Ya, begitulah. Haha."

Do Yeon tak mengerti maksud sang produser tampan itu.

Singkat cerita, pesta barbeque berjalan dengan hangat. Se Riz dan Natha membumbui daging dan para pria mendapat tugas memanggang.

Meski awalnya Natha canggung dengan Do Yeon tapi sikap ramah pria itu membuat Natha bisa menerimanya. Dia pria yang cukup hangat, begitu pikir Natha.

Setelah daging matang, mereka menyantap hasil barbeque  di ruang tengah rumah Natha dengan berbagi cerita. Tawa canda berbaur. Terasa menyenangkan terlebih untuk Do Yeon.

"Sayang,  bagaimana dengan ide yang kau bicarakan tadi," kata Loey sembari membuka botol wine.

Natha mengangkat alis lalu  menepuk tangannya. "Ah, iya aku hampir lupa. Ayo kita lakukan," ucapnya.

Se Riz dan Do Yeon yang tak mengerti apa yang dimaksud pasangan kekasih itu hanya saling pandang dan menggeleng.

"Ide apa, Natha?" tanya Se Riz.

"Sayang, kita perlu botol," seru Natha pada Loey yang sudah menghilang.

"Aku sedang mengambilnya, Sayangku!" Loey balas berseru dan kemudian kembali bergabung dengan sebuah botol bir kosong di tangan. Diletakkannya botol itu di atas meja di hadapan mereka.

Do Yeon memicingkan mata. Rasanya dia tahu ide yang dimaksud tuan rumah. "Apakah kita akan bermain..."

"Truth or Dare," ucap Natha meneruskan kalimat Do Yeon.

"Aku benci permainan itu," gerutu Se Riz.

"Kenapa?" Do Yeon menoleh. "Ini kan menyenangkan," kata pria itu.

Natha mengangguk. Dia setuju dengan Do Yeon.

"Tapi hukuman bagi yang kalah yang tidak menyenangkan, Doy," kata Se Riz.

"Memangnya apa?" tanya Do Yeon.

Natha menggosok kedua telapak tangannya lalu tersenyum. Dia tak sabar ingin bermain. Wanita itu berencana mengerjai sang sahabat.

"Sama saja sebenarnya, saat ujung botol mengarah pada kalian, pilihan truth atau dare bisa kalian pilih tapi pertanyaan dan dare dari peserta lain. Jika kau tak bisa menyelesaikan dare yang diberikan kau harus menghabiskan satu gelas besar bir."

Do Yeon mengangguk mengerti. Dia kadang biasa melakukan ToD bersama member lain.

"Bagaimana?" tanya Natha.

Do Yeon dan Loey mengangguk setuju. Hanya Se Riz yang diam sambil menggigit daging yang masih tersisa.

"Se Riz," panggil Natha.

"Aku benci kalah," ucapnya. "Kau selalu membuatku mabuk."

"Maka dari itu kau harus menyelesaikan daremu dengan baik," kata Natha. "Ayolah. Semua sudah setuju."

Se Riz melirik Do Yeon yang sedang menatapnya.

Anggukan Se Riz kemudian pun menandai Truth or Dare dimulai. Semua berjalan dengan lancar. Mereka berempat membuat pilihan dan menjawab pertanyaan ataupun tantangan dengan baik. Se Riz yang tadinya enggan mulai menikmati permainan karena dia lebih memilih menjawab pertanyaan, begitupula Do Yeon. Pria itu lebih suka jujur daripada melakukan dare. Untuk Natha ataupun Chanyeol keduanya kompak memilih truth dan dare secara adil.

"Mereka pasangan yang serasi sekali," batin Se Riz iri.

Keseruan ToD berlanjut hingga kemudian botol mengarah pada Se Riz.

"Truth," pilih Se Riz tapi Natha menolak.

"Kau sudah menjawab truth sejak awal permainan. Sekarang lakukan dare," perintah Natha.

"Pemain bebas memilih bukan?" tanya Se Riz.

"Tapi kau harus imbang antara truth dan dare," kata Natha.

Dua pria yang duduk berhadapan itu saling pandang. Do Yeon mengulum senyum melihat temannya itu berdebat dengan sang sahabat.

"Dia terlihat menggemaskan," pikir Do Yeon.

"Oke, oke, dare. Siapa yang memberi dare?" tanya Se Riz akhirnya mengalah.

Do Yeon menegakkan badannya. Dia ingin memberi tantangan untuk Se Riz tapi Natha sudah lebih dulu mengangkat tangan.

"Aku," jawab Natha.

"Natha-ya, please jangan dare yang aneh-aneh," pinta Se Riz.

Natha menggeleng. "Tentu tidak, sahabatku."

Se Riz menggeleng tak yakin.

Para pria menunggu Natha dan dare yang akan diberikan.

"Apa kau masih ingat pria yang kau taksir di kampus dulu? Kakak tingkat di dance club?" tanya Natha.

Se Riz tampak berpikir sebelum menjawab, "Rain Oppa?"

"Telepon dia dan katakan kau ingin berkencan dengannya," perintah Natha.

Se Riz menggeleng. "Aniyo. Aku tak mau. Dia sudah mempunyai istri dan anak, Natha. Kau ingin membuatku seperti pelakor?"

"Hei, ini kan hanya dare," ucap Natha. "Kau hanya mengajaknya jalan dan lihat apa yang dia katakan. Mau atau tidak. Bukan berkencan juga."

"Tidak, tidak. Aku tak ingin mencari masalah," tolak Se Riz.

"Kau ganti yang lainnya saja, Sayang," kata Loey setuju.

Natha menggeleng. "Lakukan atau kau mengaku kalah?"

Do Yeon yang duduk di samping Se Riz hanya diam. Otaknya bertanya siapa Rain?

"Minum kalau kau tak mau melakukan dare dariku." Natha menyerahkan satu gelas besar berisi bir pada Se Riz.

"Natha, Se Riz sudah terlalu banyak minum tadi," ucap Loey sambil memandang Se Riz.

"Tak masalah, Loey. Aku belum mabuk," ucap Se Riz lalu memegang gelas bir dari tangan Natha. Gelas itu sudah sampai di bibirnya saat tangan  Do Yeon menahannya.

"Biar aku saja yang minum," kata Do Yeon lalu mengambil alih gelas di tangan Se Riz kemudian meminumnya.

Se Riz memandang Do Yeon tak percaya. Kenapa?

Sementara itu Loey  tersenyum tipis dan Natha menatap Do Yeon dengan alis terangkat.

Kenapa dia yang minum? Batin Natha.

"Sudah." Do Yeon meletakkan gelas yang sudah kosong itu ke meja dan memandang Natha.

"Hei, itu curang." Natha tak terima.

"Curang bagaimana?" tanya Se Riz.

"Harusnya kau yang minum bukan Do Yeon," kata Natha.

"Tapi dia yang mau." Se Riz membela diri.

"Tetap saja itu daremu harus kau yang lakukan. Ganti!"

Se Riz menggeleng. "Kau mengerjaiku, Natha?"

"Aniyo. Aku juga tadi menuruti daremu yang absurd, jadi sekarang giliranku. Kau tak boleh protes, Se Riz."

"Katakan, kau mengundangku karena ingin mengerjaiku kan?" tanya Se Riz.

"Tidak. Kau saja yang curang!"

Loey menggeleng melihat perdebatan dua sahabat itu.

"Sudah, sudah kita ganti darenya. Biar aku saja yang memberi dare untuk Se Riz," ucap Loey.

Se Riz tersenyum. "Ah, ide bagus, Mr. Park. Apa dare darimu? Yang lebih masuk akal tolong."

"Berdansalah dengan Do Yeon," perintah Loey  asal.

Natha memandang sang kekasih. "Dansa?" Wanita itu menelengkan kepala. "Tak buruk," ucapnya.

"Dansa? Astaga." Se Riz menggeleng.

"Wae? Kau mau protes lagi?" Tanya Loey. "Lakukan saja. Itu dare yang mudah," kata Loey. "Atau kau mau dare yang lebih menantang? Mencium Do Yeon misalnya."

Natha tiba-tiba memukul bahu Loey cukup keras. "Jaga bicaramu!"

"Aku kan bilang hanya misal," kata Loey  sambil meringis.

Se Riz tertawa melihat Loey  yang dianiaya Natha. Sedangkan pria di sampingnya tersenyum tipis.

"Baiklah, aku terima dare dari Tuan Park," ucap Se Riz. Kemudian dia menoleh pada Do Yeon. "Kau bisa dansa?"

"Aku sering latihan koreografi tapi entahlah kalau dansa," jawab Do Yeon. "Tapi aku ingin mencobanya."

"Oke, karena Do Yeon tak keberatan jadi kalian dipersilahkan. Aku akan memutar musik," ucap Natha dan berdiri menuju music player.

Se Riz dan Do Yeon bangkit lalu berdiri berhadapan.

"Bagaimana ini?" tanya Se Riz begitu mendengar  musik mulai mengalun. Thinking Out Loud milik Ed Sheeran.

Melihat Se Riz diam saja, Do Yeon meraih tangan wanita itu.

"Doy?" Se Riz terkejut.

"Letakkan tanganmu dibahuku," kata Do Yeon. "Kita akan berdansa bukan? Atau hanya berdiri berhadapan saja?"

Se Riz menggeleng. "Aku sedikit canggung karena tak biasa berdansa, Doy," akunya lalu membenarkan posisi tangannya di bahu Do Yeon.

"Aku juga sama," ucap Do Yeon. "Yang penting kita menggerakkan tubuh kita mengikuti irama kan? Lakukan agar dare mu cepat selesai."

Se Riz membenarkan ucapan Do Yeon. "Kau benar."

"Boleh aku memelukmu?" tanya Do Yeon kemudian.

Se Riz menatap Do Yeon. "What?"

Tak menjawab, Do Yeon mengulurkan tangannya ke arah pinggang Se Riz dan menariknya mendekat.

"Bukankah posisi dansa seharusnya seperti ini?" tanya Do Yeon lirih.

Se Riz yang mendapati tubuhnya begitu dekat dan nyaris menempel dengan Do Yeon tak bisa berkomentar. Dia gugup. Bagaimana tidak, dia berdansa dengan idol tampan seperti ini. Jujur saja dada Se Riz berdebar. Apalagi saat Do Yeon menatapnya.

"Matamu cantik, aku suka," bisik Do Yeon membuat semburat merah di pipi Se Riz.

"Aku juga suka matamu," aku Se Riz.

Mereka berdua mengikuti alunan musik yang diputar.

"Hanya suka mataku?" tanya Do Yeon masih menatap intens wanita di depannya.

"Ah, itu ... Aku juga menyukaimu karena kau selalu manis dan perhatian padaku," jawab Se Riz.

Do Yeon tersenyum sementara Se Riz menunduk. Merasa kikuk dengan sikap idol itu.

Sementara Se Riz dan Do Yeon menikmati dansa mereka, Natha dan Loey bertukar pandang.

"Kurasa ide buruk membiarkan mereka berdansa seperti itu," kata Natha.

"Kenapa?" tanya Loey sambil menyesap winenya.

"Se Riz sudah punya kekasih, Loey. Bagaimana bisa kau menyuruhnya berdansa dengan pria lain?"

"Memangnya salah? Mereka hanya berdansa, Natha Sayang."

"Tapi lihat saja mereka." Natha menunjuk Se Riz dan Do Yeon yang seperti melupakan ada mereka berdua di sana. 

Se Riz dan Do Yeon masih bergerak mengikuti musik. Mereka saling pandang dengan sesekali tertawa pelan. Entah apa yang mereka bicarakan. Terlalu pelan untuk di dengar Natha.

"Bukankah itu bagus? Membuat Se Riz melupakan rasa kesalnya pada DK yang tiba-tiba pergi dan menikmati pesta kita."

Natha menggeleng. Entahlah dia tak tahu. Hanya saja dia tak suka melihat Se Riz dan Do Yeon yang tampak begitu dekat itu.

"Haruskah pria itu memeluk Se Riz?" tanya Natha.

"Mereka sedang berdansa, Natha, bukan berperang. Seperti kau tak pernah berdansa saja. Kita kan menempel satu sama lain."

"Iya juga," kata Natha. "Tapi mengapa idol itu menatap Se Riz dengan tatapan aneh?"

"Aneh bagaimana?" tanya Loey tak paham maksud sang kekasih.

"Kau tak sadar?"

"Sadar apa?"

"Tatapan idol itu, Loey"

"Memangnya ada apa dengan tatapan Do Yeon? Biasa saja menurutku."

Natha menghela napas. Entah kekasihnya tidak peka atau pura-pura tak tahu, tapi dia yakin cara idol itu menatap sang sahabat sarat satu rasa.

"Mata kelinci itu menatap Se Riz penuh cinta," ucap Natha.

💚

----Note
Hiatus : Vakum selama beberapa waktu

----Cast
Park Chanyeol as Park Loey, Natha's boyfriend

----
Se Riz Yoon
02.10.2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp