Posesif

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

L'AMOUR
A Fanfiction

'
Nama, tokoh, karakter dan cerita hanya fiktif,
hasil imajinasi penulis.

💚

Pagi selanjutnya, Do Yeon masih setia mengantar sang kekasih ke studio tempat wanita itu bekerja. Se Riz sudah bilang jika dia bisa berangkat kerja memakai taksi selama mobilnya masih di bengkel tapi tidak diperbolehkan oleh Do Yeon. Apalagi saat wanita itu bilang,

"Aku bisa menumpang teman, Doy."

Ide itu langsung ditolak Do Yeon. "Andwae! Kenapa harus merepotkan orang lain jika aku bisa mengantarmu?"

Se Riz menggeleng. "Tapi dia bilang tak masalah," jawabnya.

"Tidak. Aku yang akan mengantar dan menjemputmu selama mobilmu belum selesai. Titik!" tegas Do Yeon.

"Tapi memangnya kau tak ada jadwal?"

"Pagiku kosong kau tak perlu khawatir," jawab Do Yeon.

Se Riz tak ingin berdebat jika akhirnya dia kalah dari sang kekasih. Padahal dia hanya tak ingin merepotkan.

Pukul 08.15 mobil yang ditumpangi Do Yeon dan Se Riz berhenti di depan gedung Amour. Sebelum Se Riz membuka pintu, Do Yeon sudah keluar dan melakukannya.

"Kau berlebihan, Doy," ucap Se Riz begitu turun dari mobil.

"Bagiku tidak," jawab Do Yeon. "Aku jemput seperti biasa?" Lanjutnya bertanya.

Se Riz mengangguk. "Tapi jika nanti ka–"

"Se Riz!"

Kalimat Se Riz terpotong oleh seseorang yang menyerukan namanya.

Wanita itu menoleh mencari asal suara, begitupula Do Yeon dan seorang pria melambai lalu menghampiri mereka. Alis Do Yeon terangkat. Dia belum pernah melihat pria itu sebelumnya.

"Hai, Sam. What are you doing here?"

Pertanyaan Se Riz menjawab tanya di otak Do Yeon. Jadi dia pria yang bernama Sam? batinnya.

Sam tersenyum. "Hello, Dear. Aku ada pemotretan pagi ini. Denganmu."

"Really?" Se Riz cukup terkejut pasalnya Jay bilang hari ini ada pemotretan pre wedding. Bukan dia kan yang akan melakukan pemotretan prewed? batin Se Riz.

"Pemotretan apa? Baju atau apa?" Se Riz ingin memastikan.

"Foto album," jawab Sam. Hampir lupa. Tambahan informasi, Sam adalah vokalis sebuah band. Meski di Korea namanya cukup dikenal tapi band mereka khusus berada di pasar luar negeri.

Se Riz mengangguk. "So, where is your friends?" tanya Se Riz kemudian.

"Only me." Sam tersenyum. "Untuk album soloku."

"Oh, kau akan membuat album solo."

"Ekhem!!!"

Merasa diacuhkan padahal dia masih jelas-jelas berada di sana, Do Yeon berdehem cukup keras. Membuat Se Riz dan Sam menoleh.

"Who's he? Your driver?" Pertanyaan Sam membuat Se Riz melambai dan tertawa.

"He's not, Sam," jawab Se Riz.

"So?" Sam menatap Do Yeon.

"Dia Doy," ucap Se Riz memperkenalkan.

Do Yeon hanya mengangguk. Sam yang berniat mengulurkan tangan urung. Dia hanya menyapa.

"Hai, Doy. I'm Sam. Someone–"

"Pakai bahasa Korea saja bisa?" Potong Do Yeon.

"Eum, sorry. Sudah kebiasaan." Sam tertawa yang diikuti oleh Se Riz. "Halo, aku Sam Kim, teman pria Se Riz yang sempat dekat dengannya." Sam mengerling ke arah Se Riz. Tak luput dari mata Do Yeon yang menatapnya dalam diam.

"Jadi kau siapanya Se Riz?" tanya Sam.

"Kekasihnya," jawab Do Yeon singkat lalu memeluk bahu Se Riz.

"What?!" Sam cukup terkejut lalu menatap Se Riz. "Really? Kupikir kekasihmu CEO itu."

"We're broke up, Sam," jawab Se Riz.

"But why? Any something wrong with him?" Sam ingin tahu.

Se Riz mengendikkan bahu. "Terlalu panjang untuk diceritakan."

"Kau tahu aku punya banyak waktu untukmu, Dear," ucap Sam.

Do Yeon menatap tajam Sam. Apakah pria itu baru saja memanggil kekasihnya 'Dear'? Sayang?

"Se Riz," panggil Do Yeon. Wanita itu langsung menoleh. "Jadi aku jemput nanti sore?"

Se Riz menoleh pada Sam. "Bagaimana mobilku, Sam?"

"Temanku belum menghubungiku," jawab Sam. "Kau mau melihat ke sana?"

"Ide bagus. Aku ingin bertanya sesuatu mengenai mobilku," jawab Se Riz.

"Oke. Kau bisa pergi denganku nanti."

Do Yeon menghela napas. Apakah dia menjadi makhluk tak kasat mata di sini? Dia benci diabaikan apalagi oleh kekasihnya sendiri yang asyik berbicara dengan pria lain.

"Doy."

Do Yeon menoleh enggan. "Heum?"

"Mungkin kau tak perlu menjemputku. Aku akan mengambil mobilku," kata Se Riz.

"Baiklah." Do Yeon mengangguk. "Aku pulang ya," lanjutnya pamit.

Se Riz mengangguk. "Gomawo. Hati-hati di jalan."

Do Yeon mengangguk lalu mengusap kepala Se Riz. "Semangat untuk hari ini. Jangan lewatkan makan siangmu."

Se Riz tersenyum manis. Membuat rasa kesal Do Yeon menghilang.

"Annyeong." Dan sebuah kecupan di dahi diberikan Do Yeon. Sengaja.

"Aku seperti pernah melihat kekasihmu itu," kata Sam begitu Do Yeon dan mobilnya meninggalkan Amour. Telunjuknya dia usapkan di dagu.

"He's singer, Sam," jawab Se Riz. "Ayo masuk." Se Riz menarik Sam.

"Penyanyi? Solo?"

"Boygroup. ENKOTA," jawab Se Riz.

"Ah, boygroup terkenal itu." Sam mengangguk. "Dan kau berkencan dengan salah satu anggota mereka? Apakah itu tak masalah?" Sam mengikuti Se Riz masuk ke lift.

"Masalah apa?" tanya Se Riz.

"Memangnya kau tak tahu larangan idol berkencan?'

Se Riz menatap Sam.

"Bagaimana jika fans atau Dispek tahu hal ini? Tidakkah kau berpikir akan menjadi masalah?"

Se Riz bergeming. Bagaimana dia bisa lupa akan hal itu?

~l'amour~

Se Riz baru saja sampai di apartemennya saat sebuah panggilan masuk. Sang kekasih.

"Kau sudah pulang?" tanya Do Yeon.

"He-em," jawab Se Riz lalu mendudukkan dirinya di sofa. "Baru saja."

"Bagaimana mobilmu?" Do Yeon bertanya lagi.

Se Riz menggeleng. "Sepertinya aku harus mengganti mobilku."

Tadi saat jam makan siang, Se Riz dan Sam yang kebetulan selesai dengan pemotretannya pergi ke bengkel teman Sam. Se Riz sudah berharap bisa membawa Kianya tapi montir yang menangani mobilnya berkata jika Kianya sudah rusak parah. Jika mau diperbaiki pun percuma jika nanti akan timbul masalah lagi. Montir itu menyarankan agar Se Riz mengganti mobil.

"Ganti saja," kata Do Yeon enteng.

"Aku sudah bilang, Doy, uangku tak cukup untuk membeli mobil baru." Se Riz menghela napas.

"Aku akan membantumu."

"How?" tanya Se Riz.

"Aku bisa mendapatkan mobil baru untukmu," jawab Do Yeon.

Se Riz menggeleng. "Doy, mobil bukan urusan kecil. Harga mobil bukan harga yang sedikit."

Do Yeon tahu.

"Aku akan bicara dengan Oppaku," kata Se Riz.

"Baiklah."

Se Riz mengangguk. Lalu keduanya tampak diam dengan pikiran masing-masing.

"Baby," panggil Do Yeon.

"Eum?"

"Soal temanmu itu. Kalian hanya teman?"

Alis Se Riz naik. Teman? Yang mana?

"Siapa?" tanya Se Riz.

"Pria di studio tadi pagi."

"Ah, iya. Dia temanku," jawab Se Riz.

Do Yeon tak puas dengan jawaban kekasihnya itu. "Lalu maksud dia dengan 'pria yang sempat dekat' denganmu itu apa? Kalian pernah sedekat apa? Berkencan?"

Mode cerewet Kim Do Yeon keluar apalagi ini menyangkut kekasihnya dan pria lain.

"Ceritakan tentang dia," pinta Do Yeon.

"Apa yang harus aku ceritakan, Doy? Dekat denganku karena... Dia pernah menjadi modelku beberapa kali. Lalu kami memutuskan menjadi teman tapi tidak berkencan Do Yeon," jawab Se Riz.

"Aku tidak suka dibohongi, Se Riz," kata Do Yeon.

Se Riz menghela napas. Wanita itu memang jujur. "Aku dan Sam tidak pernah berkencan, Kim Do Yeon."

"Kau jujur?" Selidik Do Yeon.

"Doy, aku lelah. Jangan membuatku kesal."

"Justru pria itu yang membuatku kesal. Bagaimana di menyebutmu 'Dear' di depanku, kekasihmu. Aku cemburu kau tahu?" Di sana Do Yeon cemberut dengan menggemaskan.

"Astaga, dia memang sering memanggilku seperti itu karena dia lama tinggal di Amerika jadi panggilan itu hanya semacam kebiasaan dia memanggil seseorang yang dekat dengannya. Bukan berarti Sayang juga," jelas Se Riz. "Tidak ada hubungan lebih di antara kami, Sayang."

"Aku tak suka! Hanya aku yang boleh memanggilmu Sayang bukan pria lain!"

Se Riz terkekeh. "Iya, Doy. Akan ku katakan pada Sam agar tak memanggilku 'Dear' karena kekasihku cemburu. Puas?"

"Bagus. Katakan padanya agar tak dekat-dekat denganmu. Aku tak suka."

Se Riz tertawa. "Kau cemburuan sekali dan posesif."

Selama setengah jam mereka masih berbicara di telepon membahas hal random seputar kegiatan Do Yeon. Hingga Se Riz mematikan panggilan karena dia harus mandi dan istirahat.

Setelah membersihkan diri, Se Riz merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Pandangannya menatap langit-langit kamar seperti ada sesuatu yang mengganjal.

"Aku seperti melupakan sesuatu yang penting," ucapnya seraya berpikir apa itu. Lalu pandangan matanya beralih pada kalender yang ada di nakas.

"Ah, benar."

Se Riz beranjak dari tempat tidur lalu menilik jam.

"Masih ada waktu untuk mencari sesuatu." Dia bermonolog lalu meraih ponselnya. Mengambil tas dan sebuah jaket sebelum keluar dari kamar.

Keluar dari apartemen pukul 19.15, Se Riz menuju halte yang berada tak jauh dari apartemen. Wanita cantik itu duduk di halte selama lima menit sebelum dia pergi dengan sebuah taksi.

"Antar saya ke Sounds Hannam, Ahjussi," ucap Se Riz pada supir taksi yang dia naiki dan menyebut nama departemen store di kawasan Hannam-dong.

Sekitar lima belas menit sampailah Se Riz di Sounds Hannam. Wanita itu pergi ke salah satu butik baju langganannya di lantai 3 dan keluar sekitar setengah jam kemudian dengan menenteng sesuatu. Pergi dari butik itu, Se Riz masuk ke sebuah toko sepatu di lantai yang sama dan keluar dengan dua tas belanja.

Se Riz kemudian duduk di salah satu bangku dekat eskalator, memandang tiga tas di tangannya. Dia berpikir sebelum mengangguk dan berdiri.

Kembali menaiki taksi, Se Riz meninggalkan departemen store tadi. Dia melirik jam di tangan kirinya. 20.30. Dia memejamkan mata saat taksi membawanya ke kawasan elite Hannam-dong, UN Village tempat di mana DK tinggal.

Se Riz mengambil napas dalam sebelum melangkahkan kakinya ke sebuah rumah. Wanita itu menekan tombol interkom dengan ragu.

"Lakukan saja. Lagipula kau sudah di sini, Se Riz." Hatinya berbicara.

"Noona?" Sebuah suara membuat Se Riz mendongak. Itu suara DK dan dia tahu pria itu sedang menatapnya melalui layar interkom. Se Riz pun melambai ke arah kamera yang ada di atas interkom di depan gerbang dia berdiri sekarang.

"Hai, DK. Bolehkah aku berkunjung?" tanya Se Riz.

Tak lama, pintu gerbang membuka. Se Riz pun melangkah masuk ke rumah DK, sang mantan.

Di dalam, DK yang tadi sedang berkutat dengan file pekerjaan langsung beranjak ke pintu untuk menyambut Se Riz. Senyumnya terukir begitu wanita itu melambai melihatnya.

"Maaf mengganggu waktumu," ucap Se Riz.

"Aniyo. Ayo masuk," kata DK mempersilahkan.

Se Riz mengangguk lalu masuk ke rumah yang dulu selalu menjadi tempat kencan mereka.

"Mau minum sesuatu? Kita bisa ke bar," ucap DK.

Se Riz mengangguk lalu mengikuti langkah DK ke bagian rumah yang pria itu setting seperti bar kecil. Bar di dalam rumah. Wanita itu duduk di salah satu dari tiga kursi tinggi di depan meja bar sementara DK mengambil minuman.

"Non alkohol?" tanya DK.

Se Riz tersenyum. Lalu sebuah gelas berisi minuman non alkohol berada di depan Se Riz.

"Thank you," ucapnya.

DK mengangguk lalu duduk di kursi sebelah Se Riz.

"So, what's up?" tanya DK.

Se Riz tak langsung menjawab tapi justru memberikan dua tas yang tadi dia bawa dari pusat perbelanjaan.

"Happy birthday, Dong Kyu," ucap Se Riz. "Maaf, aku terlambat tapi ini masih tanggal 3 kan."

DK memandang Se Riz lembut. Dia tak menyangka wanita itu masih mau datang menemuinya dan memberikan hadiah ulang tahun padahal mereka sudah memutuskan hubungan.

"Aku hanya bisa memberimu hadiah kecil. Terimalah," ucap Se Riz.

DK hanya mengangguk. "Terimakasih, Noona."

Jika boleh, tak ada hadiah yang DK inginkan kecuali hubungan mereka yang kembali tapi itu tak mungkin dia dapatkan bukan? Se Riz sudah memilih dan dia harus menerima.

"Aku berdoa untuk kebahagiaanmu di hari ulang tahunmu tahun ini," ucap Se Riz. "Sukses dengan perusahaanmu ya."

DK tersenyum. "Terimakasih. Semoga Tuhan mengabulkan doamu."

Se Riz mengangguk lalu meraih gelas minumannya. "Ah, tapi aku lupa membawa kue," ucapnya setelah menyesap minuman tadi. Dia menoleh pada DK yang menggeleng menatapnya.

"Tak apa. Aku sudah senang kau datang. Hadiah ini sudah cukup meski sebenarnya kau tak perlu repot memberiku hal semacam ini," kata DK.

"Aku hanya tak ingin kau berpikir aku jahat," ucap Se Riz lalu memandang DK. "Soal hubungan kita, aku minta maaf."

Sebelum DK berkomentar, Se Riz meneruskan kalimatnya. "Maaf aku mengecewakanmu tapi aku tak ingin lebih menyakitimu jika aku harus berbohong dan tetap melanjutkan hubungan kita tapi aku memiliki pria lain yang aku cintai."

"Maafkan aku, DK." Se Riz menunduk.

DK menghela napas lalu meraih tangan Se Riz.
"Sudahlah. Aku pikir kita tak perlu membahas hal ini lagi. Kau sudah memilih jalanmu dan aku sudah menerimanya. Aku berharap untuk kebahagiaanmu dan pria itu."

Se Riz menatap DK. Sorot mata pria itu jujur bahkan tak ada kebencian di sana. DK terlalu baik untuknya dan itu membuatnya semakin merasa bersalah.

"Maaf." Hanya kata itu yang keluar dari bibir Se Riz.

"Jika kau terus mengucapkan maaf aku justru akan membencimu, Noona," kata DK. "Dari sekarang ayo mulai hubungan kita dari awal. Aku janji aku akan menjadi seseorang yang tidak akan mengecewakanmu. Jika aku memang tak ditakdirkan menjadi pria yang kau cintai biarkan aku menjadi pria yang bisa kau andalkan. Anggap saja aku sahabatmu. Bagaimana?"

Se Riz tersenyum mendengar ucapan DK. Dia tak percaya dia bisa sedewasa itu.

"Baiklah, Sahabat," jawab Se Riz. Dia menepuk tangan DK. "Happy birthday, once again."

~l'amour~

Se Riz tersenyum di dalam lift. Dia sedang menuju apartemennya setelah pulang dari rumah DK. Karena keasyikan mengobrol, dia tak ingat sudah menghabiskan waktu hampir dua jam di sana.

Ting!

Pintu lift terbuka. Se Riz melangkah keluar dari benda kotak itu dan menyipitkan mata melihat seseorang di depan pintu apartemennya.

"Doy?" tanya Se Riz begitu dia mendekat. Dia mengenali postur tubuh seseorang tersebut meski memakai hoodie.

Benar saja, dia Do Yeon. Pria itu memandang Se Riz tajam.

"Dari mana?" tanya Do Yeon.

"Keluar," jawab Se Riz pendek.

"Jam berapa ini?"

Se Riz melirik jam tangannya. 22.55.

"Pergi kemana kau sampai pulang larut begini? Kau pergi dengan siapa? Apa yang kau lakukan?!"

💚

----
Se Riz Yoon
06.11.2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp