Kemeja

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

L'AMOUR
A Fanfiction

'

Nama, tokoh, karakter dan cerita hanya fiktif,
hasil imajinasi penulis.

💚

Beberapa hari setelah pemotretan di studio, Se Riz kembali bertemu Do Yeon di salah satu pusat perbelanjaan. Pria itu sendiri. Memakai masker dan topi yang membuat orang-orang di sekitar tak menyadari jika dia idol. Akan tetapi entah bagaimana Se Riz bisa mengenali jika itu Do Yeon ENKOTA.

Mereka bertemu tak sengaja di salah satu butik saat Se Riz bermaksud mengambil sebuah kemeja flanel hitam abu yang ternyata Do Yeon juga mengincar kemeja tersebut. Tangan Se Riz memegang ujung gantungan sementara Do Yeon menarik ujung bawah kemeja. Keduanya saling tatap saat itu.

"Do Yeon?" Se Riz yang pertama kali mengenali pria di depannya itu.

Mata kelinci Do Yeon membulat lucu. "Se Riz?!"

Mereka berdua saling tatap sebelum akhirnya tersenyum.

"Aku tak menyangka bertemu kau di sini," ucap Se Riz.

Do Yeon tersenyum. "Kau berniat mengambil kemeja ini?" Dia bertanya.

Se Riz memandang kemeja yang masih mereka pegang.

"Aku sedang mencari kemeja pria dan kulihat ini bagus," jawab Se Riz. "Tapi rupanya kau juga tertarik."

"Aku suka warnanya," jawab Do Yeon.

Se Riz memandang kemeja flanel itu lalu beralih memandang Do Yeon. "Kalau begitu untukmu saja," lanjutnya lalu mendorong kemeja itu ke dada Do Yeon.

"Ah, untukmu saja jika memang kau ingin." Do Yeon mengembalikan kemeja itu pada Se Riz. "Aku bisa mencari kemeja lain."

Se Riz memandang Do Yeon. "Kau yakin?"

Do Yeon tersenyum di balik maskernya. "Masih begitu banyak kemeja di sini."

Se Riz memandang kemeja ditangannya lalu memeluknya. "Terimakasih, Do Yeon. Aku ingin membeli kemeja ini untuk DK," ucapnya.

Alis Do Yeon naik. "DK? Siapa?"

"Kekasihku," jawab Se Riz. "Pria yang saat itu menjemputku di studio, kau ingat? Dia biasa dipanggil DK," jelasnya.

"Oh." Do Yeon berucap datar. Tak tertarik.

"Kau benar tak ingin kemeja ini? Kita bisa bertanya pada pelayan mungkin mereka masih ada stok," usul Se Riz yang langsung ditolak Do Yeon.

"Tak perlu. Aku hanya suka warnanya bukan kemejanya," kata Do Yeon. Bohong. Sebenarnya dia menyukai kemeja itu, tapi jika dia ikut membeli artinya dia memakai kemeja yang sama dengan kekasih Se Riz? Do Yeon tak mau.

"Kalau begitu aku akan memilihkan kemeja yang cocok untukmu," kata Se Riz.

Do Yeon melengkungkan senyum. "Ide bagus," ucapnya.

"Kau sendiri saja, Do Yeon?" tanya Se Riz.

Do Yeon mengangguk. "Yang lain terlalu malas untuk keluar asrama," jawabnya.

"Juon juga?"

"Dia sedang bermain Kart Rider dengan Tae Lee Hyung."

"Taeyeo?"

Do Yeon memandang Se Riz yang menyebut nama leader mereka. Haruskah dia bertanya hyungnya yang tampan itu?

"Entah. Dia tak ada di kamar tadi. Mungkin latihan dengan grup satunya."

Se Riz mengangguk. Dia lupa jika Lee Taeyeo juga bergabung dengan group baru bentukan eSeM.

"Kau suka warna apa?" tanya Se Riz seraya memandang deretan kemeja yang tergantung rapi di hadapan mereka.

"Aku suka biru," jawab Do Yeon.

Se Riz mengangguk lalu tangannya terulur pada salah satu kemeja bergaris berwarna biru putih dan menariknya dari gantungan.

"Ini bagus," ucap Se Riz seraya menempelkan kemeja itu ke badan Do Yeon. "Bagaimana?" Se Riz meminta pendapat pria di depannya yang hanya diam memandanginya.

"Aku suka," ucap Do Yeon tapi pandangan matanya tertuju pada Se Riz bukan kemeja.

"Aku tak tahu ukuran badanmu." Se Riz menilik ukuran kemeja di bawah kerah. L. "Ukuran apa yang biasa kau pakai? L atau  XL?"  Tanya Se Riz.

Bukannya menjawab, Do Yeon hanya menatap Se Riz.

"Mungkin kau harus mencobanya dulu, Doy," saran Se Riz.

"Tak perlu. Kurasa ini pas. Badanku tak terlalu besar," kata Do Yeon melirik kemeja biru itu. Dia  sangsi pas atau tidak.

Se Riz memandang kemeja yang dipegangnya dan badan Do Yeon bergantian. Dia lalu mengangguk.

"Sepertinya memang pas di badanmu. Tapi yakin tak ingin dicoba dulu?" tanya Se Riz.

Do Yeon menggeleng. "Langsung bayar saja. Aku bayarkan milikmu juga, ayo," ucapnya lalu berjalan mendahului Se Riz sambil membawa kemeja pilihan wanita itu.

"Doy, kau tak perlu membayar milikku," ucap Se Riz saat mereka di kasir.

"Kenapa?" tanya Do Yeon saat membuka dompetnya.

"Aku tak enak."

"Tak enak kenapa?"

"Aku tak ingin merepotkan."

Do Yeon menggeleng. "Aku tak merasa direpotkan."

"Tapi tetap saja aku menolak kebaikanmu." Se Riz menggeleng.

Do Yeon memandang Se Riz lalu menghela napas. "Yakin?"

Se Riz mengangguk. Dia bukan wanita materialistis yang suka ditraktir orang lain yang baru dia kenal apalagi oleh idol.

"Tapi jika aku membelikanmu sesuatu kau tak boleh menolak," kata Do Yeon kemudian.

"Apa?" Se Riz tak mengerti.

Do Yeon lalu mengangsurkan paper bag biru pada Se Riz.

"Apa ini?" tanya Se Riz.

"Hadiah," jawab Do Yeon pendek.

"Tapi untuk apa? Ulang tahunku masih lama."

"Aku hanya ingin memberimu hadiah saja. Aku tak suka ditolak jadi ambil saja." Do Yeon meraih tangan Se Riz untuk menerima paper bag itu.

"Thank you, Do Yeon." Hanya itu yang diucap Se Riz. Dalam hati dia bertanya apa isi tas kecil ini.

Do Yeon tersenyum.

~l'amour~

"Sudah pulang?" tanya Taeyeo mengagetkan Do Yeon yang sedang duduk di kursi ruang tengah asrama mereka. Taeyeo datang saat Do Yeon sedang mengambil selca.

"Kau mengagetkanku, Hyung," ucap Do Yeon.

Taeyeo mengangkat bahu lalu duduk di samping Do Yeon.

"Dari mana?" tanya Taeyeo lagi.

"Hanya jalan-jalan," jawab Do Yeon. "Dan membeli kemeja," lanjutnya tersenyum.

"Sendiri? Mengapa tak mengajakku?"

"Bukankah kau ada jadwal latihan dengan grupmu yang lain? Jadi aku pergi sendiri."

"Ah, iya kau benar. Aku lupa." Taeyeo menelengkan kepalanya.

Do Yeon menggeleng mendengar jawaban leadernya itu. "Hyung, bagaimana kemeja baruku?" Do Yeon ingin tahu pendapat Taeyeo.

"Bagus. Sangat Do Yeon. Biru itu begitu cocok denganmu. Pilihanmu bagus," jawab Taeyeo sambil memandang Do Yeon.

"Bukan aku yang memilih kemeja ini sebenarnya."

"Lalu? Pelayan toko?"

"Wanita cantik," jawab Do Yeon lantas tersenyum.

Taeyeo memandang Do Yeon dengan alis naik. "Kau seperti orang yang sedang jatuh cinta. Menggelikan," ucapnya lalu berdiri dan menghampiri lemari es mini milik Do Yeon.

Do Yeon hanya tersenyum menanggapi ucapan Taeyeo. Sang leader tak tahu jika dia memang sedang jatuh cinta pada seseorang yang membelikannya kemeja itu hanya saja cintanya ditolak. Perihal cintanya yang ditolak, hanya Jung Won dan Ha Joon yang tahu.

"Hyung, kau pernah jatuh cinta?" Tanya Do Yeon.

Taeyeo yang sedang membuka lemari es menyahut,

"Pernah. Saat di high school aku menyukai kakak kelasku," jawab Taeyeo lalu kembali duduk setelah menemukan yogurt strawberry.

"Lalu?" Do Yeon ingin tahu. Leadernya ini tak pernah bercerita masalah asmaranya.

"Ditolak," jawab Taeyeo sebelum meneguk minuman favoritnya itu.

"Wah, kenapa?"

"Dia sudah mempunyai kekasih," jawab Taeyeo.

Do Yeon tersenyum tipis. Kenapa bisa sama seperti ini, pikirnya.

"Jika aku tahu dia sudah mempunyai kekasih aku tak akan mengatakan cinta padanya," kata Taeyeo.

"Kenapa? Cinta kan bukan kejahatan. Kita berhak mengatakan perasaan kita pada orang yang kita suka," ucap Do Yeon.

"Tapi akhirnya ditolak. Itu memalukan dan menyedihkan, Do Yeon."

Do Yeon mengangguk setuju. "Dan kau menyerah?"

"Tentu saja. Memangnya aku bodoh. Wanita kan bukan cuma dia saja. Jadi aku membuang rasa sukaku setelah ditolak," jawab Taeyeo. "Lagipula mungkin itu hanya perasaan sementara. Puber, kau tahu."

Do Yeon diam. Perasaan sementara? Puber? Dia menggeleng. Apa yang dia rasakan saat ini bukan perasaan sementara. Dia yakin itu.

"Apa jadinya jika dulu kau tetap menyukai wanita itu, Hyung? Apa kau tak berniat menjadikan dia milikmu?" Do Yeon bertanya.

Taeyeo memandang Do Yeon sambil meneguk yogurtnya tak tersisa.

"Maksudnya aku merebut wanita itu dari kekasihnya?" tanya Taeyeo.

"Mungkin."

"Kau gila," ucap Taeyeo. "Aku bukan orang jahat, Do Yeon. Aku tak akan menghancurkan kebahagiaan orang lain untuk kebahagiaanku sendiri."

Do Yeon memandang hyungnya itu sambil berpikir.

"Ah, iya hampir makan malam," ucap Taeyeo setelah memandang jam di kamar Do Yeon. 18.30. "Bantu aku di dapur, Do Yeon," perintahnya lalu berdiri dari duduknya.

"Nanti aku menyusulnya, Hyung," jawab Do Yeon.

Setelah Taeyeo pergi, Do Yeon segera masuk ke kamarnya untuk berganti baju dan menyusul Taeyeo yang sudah berada di dapur dengan berbagai bahan makanan.

"Menurutmu menu apa yang enak untuk malam ini, Doye?" tanya Taeyeo begitu Do Yeon mendekat.

Sementara itu di sebuah kamar apartemen mewah di daerah Hannam-Dong, seorang wanita tersenyum menatap layar ponselnya. Se Riz. Wanita itu tengah melakukan video call dengan pria berambut pirang yang tak lain kekasihnya.

"Kau suka kemejanya?" Tanya Se Riz.

"Apapun yang noona berikan padaku pasti aku suka. Gomawo," jawab sang kekasih, DK.

"Apa kau tahu, tadi aku hampir berebut dengan seseorang saat memilih kemeja itu," cerita Se Riz.

"Berebut dengan siapa?" tanya DK.

"Do ...." Se Riz berniat menyebut Kim Do Yeon tapi batal. "Seorang pria. Dia mengalah saat aku bilang ingin membeli kemeja itu untuk kekasihku," kata Se Riz.

"Kau tak bertengkar dengan orang itu hingga dia mengalah?"

"Tentu saja tidak. Memangnya aku wanita seperti itu?"

"Tapi kau suka berebut dengan kakakmu hingga dia mengalah."

Se Riz tertawa. "Hanya dengan oppaku."

"Denganku juga."

Se Riz tersenyum. "Aniyo. Kau kan selalu bersedia mengalah demi aku."

DK ikut tersenyum. "Tentu saja."

"Kau sedang apa, Chagi?" Se Riz bertanya karena sang kekasih terlihat sibuk melihat ke samping.

DK yang saat itu duduk di sofa kamarnya, sedang mengerjakan sesuatu dengan laptopnya mengarahkan kamera ponsel hingga Se Riz melihat benda elektronik itu.

"Di rumahpun kau masih bekerja?" Tanya Se Riz.

DK mengangguk.

"Tapi rumah adalah rumah. Tak seharusnya urusan kantor kau bawa ke rumah, DK. Di rumah kau hanya perlu beristirahat," kata Se Riz.

DK hanya mengangguk tapi jemarinya dengan lincah menari di atas keyboard laptop. Masih ada beberapa berkas yang harus dia revisi sebelum rapat pemegang saham besok.

"Chagi, do you hear me?  You need and rest," ucap Se Riz kesal.

"Ne, Noona, sebentar lagi setelah ini selesai," jawab DK.

Se Riz menghela napas lalu dia diam menunggu pria itu menyelesaikan pekerjaannya.

"Oke, finish." DK kembali menatap layar ponselnya dan melihat wajah sang kekasih yang tertekuk.

"Kau sudah makan malam?" tanya DK.

Se Riz memalingkan wajah. Mencoba mengacuhkan sang kekasih.

"Noona," panggil DK.

Se Riz diam.

"Chagiya, are you mad at me, hm?"  tanya DK dengan panggilan sayang. "I'm sorry."

Se Riz bergeming.

"Kalau kau marah aku tutup panggilan ini," ucap DK.

"Andwae!" Seru Se Riz cepat seraya menoleh. DK mengulum senyum.

"Noona sudah makan malam?" Ulang DK dengan nada lembut. Pria itu memang soft, tidak dibuat-buat.

"Baru saja sebelum menelponmu," jawab Se Riz. "How about you?" Ganti dia bertanya.

"Sudah. Eomma memasak bibimbap," jawab DK.

"Ah, aku rindu masakan ibumu," ucap Se Riz.

"Kau bisa datang ke rumah besok malam," kata DK . "Eomma menanyakanmu."

"Besok? Kita ada janji kencan ingat?"

Alis DK naik. Pria itu sepertinya lupa jika besok Sabtu malam dan mereka sudah ada janji keluar.

"Kencan? Sepertinya aku melupakannya," jawab DK jujur.

"Selalu begitu. Yang kau ingat hanya berkas-berkas perusahaan dan masalah perusahaan," ucap Se Riz kesal.

"Minggu ini masalah di kantor sedang banyak butuh perhatian, Noona. Maaf jika aku melupakan hal lain."

Se Riz menghela napas lalu memajukan bibirnya.

"Jangan cemberut begitu. Besok kita keluar," kata DK. "Kau ingin pergi kemana?"

Se Riz memandang DK yang menatapnya lembut. Meski dia kesal, kekasihnya selalu bisa membuat rasa kesalnya hilang dengan bersikap lembut. Meski pria itu dua tahun di bawah Se Riz justru dia bisa bersikap dewasa menghadapi sikap manja Se Riz.

"Kau ingin menonton?" Tanya DK. "Kau bilang ada film baru yang ingin kau tonton."

Se Riz belum menjawab.

"Ayo kita menonton di bioskop besok lalu pergi ke taman bermain. Eotteo?"

Se Riz yang masih cemberut menatap DK. Dia masih menunggu sang kekasih merayunya lagi.

"Jika kau benar-benar marah, aku tak akan memaksamu. Kita batalkan saja kencannya," ujar DK.

Pria itu tak sungguh-sungguh dengan kalimatnya.  Hanya memancing agar Se Riz menanggapi ucapannya. DK menatap sang kekasih.

"Noona," Panggil DK.

"Setelah menonton kita ke taman bermain dan  mencoba rollercoaster," Se Riz buka suara.

Meski DK tak suka permainan yang disebut sang kekasih, pria itu tersenyum dan mengangguk setuju. Mengalah.

"Aku akan pulang cepat besok," kata DK.

Se Riz tersenyum. "Promise?"

DK mengangguk lalu memandang Rolex di tangan kirinya.

"Istirahatlah, kau pasti lelah. Aku harus menghubungi Paman Han," kata pria  yang lahir tahun '97 itu. Dia menyebut nama sang paman yang bekerja di perusahaan miliknya.

Patuh, Se Riz mengangguk. "Jangan terlalu lelah dengan pekerjaanmu, Kim Sajangnim."

DK tersenyum. "Algasseumnida, Kim yeojachingu," balasnya.

Membuat Se Riz tertawa dan menampakkan dimple di pipi kirinya.

"Okay, i have to go," pamit DK. "Love you." Pria itu melambai .

Setelah membalas ucapan sayang DK, Se Riz mematikan panggilan.

"Kencan!" serunya seraya tersenyum lebar lantas melompat naik ke tempat tidur.

"Aku tak sabar menunggu besok." Se Riz lalu meletakkan ponselnya di nakas dan menyambungkan benda pipih itu ke charger sebelum merebahkan dirinya dan menutup kelopak matanya yang terasa berat. Dia ingin tidur sebentar meski waktu masih terlalu sore untuk memejamkan mata.

"Sedang apa Se Riz sekarang? Apa dia menyukai hadiah dariku?" Tanya seorang pria yang tengah menikmati makan malam bersama delapan orang temannya, tanpa suara.

💚

----Notes

Eotteo : Bagaimana

Yeojachingu : kekasih perempuan

Jalja : Selamat malam

----
Se Riz Yoon
17.09.2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp