Who's He

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

L'AMOUR
A Fanfiction

'
Nama, tokoh, karakter dan cerita hanya fiktif,
hanya imajinasi penulis.

💚

"Sering-seringlah pulang ke rumah," kata Hyo Ri, sang ibu, saat Se Riz berpamitan pulang pagi ini.

"Pulang pun belum tentu eomma di rumah. Ada syuting minggu depan bukan? Drama baru?" Se Riz bertanya.

Hyo Ri mengangguk.

"Semoga lancar syutingnya. Aku akan mampir jika ada waktu," kata Se Riz.

"Jadi kau pulang hanya untuk menemui eommamu? Lalu appa kau lupakan?" Sang ayah merasa tak adil.

Se Riz tertawa. "Ah, iya. Aku akan ke rumah seminggu sekali jika libur, Appa."

"Appa mengharapkanmu datang ke kantor sesekali membantu."

Se Riz mengangguk. "Akan aku usahakan tapi tidak janji."

So Ji mengangguk. Cukup puas dengan jawaban sang putri meski tak meyakinkan.

"Aku pergi dulu, Appa, Eomma." Se Riz memeluk sang ibu lalu sang ayah. "See you."

"Hati-hati di jalan," kata Hyo Ri.

Se Riz mengangguk lalu melambai pada orangtuanya sebelum masuk ke dalam mobilnya. Setelah mobil Se Riz menghilang di tikungan, So Ji dan Hyo Ri beranjak masuk ke dalam rumah.

"Sayang sekali Se Riz harus putus dari DK," kata So Ji. "Padahal aku berharap jika mereka menikah nanti perusahaan kita akan bergabung dengan Kim Group dan bertambah sukses mengalahkan saingan kita si Lee."

Sang istri menghela napas. "Jadi kau menggunakan putrimu untuk kepentingan perusahaan semata?"

"Yah, sedikit tapi kan DK benar-benar menyayangi putri kita. Sayang sekali."

Hyo Ri mendesah. "Sudahlah. Masalah hati kan tidak bisa dipaksa. Jika mereka berjodoh pasti akan kembali jika tidak ya ikhlaskan saja. Lagipula putrimu sudah menemukan pria yang dicintai."

"Pria baru Se Riz penyanyi, bukan? Aku tak yakin mereka bisa bertahan."

~l'amour~

Se Riz menikmati perjalanan dari rumah menuju tempat kerjanya. Dia bersenandung pelan mengikuti lagu yang terputar di radio mobil. Lagu ballad ‘Till dari KOTAKLIMA, boygroup favoritnya. Dia tersenyum memandang pagi yang cerah ini.

"Hari pertama bekerja di tahun yang baru. Semoga keberuntungan selalu menyertaiku," ucap Se Riz.

Jalanan lumayan ramai meski tidak timbul kemacetan. Se Riz melebarkan senyum menatap indahnya hari hingga tiba-tiba Kianya terbatuk sebelum akhirnya berhenti mendadak di atas Dongho Bridge.

"Hei, kenapa ini?" Se Riz mencoba menyalakan mobil tapi kendaraan itu tak bereaksi. Tak mau hidup apalagi jalan. "Ya Tuhan, jangan bilang dia mogok."

Se Riz segera turun dari mobil. "Argh, mengapa harus mogok di tengah perjalanan seperti ini?"

Wanita itu berniat membuka kap mobil tapi dia sadar jika tak paham masalah mesin, jadi dia hanya memandang mobilnya dengan helaan napas.

"Eotteoke?" ujarnya. Se Riz menilik jam tangannya. 08.25. harusnya dia bisa sampai di studio dalam waktu sepuluh menit tapi sekarang mobilnya mogok. "Aku bisa terlambat."

Se Riz memantau jalan, berharap ada taksi yang lewat tapi 10 menit dia menunggu tak ada yang datang.

"Aku membutuhkan seseorang," ucap Se Riz lalu memanggil sebuah nomor. "Jay Oppa, kau di studio? .... Iya, maaf aku terlambat. KIA ku mogok di jembatan Dongho, tak ada taksi .... Nah, bisakah kau menjemputku? Atau seseorang di sana, Chani? .... Ah, sial .... Ya sudah, aku akan mencari mobil. Bilang pada atasan jika aku terlambat .... Ne, gomawo."

Se Riz menghela napas begitu tak ada seseorang di studio yang bisa menjemputnya. Wanita itu lalu mengambil tasnya dari dalam mobil. Dia berniat meninggalkan mobilnya di sini lalu memanggil mobil derek. Saat Se Riz keluar mobil, sebuah klakson mengagetkannya. Dia segera menoleh pada mobil yang berhenti di belakang mobilnya.

Tak tahukah dia jika mobilku mogok? tanya Se Riz dalam hati. Jika ingin jalan, lewati saja.

Lalu dia melambaikan tangan. Isyarat agar pengemudi mobil di belakangnya menyalipnya tapi ternyata seseorang yang membawa mobil itu turun dari sana. Pria berambut hitam berbadan berisi, dengan mole di bawah mata kanannya dan piercing di kedua telinga menghampiri Se Riz.

"Any problems, Miss Yoon?" Sebuah pertanyaan yang dilontarkan pria tadi, membuat Se Riz memusatkan atensi padanya. Kemudian wanita itu tersenyum demi melihat siapa pria tadi lalu menunjuk mobilnya.

"Mobilku mogok dan aku terlambat ke studio. Boleh aku meminta tumpangan, Sam?"

Lima belas menit kemudian, Se Riz sampai di studio berkat Sam. Pria bernama lengkap Sam Kim, kelahiran Los Angeles, California, Amerika keturunan Korea tapi berkewarganegaraan USA yang tempo hari bertemu Se Riz di halte depan studio. Sam, salah satu dari sekian pria yang pernah dekat dengannya.

"Thank you, Sam. Aku bisa sampai di studio karenamu," ucap Se Riz sebelum dia turun dari mobil.

"Doesn't matter," jawab Sam. "Untuk mobilmu, aku sudah menghubungi temanku yang mempunyai bengkel agar menderek mobilmu dan memperbaikinya. Akan aku hubungi jika sudah beres."

Se Riz menatap Sam penuh syukur. "Thank's again. Aku jadi tak enak harus merepotkanmu."

Sam tersenyum lalu menatap Se Riz. "Jika kau merasa tak enak, traktir aku makan malam."

Se Riz mengangguk. "Okay. When?"

"Sabtu malam aku free," jawab Sam.

"Deal!"

Sam kembali tersenyum.

"Oke, Sam, aku harus turun. Terimakasih atas tumpangannya. See you on Saturday nite."

Sam melambai sebelum Se Riz turun dari mobilnya. Pria itu masih menyinggung senyum melihat Se Riz berlari masuk ke studio Amour.

~l'amour~

Waktu berlalu dengan cepat. Se Riz meregangkan otot lehernya begitu pemotretan terakhir usai. Dengan kamera masih tergantung di leher, dia menilik Jay yang sedang mengecek hasil jepretannya.

"Bagaimana?" tanya Se Riz.

"Perfect seperti biasa," jawab Jay. "Terimakasih kerjasamanya hari ini." Jay melambai pada staff dan kru yang masih ada di set pemotretan.

Staff mengangguk sembari bebenah.

"Untuk besok akan ada pemotretan prewed. Siapa yang akan menghandle?" Jay bertanya pada Se Riz dan Chani di depannya.

"Gantian saja seperti biasa. Ada berapa pemotretan kita bagi," kata Se Riz.

Chani mengangguk. "Setuju saja."

Jay mengacungkan ibu jarinya. "Oke."

"Sudah tak ada lagi yang dikerjakan bukan? Aku mau ke ruanganku dan pulang," ucap Se Riz.

"Tidak. Kau boleh pergi. Jangan lupa besok datang lebih pagi," ingat Jay.

"Jika mobilku sudah kembali, Oppa," jawab Se Riz sebelum meninggalkan ruangan.

Meletakkan kamera ke rak yang berada di ruangan kerjanya, Se Riz kemudian mengambil tas di meja. Menyisir rambut dengan jemari dan mengikatnya asal, wanita itu berjalan menuju pintu. Setelah keluar ruangan dan masuk ke dalam lift, ponselnya bergetar. Ada panggilan masuk dari kekasihnya.

"Yeobo," sapa Se Riz. "Seyo." Lanjutnya lalu tersenyum.

"Apa kau sudah selesai?" tanya Do Yeon.

"Baru saja. Aku sedang di dalam lift."

"Aku jemput di studio, oke?"

"Tapi Doy, mobilku mogok. Sekarang ada di bengkel."

"Mogok? Baiklah, aku ke studio memakai mobil agensi. Tunggu aku."

"Oke. Hati-hati di jalan."

Setelah selesai menelpon, lift sudah berhenti dan pintu membuka. Keluar dari studio, Se Riz menunggu Do Yeon di taman dekat Amour. Sekitar dua puluh menit kemudian Do Yeon kembali menelpon jika dia sudah berada di depan studio. Se Riz meminta pria itu ke taman di mana dia berada. Do Yeon menurut.

"Maaf, menunggu lama."

Do Yeon mengagetkan Se Riz yang sedang memainkan game membunuh waktu menunggu kedatangannya. Wanita itu segera menoleh dan tersenyum lega meskipun jantungnya berdebar kaget.

"Kau membuatku kalah, Doy." Se Riz cemberut saat mobil yang dia kendarai menabrak pembatas jalan di dalam game. Do Yeon tertawa.

"Maaf, aku sengaja," ucap Do Yeon yang langsung dihadiahi tepukan kesal Se Riz di dadanya. "Langsung pulang atau kemana?" Lanjutnya bertanya lalu duduk di samping Se Riz.

"Aku ingin ice cream dan kue," kata Se Riz.

"Oke, ayo ke Pass 5," sahut Do Yeon menyebutkan nama kafe yang menyediakan menu yang disebutkan kekasihnya tadi. Kafe langganan mereka berdua.

"Tadi kau bilang mobilmu mogok?" Do Yeon membuka percakapan saat mobil yang dia bawa menjauh dari taman.

"Iya. Tiba-tiba berhenti saat aku di jembatan Dongho," jawab Se Riz.

"Lalu?" Do Yeon melirik Se Riz sebelum memusatkan perhatian ke jalan.

"Beruntung temanku lewat dan mengantarku ke studio." Se Riz memainkan ponselnya.

"Natha?" tanya Do Yeon.

"Bukan." Se Riz menggeleng. "Kantor Natha kan di Seoul, mana mungkin dia lewat Dongho Bridge."

"Aku kan tidak tahu temanmu siapa saja," kata Do Yeo memutar kemudi masuk jalan ke kafe.

"Sam," ucap Se Riz.

Alis Do Yeon naik. Sepertinya bukan nama wanita, pikirnya.

"Sia ...."

Saat Do Yeon ingin bertanya siapa, ponsel Se Riz berbunyi. Wanita itu segera berpaling dari Do Yeon dan menatap ponselnya dengan senyum.

"Hei, Sam. Bagaimana?" tanya Se Riz. "Ah, begitu? .... Eum, tidak masalah. Aku bisa naik taksi besok ...."

Di sampingnya Do Yeon mencoba mencuri dengar pembicaraan sang kekasih dengan seseorang bernama Sam itu. Suaranya terdengar seperti suara pria. Dan dari cara Se Riz berbicara mengapa dia begitu ceria?

"Siapa?" tanya Do Yeon begitu Se Riz selesai dengan panggilannya. "Pria?"

Sang kekasih menoleh lalu tersenyum tipis. "Sam. Teman yang kubilang mengantarku ke studio saat mobilku mogok."

Do Yeon ber-oh tanpa suara.

"Dia bilang mobilku belum selesai diperbaiki jadi harus menunggu sampai besok," lanjut Se Riz.

"Parah?" tanya Do Yeon.

Se Riz mengendikkan bahu. "Entahlah. Sudah mogok tiga kali dalam sebulan ini. Mungkin Kiaku sudah bosan bersamaku."

"Mungkin kau butuh mobil baru," ucap Do Yeon.

"Uang tabunganku tak cukup, Doy. Dan aku tak ingin meminta pada appa," jawab Se Riz.

"Kenapa?"

"Appa bisa meminta imbalan jika aku merengek dibelikan mobil baru."

"Misalnya?" Do Yeon melempar pandangan keluar. Mereka sudah sampai di kafe yang dituju.

"Appa memintaku bekerja di perusahaan."

Do Yeon menghentikan mobil yang mereka tumpangi di parkiran kafe.

"Sampai," ucapnya.

Se Riz menoleh lalu tersenyum. "Akhirnya," ucapnya lalu melepas sabuk pengamannya.

"Kau tak suka bekerja di kantor ayahmu?" Pertanyaan baru dilontarkan Do Yeon saat mereka meninggalkan mobil.

"Aku mencintai fotografi, Doy. Tak berminat urusan kantor," jawab Se Riz. "Gomawo," ucapnya saat Do Yeon membukakan pintu untuknya.

Do Yeon menunjuk sebuah meja di pojok kafe, dan Se Riz mengangguk. Kemudian mereka duduk di sana sambil membuka menu yang diberikan pelayan.

"Bagaimana jika aku belikan mobil baru?"

~l'amour~

Pukul 18.15 Se Riz sampai di apartemen. Berdua dengan Do Yeon. Pria itu menenteng tas berisi cake yang lalu dia masukkan ke lemari pendingin sementara Se Riz masuk ke kamarnya membersihkan diri. Menunggu sang kekasih menyelesaikan urusannya, Do Yeon menyalakan televisi mencari drama. Idola pria itu memang pecinta drama. Jika tak ada jadwal bersama ENKOTA, dia lebih menyukai tinggal di kamarnya menghabiskan waktu menonton drama daripada keluar dengan yang lain.

"Kau lapar?"

Do Yeon menoleh begitu telinganya mendengar pertanyaan Se Riz. Kekasihnya itu sedang mengusak rambutnya yang masih meneteskan air setelah keramas lalu duduk di sebelahnya di sofa.

"Ada handuk?" Pertanyaan Do Yeon membuat alis Se Riz menyatu.

"Kau mau makan handuk?" tanya Se Riz dengan mata membulat.

Do Yeon tertawa. "Rambutmu, Sayang. Aku butuh handuk untuk mengeringkan rambutmu." Pria itu menyentuh rambut basah Se Riz.

"Ah, kupikir kau ingin makan handuk."

Do Yeon menggeleng. "Kamu pikir aku makhluk apa?"

Se Riz tertawa sebelum berdiri. Tak lama, dia kembali dengan handuk pink kecil di tangan dan kembali duduk di sisi Do Yeon.

"Berikan," pinta Do Yeon lalu mengambil handuk itu dari kekasihnya.

"Aku bisa sendiri, Doy," kata Se Riz.

"Tapi aku mau. Kau diam saja."

Se Riz melepas handuk itu dari tangannya. Selanjutnya dia tersenyum tipis dalam diam sementara Do Yeon mengusap rambutnya yang basah.

"Perlu hairdryer?" tanya Se Riz.

"Jangan," jawab Do Yeon. "Tak baik terlalu sering memakai hairdryer. Biarkan saja mengering sendiri. Sayang rambut indahmu." Pria itu tersenyum saat hidungnya mencium aroma manis shampoo yang digunakan Se Riz.

"Aku suka aromamu," bisik Do Yeon di telinga Se Riz. Membuat wanita itu berjengit menjauh. Wajahnya memerah.

"Kenapa kaget begitu?" tanya pria itu.

"Ucapanmu," Se Riz melirik Do Yeon. Bulu kuduk lehernya masih berdiri karena bisikan Do Yeon tadi. Aromamu. Terdengar ambigu di telinga Se Riz.

Penyanyi yang suka sekali meng-cover lagu penyanyi lain itu tersenyum. "Aroma shampomu," jawabnya.

"Oh." Se Riz mengusap lehernya.

"Kemari. Sekalian aku rapikan rambutmu." Do Yeon menepuk sofa di depannya. Meminta Se Riz mendekat. Kemudian, Do Yeon dengan telaten menyisiri rambut Se Riz sementara wanita itu mengambil napas dalam menetralkan jantungnya yang berdegup kencang tadi.

"Kau punya sayuran di kulkas?" tanya Do Yeon begitu dia selesai dengan rambut Se Riz.

"Entahlah aku lupa," jawab Se Riz. "Kenapa?"

"Aku ingin memasak untuk makan malam," jawab Do Yeon.

Se Riz menatap Do Yeon. "Kau bisa memasak?"

Do Yeon mengangguk. "Aku orang yang paling pandai memasak di asrama," ucapnya bangga.

"Aku butuh bukti," sahut Se Riz.

*

Se Riz menatap sang kekasih bangga. Ternyata ucapan Do Yeon tentang pandai memasak bukan bualan semata. Pria itu bahkan lebih pandai darinya. Masakannya lezat. Wanita itu tak berhenti berdecak kagum memandang hasil masakan Do Yeon yang terhidang di meja makan.

"Hanya memandangi masakanku tak akan membuatmu kenyang, Se Riz." Tangan Do Yeon terulur mengambil mangkuk, memasukkan nasi dan mengangsurkannya pada sang kekasih.

"Mau mencoba yang mana?" tanya Do Yeon.

"All of these," jawab Se Riz tersenyum.

Sepasang kekasih itu lalu menikmati makan malam mereka. Se Riz tak berhenti tersenyum menatap sang kekasih yang sangat di luar ekspektasinya selama ini.

"Aku mencintaimu," ucap Se Riz membuat Do Yeon tersenyum bahagia.

"Nado," jawab Do Yeon.

Makan malam selesai, Se Riz sibuk mencuci piring, gelas dan bekas peralatan masak yang dipakai Do Yeon sementara pria itu membersihkan meja makan.

"Perlu bantuan?" Do Yeon mendekati Se Riz.

"Mejanya sudah selesai?" tanya Se Riz seraya menggosok teflon.

"Beres," jawab Do Yeon. "Kau bagian membilas saja. Biar aku yang menggosok." Do Yeon mengambil teflon dari tangan Se Riz.

"Apa sih yang kau tak bisa?" tanya Se Riz.

Do Yeon terkekeh. "Aku sudah terbiasa melakukan semua ini di asrama, Sayang."

Se Riz hanya mengangguk lalu mulai membilas. Di sebelahnya, Do Yeon tersenyum.

"Wae? Kenapa tersenyum sendiri?" Se Riz menatap Do Yeon.

Do Yeon menoleh. "Hanya sedang membayangkan sesuatu yang menyenangkan."

"Apa?" Se Riz ingin tahu.

"Masa depan denganmu. Setelah menikah. Pasti akan seperti ini."

Kalimat Do Yeon membuat Se Riz terpaku. Lalu semburat merah menjalar di pipinya yang putih. Do Yeon tersenyum.

Se Riz baru ingin membalas ucapan Do Yeon saat dia merasakan getaran di saku baju tidurnya. Dia mengantungi ponselnya tadi.

Setelah mencuci tangan dan bersih dari busa, diraihnya ponsel yang masih bergetar itu.

"Sebentar, Doy," ucap Se Riz.

Do Yeon mengangguk lalu meneruskan pekerjaannya yang tinggal sedikit lagi.

"Sam. What's up?"

Nama Sam membuat Do Yeon segera menoleh.

Pria itu lagi? Alisnya naik. Siapa sih sebenarnya?tanya Do Yeon dalam hati. Rasanya dia tak suka mendengar nama itu keluar dari bibir manis Se Riz.  Dia tak suka senyum sang kekasih saat menyebut nama pria itu seolah mereka mempunyai hubungan lebih dari teman. Do Yeon kesal saat Se Riz tertawa di depannya, berbicara dengan pria lain selain dirinya.

Do Yeon cemburu.

💚

----
Se Riz Yoon
02.11.2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp