Berhenti

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

L'AMOUR
A Fanfiction

'
Nama, tokoh, karakter dan cerita hanya fiktif,
imajinasi penulis.

💚

"Terimakasih, DK, sudah mengantarku pulang," ucap Se Riz.

DK mengangguk. "Tak masalah. Aku akan dengan senang hati membantumu. Kita sahabat bukan?"

DK memang mengantar Se Riz pulang karena pria itu tak mungkin membiarkan mantan kekasihnya tersebut pulang memakai kendaraan umum di jam yang sudah mulai larut ini. 22.30. Dia khawatir akan keselamatan Se Riz.

"Kau terlalu baik hati," ucap Se Riz.

"Baik hati tapi tak cukup membuatmu bahagia," balas DK membuat Se Riz terdiam dan menatapnya sedih.

"DK ...."

DK menggeleng seakan tak ingin Se Riz meneruskan kalimatnya. "Naiklah, ini sudah larut. Begitu sampai apartemen istirahat. Jangan menyalakan AC karena udara sudah cukup dingin."

Se Riz tersenyum. Pria itu masih tetap perhatian. " Siap, Kim Sajangnim. Sekali lagi terimakasih. Selamat malam. Annyeong." Dia melambai sebelum turun dari mobil DK.

DK balas melambai sebelum menyerukan nama Se Riz. Membuat fotografer itu menoleh dan kembali mendekat ke arah mobil. Dia menaikkan alis saat DK keluar dari mobil.

"Wae? Ada yang tertinggal?" tanya Se Riz.

DK mengangguk lalu memandang Se Riz ragu. "Eum, karena ke depan hubungan kita hanya sebatas sahabat bolehkah aku meminta sesuatu?"

"Sesuatu? Apa?"

"Pelukan."

Se Riz tak yakin dengan ucapan DK. Pelukan?

"Kau tahu kan, aku tak akan bisa dengan sembarangan memeluk kekasih orang lain meskipun ingin. Aku tak ingin berkelahi dengan kekasihmu itu. Meski tubuhnya kecil tapi pukulannya kemarin sudah membuatku kapok."

Se Riz tersenyum. "Pelukan sahabat?"

DK mengangguk. "Ya, pelukan sahabat. Tak apa jika kau keberatan."

Se Riz menggeleng lalu merentangkan tangannya tanda memperbolehkan pria itu melakukan apa yang dia minta. Perlahan DK mendekat dan membawa tubuh Se Riz ke dalam pelukannya.

Aku akan sangat merindukan hal ini darimu. Mulai besok tak akan ada yang memelukku, menenangkanku saat aku jatuh, batin DK.

Tak lebih dari sepuluh detik, DK memeluk Se Riz. Pria itu tersenyum pada sang mantan seraya menepuk puncak kepala wanita itu.

"Aku akan tetap menyayangimu, Noona, dengan cara yang berbeda," ucap DK.

*

"Pergi kemana kau sampai pulang larut begini? Kau pergi dengan siapa? Apa yang kau lakukan?!"

Se Riz memandang Do Yeon. Dari pertanyaan yang terlontar, kekasihnya ini terdengar posesif dibanding khawatir.

"Doy, aku hanya keluar ke departemen store. Mencari sesuatu." Se Riz lalu mengangkat tas yang ada di tangannya.

Alis Do Yeon naik. "Apa?"

"Hadiah," jawab Se Riz. Wanita itu terdiam lama sebelum melanjutkan, "Untuk Oppaku. Besok dia ulang tahun."

"Oppa?" tanya Do Yeon. "Ah, kakakmu."

Se Riz mengangguk tapi tangan kirinya menyilangkan telunjuk dengan jari tengahnya di balik badan. Maafkan aku Tuhan harus berbohong. Maaf, Doy.

"Kenapa baru pulang?"

Se Riz melirik Do Yeon sebelum menuju ke arah pintu dan menekan pin apartemen. "Masuk dulu."

Pintu terbuka dan Do Yeon mengikuti sang kekasih masuk ke apartemen.

"Kenapa ponselmu tak bisa dihubungi?"

Se Riz menghela napas. Do Yeon sudah kembali bertanya bahkan sebelum mereka duduk.

"Duduk dulu, Doy. Biarkan aku minum lalu kau bisa bertanya tentang apapun yang ada di kepalamu itu." Se Riz pergi ke dapur meninggalkan Do Yeon yang mengembungkan pipinya. Hal yang biasa dia lakukan jika kesal.

Tak lama Se Riz kembali dengan dua kaleng cola.

"Aku terlalu malam mencari hadiah karena aku lupa," kata Se Riz menjawab pertanyaan Do Yeon tadi.

"Dan kau tak bisa menghubungiku karena ponselku kehabisan baterai," lanjut Se Riz lalu mengangkat handphonenya ke depan Do Yeon. Memang mati. Membuat Do Yeon menghela napas lega. Dia sudah berpikiran yang tidak-tidak.

"Lalu sejak kapan kau berdiri di depan sana?" tanya Se Riz lalu membuka kaleng colanya.

"Setengah jam?" Do Yeon tak ingat dan tak menghitung.

"Dan kau tetap di sana? Tak berpikir aku keluar atau apa?" Se Riz melirik kekasihnya.

Do Yeon yang ikut meminum cola menggeleng. "Aku akan tetap menunggumu meski harus di depan sana semalaman," jawabnya.

Se Riz menggeleng. "Memangnya kau stalker? Lalu ada apa? Memangnya kau bebas keluar?"

"Aku merindukanmu jadi aku menemuimu."

Se Riz menatap Do Yeon lalu tersenyum. "Bibirmu manis ternyata ya," ucapnya penuh kiasan lalu menghabiskan cola di kaleng yang ada di tangannya.

Do Yeon terkekeh. "Ingin mencobanya?"

Se Riz menaikkan alis. "Mencoba apa?"

"Bibirku," jawab Do Yeon dengan smirk andalannya.

Se Riz tersenyum tipis lalu menggeleng. "Tidak. Itu berbahaya."

Do Yeon tertawa lalu menyugar rambutnya. Se Riz menatap pria itu dengan senyum.

"Wae? Mengapa menatapku seperti itu?" tanya Do Yeon.

Se Riz mengendikkan bahu. "Hanya... Entahlah. Kau terlihat tampan."

Do Yeon tersenyum. "Aku kan memang tampan," ucapnya percaya diri.

Se Riz hanya mengangguk membenarkan kemudian menatap langit yang hitam. Malam semakin beranjak.

"Jadi, sudah?" tanya Se Riz.

"Sudah apa?" Do Yeon balik bertanya.

"Kau? Kau bilang merindukanku jadi kau menemuiku. Dan sekarang kau sudah melihatku jadi pulanglah."

Do Yeon memandang sang kekasih dengan mata membulat. "Kau mengusirku?"

Se Riz tertawa. "Just kidding, Baby. Aku merindukan wajah menggemaskanmu saat kesal."

Do Yeon menatap Se Riz dengan cemberut. Wanita itu mengerjainya. "Se Riz," panggil Do Yeon.

Se Riz yang duduk sambil memeluk lutut mengangguk. "Apa?"

"Aku ingin memelukmu. Boleh?" tanya Do Yeon.

Se Riz diam. Wah, beberapa waktu yang lalu DK dan sekarang Do Yeon? Ada apa dengan dua pria Kim ini?

"Come here." Se Riz meminta Do Yeon mendekat seraya membuka kedua tangannya. Do Yeon tersenyum lalu beringsut mendekat.

"Kau tahu? Pelukanmu membuatku melupakan betapa lelahnya hariku. Membuatku kembali mendapatkan energiku yang habis setelah seharian beraktivitas," ucap Do Yeon memeluk erat Se Riz.

"Jadi aku semacam charger bagimu?" Tangan Se Riz mengusap punggung sang kekasih.

Do Yeon mengangguk. "Aku berharap bisa memelukmu setiap saat di saat aku lelah. Lelah dengan kehidupan idolku."

"Pelukanku akan selalu untukmu, Doy." Se Riz tersenyum. "Kau sudah melakukan yang terbaik untuk penggemarmu. Pasti keluargamu bangga melihatmu berhasil di ENKOTA."

Do Yeon mengangguk sebelum memejamkan matanya. Dia menghirup aroma tubuh Se Riz yang menenangkan meski ujung hidungnya mencium sesuatu yang berbeda.

"Kau mengganti parfummu?" tanya Do Yeon saat dia melepas tautan tubuh mereka.

Se Riz mengernyit. "Tidak. Kenapa?"

Do Yeon menatap Se Riz lalu menggeleng. "Tidak." Dia kemudian meraih kaleng colanya meminumnya habis  sebelum memandang jam dinding.

"Baiklah karena aku sudah mengisi ulang energiku aku bisa pulang sekarang," ucap Do Yeon.

"Tak ingin menginap?" Se Riz memegang erat jemari Do Yeon.

"Jangan memancingku, Se Riz," sahut Do Yeon.

"Kenapa?" Se Riz tak mengerti.

"Jika aku menginap aku tak akan sekedar memelukmu," jawab Do Yeon lalu berdiri.

"Contohnya?" Se Riz ikut berdiri.

Do Yeon menatap Se Riz lalu merengkuh pinggang wanita itu sebelum mencium bibir manis sang kekasih. Ini bukan kali pertama mereka berciuman tapi Se Riz tetap saja merasakan sensasi geli di perutnya. Ciuman Do Yeon membuatnya mabuk. Belum sempat Se Riz membalas, Do Yeon sudah memutus tautan bibir mereka.

"Aku tak yakin bisa menahan diri jika aku menginap." Do Yeon mengusap sudut bibir Se Riz yang basah akan saliva.

"Tidurlah. Kau butuh istirahat," lanjut Do Yeon. Dia mengusap kepala Se Riz. "Besok aku sibuk jadi aku tak bisa mengantar atau menjemputmu ke studio atau sekedar bertemu."

Se Riz mengangguk. Dia tahu kekasihnya tak selalu ada waktu luang untuk berada di sisinya. Pria itu idol, Se Riz ingat itu.

"Tak apa, Doy," ucap Se Riz.

"Baiklah, aku pulang, okay?"

Se Riz mengangguk.

"Love you," ucap Do Yeon sebelum memberikan satu kecupan tambahan sebelum dia beranjak dan meninggalkan apartemen Se Riz.

~l'amour~

Seperti kata Do Yeon, dia tak bisa mengantar atau menjemput Se Riz karena memang dia sibuk dengan jadwalnya bersama ENKOTA. Meski sedikit kecewa, Se Riz maklum jadwal padat seorang idol. Dan karena dia belum ada solusi tentang masalah mobilnya, tiga hari ini dia berangkat kerja menggunakan bus. Sudah lama dia tak merasakan naik kendaraan umum itu.

Se Riz tersenyum saat Sabtu pagi itu dia menunggu bus di halte. Dia berbaur dengan pelajar dan beberapa karyawan yang berniat pergi ke tempat kerja masing-masing. Persis di sebelah kanan Se Riz duduk ada seorang wanita paruh baya yang sedang mengendong anaknya yang Se Riz tebak berusia empat tahun, laki-laki.

Wah, anak ini imut sekali, batin Se Riz. Tiba-tiba dia membuka ponselnya dan mencari sesuatu.

"Wah, ternyata Doy waktu kecil menggemaskan," gumam Se Riz. Di layar ponselnya terlihat anak laki-laki sedang berpose di depan lemari mengenakan headband. Kim Do Yeon kecil.

"Apa itu anakmu?"

Se Riz menoleh saat wanita di sampingnya tadi bertanya sambil memandang ponselnya.

"Ah, bukan." Se Riz menggeleng. "Aku belum menikah, Ahjumma. Ini foto kekasihku saat masih kecil."

Wanita itu ber-oh. "Melihat foto kecilnya, pasti sekarang dia tampan ya?"

Se Riz tersenyum. "Tampan sekali," jawabnya dalam hati.

Saat itu sebuah bus berhenti.

"Busnya datang. Ayo," ucap wanita Ahjumma.

Aku mengangguk dan mempersilahkan Ahjumma dan anaknya naik terlebih dahulu.

Begitu tak ada penumpang yang akan naik, supir menjalankan busnya.

Se Riz tersenyum memandang mentari pagi yang bersinar cerah. Have a nice day, Se Riz, doa Se Riz pada diri sendiri.

Waktu berjalan dengan cepat saat kau menikmati apa yang kau kerjakan. Begitupula Se Riz. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 16.35 saat pemotretan selesai. Dia tersenyum puas dengan apa yang dia dan teamnya kerjakan hari ini.

"Masih naik bus?" tanya Chani. Pria itu berjalan keluar dari gedung Amour bersama Se Riz.

"Aku sedang merayu Appa untuk membelikan mobil baru," jawab Se Riz.

"Merayu?" Chani tertawa. "Mau aku antar pulang?" tawarnya.

Se Riz tersenyum. "Boleh?"

"Tentu saja," jawab Chani. "Ayo. Mobilku di sana." Pria itu menunjuk di mana mobilnya terparkir di sisi timur studio.

Se Riz mengangguk lalu mengikuti Chani sebelum dia berhenti saat ponselnya mengalunkan lagu ENKOTA. Ada panggilan masuk dan nama Sam muncul di layar.

"Hei, Sam," sapa Se Riz. "Kenapa?"

"Kau tak lupa dengan janjimu kan? Mentraktirku makan. Ini Sabtu malam."

Se Riz menepuk dahinya. "Astaga. Aku memang lupa. Sorry."

"Lalu bagaimana? Jadi atau tidak?"

"Aku akan menepati janjiku, Sam. Aku pulang dulu dan bersiap," jawab Se Riz.

"Baiklah. Aku jemput di tempatmu pukul 6 bagaimana?"

"Deal."

"Se Riz, mau naik tidak?!" Chani berseru dari dalam mobilnya melihat Se Riz masih berdiri di tempat tadi.

Se Riz mengangguk lalu berlari menuju mobil Chani setelah dia mematikan panggilannya dengan Sam.

"Ada apa?" tanya Chani basa-basi begitu Se Riz duduk di mobilnya.

"Aku lupa ada janji keluar dengan seseorang," jawab Se Riz.

"Ah, ini Sabtu malam. Kau akan berkencan dengan kekasihmu yang idol itu?" Chani membawa mobilnya meninggalkan studio.

"Bukan. Hanya makan malam dengan teman," jawab Se Riz.

~l'amour~

Seperti kata Sam, pria itu menjemput Se Riz di apartemen di jam yang disebutkan. Dua muda-mudi itu menikmati malam Minggu mereka di luar. Sekedar makan malam memenuhi janji Se Riz pada Sam yang sudah membantunya kala itu. Se Riz pikir mereka hanya akan makan malam tetapi ternyata pria itu mengajaknya menonton konser band yang kebetulan ada di taman kota. Karena ini akhir pekan dan dia butuh refreshing, Se Riz tak menolak. Lagipula tak ada yang Se Riz dikerjakan di apartemen jika dia pulang cepat.

"Kekasihmu tak akan marah kan kau keluar denganku?" tanya Sam saat mereka berdiri di depan panggung konser.

Se Riz menoleh lalu menggeleng. "Entahlah. Yang pasti dia tak suka kau memanggilku 'Dear'."

Sam tertawa. "Kekasihmu tipe pencemburu ternyata."

Se Riz mengangguk. "Dan sedikit posesif kupikir."

"Itu berarti dia menyayangimu, Se Riz," ucap Sam.

"Kuharap memang begitu," jawab Se Riz. "Hei, mereka sudah mau tampil." Dia menunjuk personil band yang mulai naik ke atas panggung.

Tepuk tangan penonton riuh terdengar saat para personil band menyapa.

"Sam, kapan kau mengadakan konser lagi? Jangan lupa beri aku tiket gratis ya?" ucap Se Riz yang diangguki Sam.

"Of course, Love."

*

Se Riz tersenyum dan melambai pada Sam sebelum pria itu membawa mobilnya pergi setelah mengantarnya pulang. Saat dia berbalik, seseorang sudah berdiri tepat di depannya.

"Aigoo kamchagiya!" Seru Se Riz seraya memegangi dadanya. "Doy! Kau mengangetkanku!"

Do Yeon tak tersenyum atau berekspresi sesuatu.

"Kau menikmati Sabtu malammu tanpa aku?" tanya Do Yeon.

"Aku ...."

"Kau pergi dengan siapa barusan?"

Tanpa Se Riz tahu, Do Yeon sudah ada di gedung apartemen Se Riz dan melihat kekasihnya itu turun dari sebuah mobil.

"Kau melihatnya?" tanya Se Riz.

"Melihatmu turun dari mobil. Tapi aku tak melihat siapa yang membawa mobil," jawab Do Yeon. "Siapa?" lanjutnya bertanya.

"Sam," jawab Se Riz lirih.

"Sam?!" Nada bicara Do Yeon naik. "Ck, haruskah kau keluar menikmati Sabtu malammu dengan pria lain di saat kau sudah memiliki kekasih!?"

Se Riz memandang Do Yeon cukup kaget saat pria di depannya itu berseru padanya.

"Kau berkencan dengannya di belakangku?"

"Doy, kami tidak berkencan. Kami hanya keluar," jawab Se Riz.

Do Yeon menggeleng. "Bagiku sama saja."

"Jelas beda. Kami hanya berteman dan teman tidak berkencan," debat Se Riz.

Do Yeon memandang Se Riz. "Katakan padaku. Selain Sam, kau dekat siapa? Ada berapa banyak pria yang dekat denganmu?" Pria itu melipat kedua tangan di depan dada.

"Ah, aku lupa kau fotografer. Kau pasti dekat dengan semua model priamu kan? Apa kau juga keluar dengan semua modelmu saat aku sibuk beberapa hari ini? Kau berkencan dengan mereka?"

Se Riz menggeleng. Ada apa sih dengan Do Yeon?

"Ck, murahan."

Satu kalimat tambahan dari bibir Do Yeon menyulut emosi Se Riz.

"Apa katamu?" Se Riz menatap tajam sang kekasih. Wanita itu bukan tak mendengar apa yang diucapkan Do Yeon tapi tak yakin kata itu diucapkan sang kekasih.

"Aku tidak seperti apa yang kau bilang, Kim Do Yeon! Kau bilang aku murahan, kau pikir aku tidur dengan mereka? Aku benci mulut pedasmu! Sialan!" Se Riz lalu pergi dari hadapan Do Yeon. Perasaannya sakit.

"Se Riz, tunggu." Do Yeon menahan lengan Se Riz. "Maaf, aku tak bermaksud berkata seperti itu." Do Yeon tiba-tiba menyesal tak bisa menahan mulutnya.

Se Riz tersenyum tipis pada Do Yeon. "Lalu maksudmu mengatakan aku murahan apa? Apa aku terlihat rendah di matamu karena pekerjaanku? Kau pikir fotografer sepertiku dekat dengan semua pria model?"

"Maaf, Se Riz. Aku hanya emosi. Aku minta maaf."
Do Yeon sadar ucapannya menyinggung Se Riz tapi dia benar-benar tak bermaksud.

"Maafkan aku, aku hanya cemburu," ulang Do Yeon lalu menarik Se Riz dan memeluknya. "Maaf."

"Ucapanmu membuat ku terluka kau tahu?" Se Riz menahan tangis.

"Maaf, Sayang. Aku hanya takut selama aku sibuk kau dekat dengan pria lain dan melupakanku. Maaf. Aku terlalu mencintaimu dan takut kehilanganmu. Maaf. Maafkan mulutku yang menyebalkan ini. Jangan marah padaku."

Do Yeon melepas pelukannya dan mengusap sudut mata Se Riz yang basah.

"Maaf." Lagi-lagi kata itu yang keluar.

Se Riz menatap Do Yeon. Di mata pria itu terlihat rasa sesal.

"Aku terlalu khawatir memikirkanmu dekat dengan dengan banyak pria karena pekerjaanmu. Aku takut," ucap Do Yeon.

"Takut apa?" tanya Se Riz.

"Takut kau tergoda dengan modelmu. Kau tahu mereka lebih tampan dariku." Bibir Do Yeon mencembik. Menggemaskan. Tak pelak membuat senyum terbit di bibir Se Riz. Amarahnya terkikis.

"Tapi bagiku kau lebih tampan, Doy," ucap Se Riz. "Dan aku mencintaimu. Percayalah aku tak akan berpaling meski aku dikelilingi banyak model pria."

"Tapi jika mereka menggodamu?" tanya Do Yeon.

"Aku tidak akan tertarik karena tak ada pria lain yang lebih menggoda darimu."

Do Yeon tersenyum. "Janji?"

Se Riz mengangguk.

"Baiklah. Tapi aku ada satu permintaan."

"Permintaan? Apa?" tanya Do Yeon.

"Berhentilah jadi fotografer," jawab Do Yeon.

💚

----
Se Riz Yoon
11.11.2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp