Malam Natal

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

L'AMOUR
A Fanfiction

'

Nama, tokoh, karakter dan cerita hanya fiktif,
hanya imajinasi penulis.

💚

DK sedang menatap laptopnya, meneliti keuangan perusahaan bulan ini ketika Se Riz mengirim pesan.

Se Riz
Chagiya, Natha mengundang kita ke rumahnya malam Natal besok. Kau bisa datang?

Tanpa menunggu lama, pria berambut pirang itu langsung membalas pesan sang kekasih.

DK
Tentu saja.
Begitu pekerjaanku selesai, aku akan menjemputmu di studio lalu kita bisa mencari hadiah untuk Natha. Bagaimana?

Tentu saja Se Riz langsung mengiyakan ajakan sang kekasih.

Pukul 16.25, ketika Se Riz keluar dari studio, DK baru saja menghentikan mobil hitamnya di halaman depan studio. Wanita itu melangkah ke mobil sang kekasih dengan senyuman.

"Bagaimana di studio hari ini?" tanya DK sembari membuka pintu samping mobil untuk Se Riz.

"Seperti biasa bertemu dengan model cantik dan tampan," jawab Se Riz. "Gomawo," lanjutnya setelah masuk ke dalam mobil dan DK menutup pintu untuknya.

DK berjalan melewati depan mobil dan masuk ke kursi kemudi. Setelah memakai sabuk pengaman dia menoleh.

"Setampan apa modelmu?" tanya DK sebelum menjalankan mobil.

"Ya tampan," jawab Se Riz. Dia melirik sang kekasih yang fokus pada jalan. "Dia meminta nomor ponselku dan mengajakku makan malam."

Se Riz berbohong. Modelnya tadi memang meminta nomor ponselnya tapi tidak mengajak makan malam. Dia hanya ingin tahu reaksi DK.

DK menoleh. "Lalu?"

"Karena pria itu tampan dan ramah jadi aku mengiyakan," jawab Se Riz. Cemburulah. Katakan sesuatu, batin Se Riz.

"Hanya makan malam? Oke, aku ijinkan," sahut DK.

Se Riz diam. Hanya itu?

"Eum, dia juga flirting padaku selama pemotretan," ucap Se Riz memancing. Dia ingin DK menunjukkan sedikit rasa cemburunya.

"Flirting?" DK menoleh pada Se Riz.

Se Riz mengangguk. "Iya, dia seperti mencari perhatianku."

Ayo, katakan kau tak suka.

Se Riz menatap DK yang mulai membawa mobilnya keluar halaman studio.

"Mungkin hanya perasaanmu saja," jawab DK. "Kalaupun dia begitu, abaikan saja. Lagipula bukan sekali ini modelmu menggodamu kan?"

"Kau tak cemburu?" tanya Se Riz gemas.

"Untuk apa? Cemburu hanya perasaan yang kekanak-kanakan, Noona," jawab DK.

"Tapi ...." Se Riz menghela napas. Sudahlah.

"Kau berharap aku cemburu?" tanya DK ketika wanita di sampingnya diam.

Se Riz mengangguk. "Ya, setidaknya begitu. Saat aku bercerita padamu soal pria yang mendekatiku harusnya kau kesal."

DK terkekeh. "Noona, aku tak akan cemburu pada pria yang hanya mendekatimu," jawab DK. "Tapi beda cerita jika ada pria yang secara terang-terangan mengatakan jika dia ingin memilikimu dan mengambilmu dariku."

*

"Hoam!" Se Riz menutup mulutnya. Rasa kantuk menghampirinya.

"Tidurlah," ucap DK yang duduk di sebelahnya.

Direktur muda itu sedang menemani Se Riz menonton film di apartemen sang kekasih. Setelah mencari kado untuk Natha dan makan malam di luar, DK memutuskan mampir ke apartemen Se Riz seperti janjinya. Dan mereka memutuskan menonton film. Dua film sudah mereka tonton dan sekarang Se Riz merasa lelah dan mengantuk.

"Kau menginap?" tanya Se Riz. Dia mendekat pada DK. Meletakkan kepalanya ke dada kekasihnya itu.

"Mungkin tidak." Jawaban DK membuat Se Riz kecewa. "Aku akan menginap malam Natal saja," lanjut DK sambil mengusap rambut Se Riz yang berada di dalam pelukannya.

Se Riz memainkan jemarinya di dada DK. "Kau sering mengatakan akan menginap tapi tak kau lakukan."

"Aku hanya ingin menginap di saat waktunya pas, Noona. Malam Natal aku bisa menginap karena Natalnya aku libur."

"Baiklah," jawab Se Riz.

DK melirik Rolex di tangan kirinya. Pukul 23.15.

"Aku harus pulang sekarang. Ayo aku antar ke kamar," ucap DK sambil menepuk bahu Se Riz. "Kau harus istirahat sekarang. Kau bilang besok ada pemotretan di luar kota. Tidur sekarang atau besok kau akan terlambat."

Se Riz mengangguk enggan. "Tapi gendong aku ke kamar," pintanya.

DK memandang Se Riz dengan sudut bibir terangkat. "Sedang dalam mode manja, hm?"

Se Riz mengerucutkan bibirnya. "Memangnya tak boleh manja pada kekasih sendiri?" Dia bertanya.

DK menggeleng. "Baiklah, ayo." DK lalu berjongkok di depan Se Riz dan menepuk punggungnya.

Se Riz tersenyum lantas naik ke punggung DK. Mengalungkan kedua tangannya di leher pria itu.

"Wah, kau berat, Noona," ucap DK saat dia berdiri dan mulai melangkah ke kamar Se Riz. Bercanda tentu saja.

"Bukan badanku yang berat," balas Se Riz.

"Lalu apa?" tanya DK.

"Sayangku untukmu."

~l'amour~

Selasa, 24 Desember.

Se Riz tersenyum melihat kalender di kamarnya.

"Aku tak sabar menunggu malam datang," ucapnya lalu melenggang ke kamar mandi. Hari masih terbilang masih pagi tapi Se Riz sudah bangun lebih awal dan memutuskan untuk mandi di hawa yang cukup dingin ini. Dia ada pemotretan di luar kota sehingga dia harus bersiap lebih awal.

"Hm hm hm hm," Se Riz menggumamkan sebuah lagu sementara air dingin  mengucur dari shower membasahi seluruh tubuhnya. Wanita itu membersihkan diri selama 30 menit. Memakai baju dan berdandan seadanya sebelum melangkah ke dapur untuk sarapan. Dengan cekatan dia membuat menu yang simpel. Nasi goreng dengan telur dan sosis goreng.

Se Riz menikmati sarapan dengan khusuk, sambil berpikir seperti apa acara malam Natalnya di rumah Natha nanti malam. Dia tersenyum membayangkan ekspresi sang sahabat saat membuka hadiah yang dia dan DK persiapkan.

"Semoga Natha menyukai hadiah kami," ujar Se Riz.

Nasi goreng di piring berpindah dengan cepat ke perut Se Riz. Saat dia sedang menyendok suapan terakhir, ponsel yang berada tak jauh dari tangannya berdenting.

Se Riz menjulurkan kepalanya melihat notifikasi. Satu pesan masuk dari Do Yeon. Wanita itu segera menelan makanan terakhirnya dengan cepat sebelum meraih handphonenya.

Sebuah pesan singkat dari Do Yeon yang selalu datang menyapa di setiap paginya.

Selamat pagi, Se Riz. Sedang apa?

Biar aku tebak, kau sedang bersiap berangkat ke studio. Mungkin sedang menikmati sarapan mu. Benar?

Se Riz tersenyum. Bagaimana dia bisa tahu?

Wanita itu sudah bersiap membalas tapi Do Yeon kembali mengirim pesan.

Bagaimana aku bisa tahu? Entahlah aku hanya tahu. Mungkin batinku terikat padamu jadi aku tahu apa yang kau lakukan. Hehe.

Pesan Do Yeon barusan berhasil membuat tawa keluar dari bibir Se Riz. Batinnya terikat padaku? Bagaimana bisa?

Sebuah pesan lain datang.

Aku hanya ingin menyapamu. Hal yang aku sadari sudah menjadi kebiasaan yang tak bisa aku abaikan atau aku akan merasa ada yang kurang.

Alis Se Riz naik. Mengapa begitu?

Baiklah. Kau ingin berangkat bukan? Aku tak ingin menahanmu dengan pesanku yang tak berarti. Semoga harimu indah, Se Riz. @.@

Se Riz masih tersenyum walau Do Yeon tak lagi mengiriminya pesan.

Jika dipikir lagi, mengapa pria itu manis sekali? Batin Se Riz.

Se Riz berniat untuk membalas pesan Do Yeon tapi panggilan yang kemudian masuk mengalihkan  perhatiannya.

"Annyeong, Noona. Apa kau sudah bersiap? Hanya ingin mengingatkanmu, hati-hati di jalan. Perjalanan ke Busan cukup lama. Jika kau merasa tak cukup kuat berkendara, lebih baik kau bersama Jay Oppa saja dan team lain. Jangan memaksakan membawa mobil sendiri."

Se Riz mengangguk mendengar nasihat kekasihnya begitu dia mengangkat panggilan.

"Ne, Kim Sajangnim. Baik," jawab Se Riz.

"Kabari aku jika terjadi sesuatu di sana," kata DK.

Se Riz mengangguk. "Iya, DK."

"Baiklah, aku juga harus ke kantor. Bye, Noona. Sampai jumpa nanti malam," ucap DK.

"Can't wait. See you," balas Se Riz.

Setelahnya, Se Riz sibuk bersiap. Melupakan pesan Do Yeon yang belum dibalas. Membuat pria bermata kelinci itu berkali-kali menatap layar saat dia sedang sarapan pagi bersama penghuni asrama lantai 5. Ha Joon sedang asik mengobrol dengan Lee Chan masalah game Pubji sementara di depannya, Taeyeo menelengkan kepala menatap Do Yeon.

"Ponselmu rusak, Doye?" tanya Taeyeo mendapati pria yang satu tahun di bawahnya itu terus menatap ponsel.

Do Yeon menoleh pada sang leader lalu menoleh. "Ponselku? Baik-baik saja, Hyung," jawabnya.

Taeyeo masih memandang Do Yeon lalu mengangguk. "Ah, sedang menunggu pesan seseorang," tebaknya.

"Aniyo. Hanya menunggu pesan eomma," jawab Do Yeon beralasan.

"Eommamu kenapa?" tanya Taeyeo.

"Dia memintaku pulang untuk menghabiskan malam Natal di rumah bersama," jawab Do Yeon.

Taeyeo mengangguk. "Kapan kau pulang?"

"Mungkin nanti siang. Aku masih ingin di dorm sebentar," kata Do Yeon sebelum menghabiskan air minum di gelasnya. "Bagaimana denganmu, Hyung?" Lanjut Do Yeon balik bertanya.

"Setelah sarapan aku berniat pulang," jawab Taeyeo.

Do Yeon mengangguk. "Semoga malam Natalmu menyenangkan, Hyung,"

Taeyeo tersenyum. "Kau juga, Do Yeon."

*

Kim Do Yeon tersenyum memandang sang ibu yang menyambutnya di rumah begitu dia pulang.

"Aigoo, uri Dottoki pulang," ucap sang ibu begitu Do Yeon memeluknya.

"Eomma, bogoshipda," kata Do Yeon sambil mengeratkan pelukannya. "Bagaimana kabarmu dan ayah?"

"Kami sehat. Ayo masuk," ucap sang ibu begitu melepas pelukannya.

Do Yeon mengangguk lalu berjalan mendahului sang ibu masuk ke dalam rumahnya di Guri.

"Hyung di rumah?" tanya Do Yeon menuju sofa.

"Kakakmu pergi dengan temannya," jawab sang ibu.

Do Yeon ber-oh.

"Ah, aku rindu rumah!" seru Do Yeon lalu merebahkan diri di sofa ruang tamu.

"Ayo, bersihkan dulu badanmu lalu kita makan. Eomma sudah masak banyak," kata sang ibu.

"Sebentar, Eomma, aku lelah," jawab Do Yeon dengan mata terpejam.

"Ya sudah, Eomma siapkan makan siang dulu."

Do Yeon tak bersuara. Pria itu sudah memejamkan mata, pergi ke alam mimpi.

*

Se Riz mengembuskan napas panjang. Matanya menatap sinar mentari di langit pantai. Pemotretan baru saja selesai. Model iklan sudah meninggalkan area pemotretan di pantai ini dan tinggallah team pemotretan yang sedang membenahi peralatan.

Wanita yang lahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara itu melangkahkan kakinya ke bibir pantai. Mengangkat kamera di lehernya ke arah matahari sore yang bersinar hangat.

Klik! Satu foto terambil.

"Ah, aku ingin liburan ke sini bersama DK," ucapnya. "Mungkin besok dia punya waktu. Natal dia bilang libur kan?" Se Riz tersenyum sebelum kembali mengambil foto langit dan matahari.

"Se Riz....!"

Wanita itu segera menolehkan kepalanya begitu ada seseorang yang menyerukan namanya. Ternyata Jay.

"Ayo, kita pulang sekalian mencari makan!" seru Jay.

"Ne, Oppa," jawab Se Riz.

Team pemotretan yang berangkat dengan satu mobil pun meninggalkan lokasi. Se Riz yang satu mobil dengan Jay dan satu pria lain, mengikuti mobil team dari belakang.

"Malam Natal," celetuk Jay sambil menatap jalanan.

"Kau ada acara, Oppa?" tanya Se Riz.

"Aku akan menghabiskan malam dengan kekasihku," jawab Jay.

Se Riz tersenyum. "Lalu kau, Chani?" Lanjutnya bertanya pada pria yang duduk di belakang. Fotografer juga, sebaya dengan Se Riz.

"Aku ke rumah sakit. Menemani ibuku yang dirawat," jawab Chani.

"Bagaimana keadaan ibumu?" tanya Jay.

"Setelah menjalani operasi, beliau terlihat lebih baik, Hyung," jawab Chani. "Terimakasih atas doa dan bantuan kalian semua." Chani menunduk.

"Sesama keluarga Amour harus saling membantu," kata Jay.

"Iya. Kita keluarga, Chan," timpal Se Riz.

"Lalu kau sendiri? Pasti menghabiskan waktu berdua dengan kekasihmu itu kan?" Kali ini giliran Se Riz yang mendapat pertanyaan dari Chani.

Se Riz tersenyum. "Sahabatku mengundang aku dan pasangan ke rumahnya. Ada pesta kecil-kecilan," jawabnya.

"Oke, have fun kalian," kata Chani.

Saat itu ponsel Se Riz berdering.

Natha Kim is calling.

"Halo, kenapa Tha?" Tanya Se Riz setelah dia menyapa Natha.

"Di mana kau?"

"Busan. Baru selesai pemotretan. Ada apa?"

"Hanya ingin mengingatkan. Malam ini aku mengundangmu makan malam di rumah. Jangan sampai kau tak datang."

"Iya, Natha. Aku tak lupa. DK dan aku pasti datang karena kami sudah menyiapkan kado untukmu."

"Kado? Ah, itu tak penting. Yang aku butuhkan kedatanganmu dan kekasihmu itu."

"Iya, Natha." Se Riz mengangguk.

"Oke, see you tonight, Se Riz. Bye."

"Bye, Natha."

Panggilan berakhir. Se Riz lalu melempar pandangan keluar mobil. Langit sore ini begitu indah. Dia kemudian memejamkan mata merasakan udara pantai yang begitu terasa di indera penciumannya.

Besok aku akan kembali dengan seseorang yang aku cintai, batin Se Riz.

~l'amour~

Se Riz tersenyum mematut diri di depan cermin. Gaun yang dipilih oleh DK kemarin tampak begitu pas di badannya. Bukan ingin menyombongkan diri, tapi Natha bilang badan Se Riz memang body goals. Pantas dia menjadi model di usia muda dan mendapat  banyak tawaran iklan.

Se Riz melirik jam di nakas. Masih setengah jam dari jam DK akan menjemputnya.

"Sabar," ucap Se Riz pada diri sendiri.

Dia kembali menatap pantulan dirinya. Tangannya menyapukan kuas blush on ke pipinya secara bergantian. Liptint warna Cherry dia poleskan ke bibirnya yang ranum.

Cantik.

Satu kata yang cocok untuk Yoon Se Riz malam ini.

"Ah, aku lupa."

Wanita itu membuka salah satu laci meja riasnya. Meraih kotak perhiasan dan mengeluarkan sebuah kalung dari sana.

"Perfect," ucap Se Riz seraya mengusap kalung dengan liontin clover.

Memang sempurna. Begitu pikiran Se Riz hingga sebuah panggilan menghancurkan rencananya.

"Noona, maaf. Aku tak bisa menemanimu ke rumah Natha malam ini. Aku sedang ada di Incheon dan harus ke Jepang saat ini juga. Ada kerjasama yang harus aku lakukan demi perusahaan dan tidak bisa diwakilkan. Maaf. Aku akan menghubungimu begitu sampai di Jepang. Semoga malam Natalmu menyenangkan. Love you."

Se Riz tak mengatakan apapun. Dia hanya berkata "Ya" sekali sampai panggilan ditutup secara sepihak oleh DK.

Setelah itu jemari Se Riz meremas erat gadgetnya seolah melampiaskan kekesalannya.

"I hate it!"

*

Natha Kim terlihat sedang berbicara pada pria berambut cokelat yang duduk di depannya di sebuah ruangan yang sudah dihias dengan cantik. Pohon natal cantik berdiri tak jauh dari perapian. Di meja kecil terdapat 4 botol wine dan gelasnya yang berdiri memuncak.

Jam dinding menunjukkan pukul 19.23.

"Se Riz tak jadi datang?" tanya pria berambut cokelat tadi setelah Natha membaca pesan yang dikirim Se Riz.

"Entahlah, Loey. Dia terlihat kesal karena DK harus ke Jepang malam ini juga padahal dia sudah berjanji," jawab Natha.

"Apa boleh buat. Toh DK pergi karena pekerjaan," kata Loey. Park Loey, kekasih Natha. "Lalu dia bilang apa? Datang atau tidak? Percuma kita sudah menyiapkan semua ini tapi Se Riz tidak mau datang juga."

"Kita tunggu saja. Dia tak menjawab teleponku."

Loey  mengangguk lalu mengambil sebotol wine dan menuangkannya ke dalam gelas.

"Kau berniat berpesta sebelum tamuku datang?" tanya Natha sambil menepuk punggung tangan sang kekasih cukup keras.

Loey  meringis. "Hanya sedikit, Sayang."

"Sedikit? Kau sudah meminum dua gelas, Park Loey,"

"Tapi aku-"

Ting Tong!!

Kalimat Loey ter-interupsi dengan bunyi bel.

Natha dan sang kekasih saling pandang.

"Se Riz?" tanya Loey.

Natha mengangkat bahu. "Aku akan membuka pintu," ucapnya lalu berdiri.

Loey mengangguk lalu mengangkat gelasnya.

"Kalau kau minum lagi, aku jewer telingamu agar semakin panjang, Sayang!" Seru Natha saat wanita itu melangkah menuju pintu.

Loey  yang berniat menambah satu gelas lagi urung. "Pelit," rutuknya.

Natha membuka pintu rumahnya dalam satu ayunan.

"Aigoo, akhirnya kau datang," ucap Natha begitu melihat Se Riz di depan pintu rumahnya.

Se Riz melambai lalu tersenyum memandang Natha.

"Maaf, aku terlambat karena aku harus menunggu seseorang," balas Se Riz lalu memandang sosok pria yang berdiri di sebelahnya.

"Seseorang?" Natha yang baru sadar ada seorang di samping Se Riz, memusatkan perhatian pada pria itu.

"Annyeong, Natha-ssi," sapa pria itu ramah.

"Kau....?!"

💚

----Notes

Uri : Kami

Dottoki : Kelinci

Bogoshipda : Rindu

----
Se Riz Yoon
28.09.2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp